Kamis, 09 Juni 2011

ISTANA TIDORE


Nama                    : Tiara Oktaviama
No reg                  : 4423107047
UAS Kebudayaan Kesenian Indonesia

ISTANA TIDORE

Sejarah Singkat
Tidore adalah sebuah nama pulau yang terletak di sebelah barat Pulau Halmahera dan di sebelah selatan Pulau Ternate. Raja atau kolano pertama yang menggunakan gelar Sultan di Tidore adalah Caliati atau Jamaluddin yang memerintah pada tahun 1495 hingga 1512. Sebelumnya tidak terdapat catatan sejarah siapa kolano yang berkuasa sebelum Caliati. Namun sejarawan Belanda F.S.A. de Clerq mencatat pada tahun 1334 Tidore dipimpin oleh seseorang yang bernama Hasan Syah. Dari nama kolano dan gelar sultan yang digunakan di wilayah Tidore nampaknya pengaruh Islam telah tersebar disana secara luas.
Kesultanan Tidore merupakan satu dari empat kerajaan besar yang berada di Maluku, tiga lainnya adalah Ternate, Jaijolo dan Bacan. Namun hanya Tidore dan Ternate-lah yang memiliki ketahanan politik, ekonomi dan militer. Keduanya pun bersifat ekspansionis, Ternate menguasai wilayah barat Maluku sedangkan Tidore mengarah ke timur dimana wilayahnya meliputi Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Maba, Patani, Seram Timur, Rarakit, Werinamatu, Ulisiwa, Kepulauan Raja Empat, Papua daratan dan sekitarnya.
Sultan kedua Tidore adalah Almansur yang naik takhta pada tahun 1512 dan kemudian ia menetapkan Mareku sebagai pusat pemerintahan. Ia adalah Sultan yang menerima kedatangan Spanyol di Tidore untuk beraliansi secara strategis sebagai jawaban atas aliansi yang dibangun oleh Ternate dan Portugis. Spanyol tiba di Tidore pada tanggal 8 November 1521, turut serta dalam rombongan kapal armada Magellan, Pigafetta, seorang etnolog dan sejarawan Italia.
Sultan Almansur memberikan tempat bagi Spanyol untuk melakukan perdagangan di Tidore. Sepotong kain merah ditukar dengan cengkih satu bahar (550 pon), 50 pasang gunting dengan satu bokor cengkih, tiga buah gong dengan dua bokor cengkih. Dengan cepat cengkih di seluruh Tidore ludes, sehingga harus dicari di tempat lain seperti Moti, Makian dan Bacan. Demikianlah kerjasama antara Tidore dan Spanyol semakin berkembang, tidak hanya di bidang perekonomian tetapi juga di bidang militer.
Pada tahun 1524, didasari persaingan ekonomi berupa penguasaan wilayah perdagangan rempah-rempah, pasukan gabungan Ternate dan Portugis yang berjumlah 600 orang menyerbu Tidore dan berhasil masuk ke ibukota Mareku. Hal yang menarik adalah, meski serangan gabungan tersebut mencapai ibukota Tidore, mereka tidak dapat menguasai Tidore sepenuhnya dan berhasil dipukul mundur beberapa waktu kemudian. Dua tahun berikutnya (1526) Sultan Almansur wafat tanpa meninggalkan pengganti.
Kegagalan serangan tersebut berujung dilakukannya perjanjian Zaragosa antara Raja Portugis, John III dan Raja Spanyol, Charles V pada tahun 1529. Dengan imbalan sebesar 350.000 ducats, Charles V bersedia melepaskan klaimnya atas Maluku, namun demikian hal tersebut tidak serta merta menyebabkan seluruh armada Spanyol keluar dari Maluku.
Pada tahun yang sama dengan Perjanjian Zaragosa, putera bungsu Almansur, Amiruddin Iskandar Zulkarnaen, dilantik sebagai Sultan Tidore dengan dibantu oleh Kaicil Rade seorang bangsawan tinggi Kesultanan Tidore sebagai Mangkubumi. Dimasanya terjadi tribulasi, ketika Gubernur Portugis di Ternate, Antonio Galvao, memutuskan untuk kembali meyerang Tidore. Pasukan Portugis mendapatkan kemenangan atas Tidore pada tanggal 21 Desember 1536 dan mengakibatkan Tidore harus menjual seluruh rempah-rempahnya kepada Portugis dengan imbalan Portugis akan meninggalkan Tidore.
Pada tahun 1547, Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnaen wafat dan digantikan oleh Sultan Saifuddin, demikian pula tongkat estafet kesultanan berikutnya, berturut-turut Kie Mansur, Iskandar Gani dan Gapi Baguna hingga tahun 1599. Pada era tersebut tidak terjadi sesuatu yang luar biasa di Kesultanan Tidore, kecuali pada tahun 1578 Portugis membangun Benteng “Dos Reis Mogos” di Tidore. Namun demikian benteng tersebut tidak mencampuri urusan internal kesultanan.
Kejadian penting lainnya yang patut dicatat adalah terjadinya unifikasi kekuatan Portugis dan Spanyol di Maluku di bawah pimpinan Raja Spanyol pada tahun 1580. Sehingga demikian semua benteng Portugis dan Spanyol di seluruh kepulauan Maluku dapat digunakan oleh kedua belah pihak.
Unifikasi ini sebenarnya didahului oleh kejadian sebelumnya, yaitu penaklukan benteng Portugis-Gamlamo di Ternate oleh Sultan Babullah, Sultan Ternate terbesar, pada tanggal 26 Desember 1575. Menyerahnya Gubernur Portugis terakhir di Maluku, Nuno Pareira de Lacerda, menunjukkan berakhirnya kekuasaan Portugis di Nusantara. Hal ini mengakibatkan mau tidak mau armada perang Portugis membentuk persekutuan dengan Spanyol di kepulauan Maluku.

