ABDUL AZIZ MUSLIM
4423107029
UTS Keanekaragaman Garut Part 1
Kabupaten Garut adalah
sebuah kabupaten di Provinsi jawa barat Indonesia. Ibukotanya adalah Garut.
Kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten sumedang di utara, kabupaten tasikmaaya di timur, samudera hindia di selatan, serta kabupaten cianjur dan kabupaten bandung di barat. Kabupaten Garut terdiri atas 42 kecamatan, yang dibagi lagi atas 420 desa dan 19 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Tarogong Kidul.
GEOGRAFI
Sebagian besar wilayah
kabupaten ini adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan berupa
dataran rendah yang sempit. Di antara gunung-gunung di Garut adalah: Gunung papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), keduanya
terletak di perbatasan dengan Kabupaten Bandung, serta Gunung Cikuray (2.821 m) di selatan kota Garut.
LETAK
Kabupaten
Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Tenggara pada koordinat
6º56'49 - 7 º45'00 Lintang Selatan dan 107º25'8 -
108º7'30 Bujur Timur. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah
administratif sebesar 306.519 Ha (3.065,19 km²) dengan batas-batas sebagai
berikut :
§ Utara:
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang
§ Timur:
Kabupaten Tasikmalaya
§ Selatan:
Samudera Hindia
§ Barat:
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur
Kabupaten
Garut yang secara geografis berdekatan dengan Kota Bandung sebagai ibukota
provinsi Jawa Barat, merupakan daerah penyangga danhinterland bagi
pengembangan wilayah Bandung Raya. Oleh karena itu, Kabupaten Garut mempunyai
kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan warga Kota dan Kabupaten Bandung,
sekaligus berperan di dalam pengendalian keseimbangan lingkungan.
IKLIM &
CUACA
Secara umum
iklim di wilayah Kabupaten Garut dapat dikatagorikan sebagai daerah beriklim
tropis basah (humid tropical climate) karena termasuk tipe Af sampai Am dari
klasifikasi iklim Koppen.
Berdasarkan
studi data sekunder, iklim dan cuaca di daerah Kabupaten Garut dipengaruhi oleh
tiga faktor utama, yaitu : pola sirkulasi angin musiman (monsoonal
circulation pattern), topografi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah
Jawa Barat; dan elevasi topografi di Bandung. Curah hujan rata-rata tahunan di
sekitar Garut berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan dan bulan
kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan mencapai 3500-4000
mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24 °C - 27 °C. Besaran
angka penguap keringatan (evapotranspirasi) menurut Iwaco-Waseco (1991) adalah
1572 mm/tahun.
Selama musim
hujan, secara tetap bertiup angin dari Barat Laut yang membawa udara basah dari
Laut Cina Selatan dan bagian barat Laut Jawa. Pada musim kemarau, bertiup angin
kering bertemperatur relatif tinggi dari arah Australia yang terletak di
tenggara. Bentang alam Kabupaten Garut Bagian Utara terdiri dari atas dua
aransemen bentang alam, yaitu : (1) dataran dan cekungan antar gunung
berbentuk tapal kuda membuka ke arah utara, (2) rangkaian-rangkaian gunung api
aktif yang mengelilingi dataran dan cekungan antar gunung, seperti komplek G.
Guntur - G. Haruman - G. Kamojang di sebelah barat, G. Papandayan - G. Cikuray
di sebelah selatan tenggara, dan G. Cikuray - G. Talagabodas - G. Galunggung di
sebelah timur. Bentang alam di sebelah Selatan terdiri dari dataran dan
hamparan pesisir pantai dengan garis pantai sepanjang 80 Km.
TOPOGRAFI
Ibukota
Kabupaten Garut berada pada ketinggian 717 m dpl dikelilingi oleh Gunung
Karacak (1.838 m), Gunung Cikuray (2.821 m),Gunung Ppandayan (2.622
m), dan Gunung Guntur (2.249 m).Karakteristik
topografi Kabupaten Garut: sebelah Utara terdiri dari dataran tinggi dan
pegunungan, sedangkan bagian Selatan (Garut Selatan) sebagian besar permukaannya
memiliki tingkat kecuraman yang terjal dan di beberapa tempat labil. Kabupaten
Garut mempunyai ketinggian tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling
rendah yang sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah tertinggi d ipuncak
gunung. Wilayah yang berada pada ketinggian 500-100 m dpl terdapat di
kecamatan Pakenjeng dan Pamulihan dan
wilayah yang berada pada ketinggian 100-1500 m dpl terdapat di kecamatan
cikajang,pakenjeng,pamulihan, Cisurupan dan Cisewu. Wilayah yang
terletak pada ketinggian 100-500 m dpl terdapat di kecamatan Cibalong,
Cisompet, Cisewu, Cikelet dan Bungbulang serta wilayah yang terletak di daratan
rendah pada ketinggian kurang dari 100 m dpl terdapat di kecamatan Cibalong dan
Pameungpeuk.