Pada tanggal 26 Maret 1606, Gubernur Jenderal Spanyol di Manila, Don Pedro da Cunha, mulai membaca gerak-gerik VOC-Belanda memperluas wilayah dagangnya hingga Maluku. Karena merasa terancam dengan kehadiran armada dagang VOC-Belanda yang mulai menjalin kerjasama dengan Kesultanan Ternate, ia memimpin pasukan menggempur Benteng Gamlamo tentu saja dengan bantuan dari Tidore yang pada waktu itu dipimpin oleh Sultan Mole Majimu.

Spanyol berhasil menguasai Benteng Gamlamo di Ternate, tetapi tidak lama setelah itu VOC Belanda berhasil pula membuat benteng yang kemudian disebut sebagai “Fort Oranje” pada tahun 1607 di sebelah timur laut Benteng Gamlamo serta membangun garis demarkasi militer dengan Spanyol. Paulus van Carden ditujuk sebagai Gubernur Belanda pertama di Kepulauan Maluku.

Ketika Sultan Tidore ke 12 memerintah yaitu Sultan Saifudin, pada tahun 1663 secara mengejutkan Spanyol menarik seluruh kekuatannya dari Ternate, Tidore dan Siau yang berada di Sulawesi Utara ke Filipina. Gubernur Jenderal Spanyol yang berada Manila, Manrique de Lara, membutuhkan semua kekuatan untuk mempertahankan Manila dari serangan bajak laut Cina, Coxeng. Gubernur Spanyol di Maluku, Don Francisco de Atienza Ibanez, nampak meninggalkan kepulauan Maluku pada bulan Juni 1663. Maka berakhirlah kekuasaan Spanyol di Kepulauan Maluku.

Dengan tiadanya dukungan militer dari Spanyol, otomatis kekuatan Tidore melemah dan VOC-Belanda menjadi kekuatan militer terbesar satu-satunya di kepulauan yang kaya dengan rempah-rempah itu. Akhirnya Sultan Saifudin kemudian melakukan perjanjian dengan Laksamana Speelman dari VOC-Belanda pada tanggal 13 Maret 1667 yang mana isinya adalah : (1) VOC mengakui hak-hak dan kedaulatan Kesultanan Tidore atas Kepulauan Raja Empat dan Papua daratan (2) Kesultanan Tidore memberikan hak monopoli perdagangan rempah-rempah dalam wilayahnya kepada VOC.

Batavia kemudian mengeluarkan Ordinansi untuk Tidore yang membatasi produksi cengkeh dan pala hanya pada Kepulauan Banda dan Ambon. Di luar wilayah ini semua pohon rempah diperintahkan untuk dibasmi. Pohon-pohon rempah yang ‘berlebih’ ditebang untuk mengurangi produksi rempah sampai seperempat dari masa sebelum VOC-Belanda memegang kendali perdagangan atas Maluku.
Apa yang dilakukan oleh VOC-Belanda tersebut, yaitu memusnahkan atau eradikasi pohon-pohon cengkih di Kepulauan Maluku, disebut sebagai “Hongi Tochten”. Kesultanan Ternate sebenarnya telah terlebih dahulu mengadakan perjanjian yang berkenaan dengan “Hongi Tochten” pada tahun 1652 kemudian disusul oleh Tidore beberapa waktu berikutnya setelah Tidore mengakui kekuatan ekonomi-militer Belanda di Maluku. Pihak kesultanan menerima imbalan tertentu (recognitie penningen) dari pihak VOC akibat operasi ini. “Hongi Tochten” dilakukan akibat banyaknya penyelundup yang memasarkan cengkih ke Eropa sehingga harga cengkih menjadi turun drastis.

Sepeninggal Sultan Saifudin, Kesultanan Tidore semakin melemah. Banyaknya pertentangan dan pemberontakan di kalangan istana kesultanan menyebabkan Belanda dengan begitu mudah mencaplok sebagian besar wilayah Tidore. Hal ini mencapai puncaknya hingga pemerintahan Sultan Kamaluddin (1784-1797), dimana sejarawan mencatat bahwa sultan ini memiliki perangai yang kurang baik. Namun demikian lambat laun situasi mulai berubah ketika Tidore memiliki Sultan yang terbesar sepanjang sejarah mereka yaitu Sultan Nuku.
Pada tahun 1780, Nuku memproklamasikan dirinya sebagai Sultan Tidore dan menyatakan bahwa kesultanan-nya sebagai wilayah yang merdeka lepas dari kekuasaan VOC-Belanda. Kesultanan Tidore yang dimaksudkan olehnya meliputi semua wilayah Tidore yang utuh yaitu : Halmahera Tengah dan Timur, Makian, Kayoa, Kepulauan Raja Ampat, Papua Daratan, Seram Timur, Kepulauan Keffing, Geser, Seram Laut, Kepulauan Garang, Watubela dan Tor.
Setelah berjuang beberapa tahun, Sultan Nuku memperoleh kemenangan yang gemilang. Ia berhasil membebaskan Kesultanan Tidore dari kekuasaan Belanda dan mengembalikan pamornya. Penghujung abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 adalah era keemasan Tidore di bawah Nuku. Pada titik ini, kebesaran Sultan Nuku dapat dibandingkan dengan keagungan Sultan Babullah yang telah mengusir Portugis dari Ternate.
Kemenangan-kemenangan yang diraih Sultan Nuku juga tidak lepas dari kondisi politik yang terjadi di negeri Belanda. Tahun 1794, Napoleon Bonaparte menyerbu Belanda yang mengakibatkan Raja Willem V mengungsi ke Inggris. Selama menetap di Inggris, ia mengeluarkan instruksi ke seluruh Gubernur
Jenderal daerah jajahannya agar menyerahkan daerahnya ke Inggris supaya tidak jatuh ke tangan Perancis. Tahun 1796, Inggris menduduki. Ditambah dengan bubarnya VOC pada Desember 1799, maka hal ini semakin memperlemah kedudukan Belanda di Kepulauan Maluku.
tetapi pada tanggal 14 November 1805, Tidore kehilangan seorang sultan yang pada masa hidupnya dikenal sebagai “Jou Barakati” atau di kalangan orang Inggris disapa dengan “Lord of Forrtune”. Wafatnya Sultan Nuku dalam usia 67 tahun tidak hanya membawa kesedihan bagi rakyat Malaku, tetapi juga memberikan kedukaan bagi rakyat Tobelo, Galela dan Lolada yang telah bergabung ke dalam barisan Nuku sejak awal perjuangannya.
Selain memiliki kecerdasan dan karisma yang kuat, Sultan Nuku terkenal akan keberanian dan kekuatan batinnya. Ia berhasil mentransformasi masa lalu Maluku yang kelam ke dalam era baru yang mampu memberikan kepadanya kemungkinan menyeluruh untuk bangkit dan melepaskan diri dari segala bentuk keterikatan, ketidakbebasan dan penindasan.
KOLEKSI ISTANA TIDORE