Rangkaian
pegunungan vulkanik yang mengelilingi dataran antar gunung Garut Utara umurnya
memiliki lereng dengan kemiringin 30-45% disekitar puncak, 15-30% di bagian
tengah, dan 10-15% di bagian kaki lereng pegunungan. Lereng gunung tersebut
umumnya ditutupi vegetasi cukup lebat karena sebagian diantaranya merupakan
kawasan konservasi alam. Wilayah Kabupaten Garut mempunyai kemiringan lereng
yang bervariasi antara 0-40%, diantaranya sebesar 71,42% atau 218.924 Ha berada
pada tingkat kemiringan antara 8-25%. Luas daerah landai dengan tingkat
kemiringan dibawah 3% mencapai 29.033 Ha atau 9,47%; wilayah dengan tingkat
kemiringan sampai dengan 8% mencakup areal seluas 79.214 Ha atau 25,84%; luas
areal dengan tingkat kemiringan sampai 15% mencapai 62.975 Ha atau 20,55%
wilayah dengan tingkat kemiringan sampai dengan 40% mencapai luas areal 7.550
Ha atau sekitar 2.46%.
Berdasarkan
arah alirannya, sungai-sungai di wilayah Kabupaten Garut dibagi menjadi dua
daerah aliran sungai (DAS) yaitu Daerah Aliran Utara yang bermuara di Laut Jawa
dan Daerah Aliran Selatan yang bermuara di Samudera Indonesia. Daerah aliran
selatan pada umumnya relatif pendek, sempit dan berlembah-lembah dibandingkan
dengan daerah aliran utara. Daerah aliran utara merupakan DAS sungai cimanuk Bagian
Utara, sedangkan daerah aliran selatan merupakan DAS Cikaengan dan Sungai
Cilaki. Wilayah Kabupaten Garut terdapat 33 buah sungai dan 101 anak sungai
dengan panjang sungai seluruhnya 1.397,34 Km; dimana sepanjang 92 Km
diantaranya merupakan panjang aliran sungai Cimanuk dengan 58 buah anak sungai.
Berdasarkan
interpretasi citra landsat Zona Bandung, nampak bahwa pola aliran sungai yang
berkembang di wilayah dataran antar gunung Garut Utara menunjukan karakter
mendaun, dengan arah aliran utama berupa sungai Cimanuk menuju ke utara. Aliran
Sungai Cimanuk dipasok oleh cabang-cabang anak sungai yang berasal dari lereng
pegunungan yang mengelilinginya. Secara individual, cabang-cabang anak sungai
tersebut merupakan sungai-sungai muda yang membentuk pola penyaliran
sub-paralel, yang bertindak sebagai subsistem dari DAS Cimanuk.
GEOLOGI
Berdasarkan
peta geologi skala 1:100.000 lembar Arjawinangun, Bandung dan Garut yang
dikompilasi oleh Ratman & Gafor (1998) menjadi peta geologi skala
1:500.000, tataan dan urutan batuan penyusun di wilayah Kabupaten Garut bagian
utara didominasi oleh material vulkanik yang berasosiasi dengan letusan
(erupsi) gunungapi, diantaranya erupsi G. Cikuray, G. Papandayan dan G. Guntur.
Erupsi tersebut berlangsung beberapa kali secara sporadik selama periode
Kuarter (2 juta tahun) lalu, sehingga menghasilkan material volkanis berupa
breksi, lava, lahar dan tufa yang mengandung kwarsa dan tumpuk menumpuk pada
dataran antar gunung di Garut.