Alquran kuno dan mahkota kesultanan
Mahkota sultan ternate

PERANAN SULTAN
Sultan NUKU : Sultan Tidore Terbesar

Kaicil Nuku yang berhasil meloloskan diri dari Tidore menjelang penobatan putra alam,kemudian mendirikan markas besar perlawanannya di antara Patani dan Weda,ia mengirimkan pembantu-pembantunya ke maba,seram timur,kepulauan raja ampat,serta papua untuk mencari dukungan.
Pada tahun 1780,sultan Nuku memproklamasikan kekuasaan sebagai sultan Tidore dan menyatakan kesultanannya sebagai sebuah negara merdeka setelah berjuang beberapa tahun,Sultan Nuku memperoleh kemenangan yang gemilang.ia berhasil membebaskan kesultanannya dari kekuasaan Belanda dan mengembalikan pamornya penghujung Abad ke-18. dan pemulaan abad ke 19 adalah era keemasan Tidore di bawah Sultan Nuku.
Bagi Tidore sendiri, keempat gagasan politik Sultan Nuku itu berhasil di jalankan oleh Sultan Nuku berhasil menghidupkan kembali kebiasaan Kesultanan Tidore dengan kembali menguasai seluruh wilayah Tidore seutuhnya .ia juga berhasil menghidupkan kembali Kerajaan Jailolo ,sehingga untuk pertamakalinya dalam jangka waktu yang relative cukup lama Maluku berdiri tegak atas empat pilar seperti di masa awal kelahirannya,Selanjutnya,ia berhasil mencipatakan persekutuan tiga dari empat kerajaan Maluku:Tidore,Bacan,Jailolo,kecuali Ternate.Sementara terusirnya Belanda untuk sementara waktu dari Tidore merupakan keberhasilan Sultan Nuku yang lain ,pada titik ini,kebesaran Sultan Nuku dapat di bandingkan dengan keagungan Sultan BABULLAH yang telah mengenyahkan Portugis dari Ternate.

Pada 14 november 11805,Maluku kehilangan seorang Sultan yang semasa hidupnya ia di kenal sebagai Jou Barakati atau kalangan orang Inggris di sapa”The Lord   Fortune” kepergian sultan Nuku merupakan kehilangan besar bagi rakyat Maluku,khususnya warga kesultanan Tidore,wafatnya Sultan Nuku dalam usia 67 tahun tidak hanya memberikan kesedihan bagi rakyat kesultanan Tidore,wilayahnya meliputi Hallmahera Timur,kepulauan raja ampat dan Papua daratan tetapi juga memberi kedukaan bagi rakyat Tobelo Galela dan loloda yang telah bergabung ke dalam barisan Sultan Nuku,sejak awal perjuangannya ,ketika Sultan Nuku menyingkir ke kepulauan Raja Ampat,Papua Daratan,seram,dan Halmahera timur,hingga saat terakhir kerika ia menghembuskan nafas yang penghabisan.