Batuan tertua
yang tersingkap di lembah Sungai Cimanuk diantaranya adalah breksi volkanik
bersifat basaltic yang kompak, menunjukan kemas terbuka dengan komponen
berukuran kerakal sampai bongkah. Secara umum, batuan penyusun dataran antar
gunung Garut didominasi oleh material volkaniklasik berupa alluvium berupa
pasir, kerakal, kerikil, dan Lumpur. Jenis tanah komplek podsolik merah
kekuning-kuningan, podsolik kuning dan regosol merupakan bagian yang paling
luas terutama di bagian Selatan, sedangkan di bagian Utara didominasi tanah
andosol yang memberikan peluang terhadap potensi usaha sayur-mayur.
SEJARAH
Sejarah Kabupaten Garut berawal
dari pembubaran Kabupaten Limbangan pada tahun 1811 oleh Daendels dengan alasan
produksi kopi dari daerah Limbangan menurun hingga titik paling rendah nol dan
bupatinya menolak perintah menanam nila (indigo). Pada tanggal 16 Pebruari
1813, Letnan Gubernur di Indonesia yang pada waktu itu dijabat oleh Raffles,
telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang pembentukan kembali Kabupaten
Limbangan yang beribu kota di Suci. Untuk sebuah Kota Kabupaten, keberadaan
Suci dinilai tidak memenuhi persyaratan sebab daerah tersebut kawasannya cukup
sempit.
Berkaitan dengan hal tersebut,
Bupati Limbangan Adipati Adiwijaya (1813-1831) membentuk panitia untuk mencari
tempat yang cocok bagi Ibu Kota Kabupaten. Pada awalnya, panitia menemukan Cimurah,
sekitar 3 Km sebelah Timur Suci (Saat ini kampung tersebut dikenal dengan nama
Kampung Pidayeuheun). Akan tetapi di tempat tersebut air bersih sulit diperoleh
sehingga tidak tepat menjadi Ibu Kota. Selanjutnya panitia mencari lokasi ke
arah Barat Suci, sekitar 5 Km dan mendapatkan tempat yang cocok untuk dijadikan
Ibu Kota. Selain tanahnya subur, tempat tersebut memiliki mata air yang
mengalir ke Sungai Cimanuk serta pemandangannya indah dikelilingi gunung,
seperti Gunung Cikuray, Gunung Papandayan, Gunung Guntur, Gunung Galunggung,
Gunung Talaga Bodas dan Gunung karacak.
Saat ditemukan mata air berupa
telaga kecil yang tertutup semak belukar berduri (Marantha), seorang panitia
"kakarut" atau tergores tangannya sampai berdarah. Dalam rombongan
panitia, turut pula seorang Eropa yang ikut membenahi atau
"ngabaladah" tempat tersebut. Begitu melihat tangan salah seorang
panitia tersebut berdarah, langsung bertanya : "Mengapa berdarah?"
Orang yang tergores menjawab, tangannya kakarut. Orang Eropa atau Belanda
tersebut menirukan kata kakarut dengan lidah yang tidak fasih sehingga
sebutannya menjadi “gagarut”
Sejak saat itu, para pekerja dalam rombongan panitia menamai tanaman berduri dengan sebutan "Ki Garut" dan telaganya dinamai "Ci Garut". (Lokasi telaga ini sekarang ditempati oleh bangunan SLTPI, SLTPII, dan SLTP IV Garut). Dengan ditemukannya Ci Garut, daerah sekitar itu dikenal dengan nama Garut.. Cetusan nama Garut tersebut direstui oleh Bupati Kabupaten Limbangan Adipati Adiwijaya untuk dijadikan Ibu Kota kabupaten Limbangan.
Pada tanggal 15 September 1813
dilakukan peletakkan batu pertama pembangunan sarana dan prasarana ibukota,
seperti tempat tinggal, pendopo, kantor asisten residen, mesjid, dan alun-alun.
Di depan pendopo, antara alun-alun dengan pendopo terdapat
"Babancong" tempat Bupati beserta pejabat pemerintahan lainnya
menyampaikan pidato di depan publik. Setelah tempat-tempat tadi selesai
dibangun, Ibu Kota Kabupaten Limbangan pindah dari Suci ke Garut sekitar Tahun
1821. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal No: 60 tertanggal 7 Mei
1913, nama Kabupaten Limbangan diganti menjadi Kabupaten Garut dan beribu kota
Garut pada tanggal 1 Juli 1913. Pada waktu itu, Bupati yang sedang menjabat
adalah RAA Wiratanudatar (1871-1915). Kota