Perjuangan Sultan Nuku berlangsung pada perempatan terakhir abad ke 18 dan permulaan abad ke 19,setelah Sultan Nuku wafat,sejarah lama Tidore berulang kembali,perebutan kekuasaan oleh penganti pengganti sultan Nuku dan campur tangan Belanda dalam suksesi Tidore, menyebabkan pamor Tidore terpuruk kembali menjadi kesultanan yang lemah.

Tidore Pasca Sultan NUKU

Orang yang di bina Sultan Nuku dan selalu menyertainya dalam setiap aktivitas adalah adik tirinya sendiri,kaicil Zainal Abidin,Tokoh inilah yang di wasiatkan Sultan Nuku untuk menggantikannya.
Atas dasar wasiat tersebut ,para anggota dewan kerajaan dan bobato Tidore menetapkan Muhammad Zainal Abidin  sebagai Sultan Tidore ke 20 untuk menggantikan Sultan Nuku pada tahun 1805.

Tidore dan Portugis

Ketika dua kapal dari ekspedisi Magellan mengunjungi Tidore pada 1521. Portugis memutuskan membangun sebuah benteng di Ternate pada 1529, penguasa Portugis dan Spanyol menandatangani perjanjian zaragoza.
Walaupun Tidore membenci Portugis menjadi mitra Ternate,dan karena serangan-serangannya yang telah beberapa kali dilakukan terhadap kerajaan ini akan tetapi atas perintah raja Portugis,pada 1578 Portugis membangun pemukimannya di suatu area terbatas. Di samping itu,Portugis juga membangun benteng yang di beri nama DOS REIS MOGOS.hingga awal abad ke-17,selisih berganti kapten Portugis memimpin benteng ini.
Berbeda dengan Ternate,para kapten benteng  Tidore tidak mencampuri sam sekali urusan-urusan internal kesultanan.Tugas utama mereka hanya melakukan perdagangan rempah-rempah ,atas izin Sultan Gapi Baguna dan mole majimu.Sultan Gapi Baguna pada awalnya menampakkan sikap bersahabat dengan orang Portugisyang ada di tidore untuk menghadapi pertumbuhan kekuatan Ternate.Tetapi ,ketika memberi izin pendirian benteng kepada Portugis pada tahun 1578,Gami Baguna merasa perlu mengundang seorang pastor untuk meminta pertimbangannya ia menekankan bahwa apabila sebuah gereja kelak didirikan di dekat benteng harus ada jaminan bahwa tidak akan ada upaya mengonversi agama rakyat Tidore ,pada tahun 1605 ,benteng portugis yang ada di Tidore ini diserbu dan berhasil di rebut Belanda.

Ternate - Tidore persaingan atau perseteruan

Perseteruan antara Ternate dan Tidore telah berlangsung selama berabad-abad dan tidak dapat di pastikan kapan di mulai,sebagai ancang-ancang dapat di tentukan untuk sementara bahwa rivalitas telah terjadi sejak abad ke 14,ketika Sida Arif Malamo bertahta di Ternate(1322-1331)kolano Ternate ini berhasil memindahkan pasar dan perdagangan rmpah-rempah dari Hitu Ambon ke Ternate. Ternate secara ekonomis mulai bangkit,karena kedatangn dan mulai menetapnya padagang-pedagang jawa (melayu) Arab, cina dan Gujarat’.
 Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik,melebihi kerajaan-kerajaan tetangganya rakyat kerajaan Ternate mulai meningkat makmur,kecemburuan yang di ikuti tindakan-tindakan perampokan di laut dan di darat terhadap Ternate mulai terjadi,bahkan timbul gagasan membentuk “Persekutuan Empat Kolano”(Tidore,Bacan,Jailolo dan Obi)untuk menentang Ternate.Tetapi,gagasan ini tidak menjadi kenyataan karena Sida Arif Malamo membawa Tidore,Bacan,Jailolo ke pertemuan Moti yang berakhir dengan di bentuknya sebuah”Persekutuan”(Motir Verbond).

Tetapi, persaingan tidak sehat dan mulai menjurus kepada perseteruan muncul ketika kedua kerajaan ini mengawali kemitraannya dengan kekuasaan Asing:Ternate dengan Portugis,dan Tidore dengan Spanyol,Ternate dengan bantuan mitranya menyerbu Tidore,ketika tumpuk pemerintahan Ternate di kendalikan Raja Muda TARUWESE.
 Kerajaan Ternate dan Tidore sempat mengalami kerukunan yang sangat terbatas ketika kendali politik Tidore di pegang Sultan Syaifudin dan Ternate di bawah Mandar Syah.VOC (mitra Ternate)dan Inggris(mitra Tidore)merupakan 2 kekuasaan asing yang paling sering memfasilitasi kedua kerajaan itu untuk berdamai.
Sultan Syaifudin dan Sultan Mandar Syah dapat di pandang sebagai dua tokoh yang saling berhasil menciptakan perdamaian Tidore dan Ternate.Tetapi,patut disayangkan keduanya tak pernah mampu menciptakan perdamaian yang kekal /langgeng.
Perseteruan Ternate-Tidore baru barakhir secara abadi,setelah penguasa Netherland indie mempertali semua kekuatan mereka untuk selamanya.


A.Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan
Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
B.Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.

C.Kemunduran Kerajaan Tidore
Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.


LETAK KERAJAAN Secara geografis kerajaan ternate dan tidore terletak di Kepulauan Maluku, antara sulawesi dan irian jaya letak terletak tersebut sangat strategis dan penting dalam dunia perdagangan masa itu. Pada masa itu, kepulauan maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga di juluki sebagai “The Spicy Island”. Rempah-rempah menjadi komoditas utama dalam dunia perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang dan bertujuan ke sana, melewati rute perdagangan tersebut agama islam meluas ke maluku, seperti Ambon, ternate, dan tidore. Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya
A. KEHIDUPAN POLITIK Di kepulauan maluku terdapat kerajaan kecil, diantaranya kerajaan ternate sebagai pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima bersaudara. Uli Siwa yang berarti persekutuan sembilan bersaudara. Ketika bangsa portugis masuk, portugis langsung memihak dan membantu ternate, hal ini dikarenakan portugis mengira ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa spanyol memihak tidore akhirnya terjadilah peperangan antara dua bangsa kulit, untuk menyelesaikan, Paus turun tangan dan menciptakan perjanjian saragosa. Dalam perjanjian tersebut bangsa spanyol harus meninggalkan maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap berada di maluku.
·         Sultan Hairun
Untuk dapat memperkuat kedudukannya, portugis mendirikan sebuah benteng yang di beri nama Benteng Santo Paulo. Namun tindakan portugis semakin lama di benci oleh rakyat dan para penjabat kerajaan ternate. Oleh karena itu sultan hairun secara terang-terangan menentang politik monopoli dari bangsa portugis.
·      Sultan Baabullah
Sultan baabullah (Putra Sultan Hairun) bangkit menentang portugis. Tahun 1575 M Portugis dapat dikalahkan dan meninggalkan benteng.

B. KEHIDUPAN EKONOMI
Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat.
C. KEHIDUPAN SOSIAL
Kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius.
Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.
Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat.
Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda.

D. KEHIDUPAN BUDAYA
Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.

Sumber Bacaan :
1.       Kepulauan Rempah-rempah. M.Adnan Amal. Kepustakaan Populer Gramedia. 2010.
2.        Nusantara. Bernard H.M.Vlekke. Kepustakaan Populer Gramedia. 2008.
Sumber
·         www.melayuonline.com istana-tidore-maluku-utara
halmaheranews.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar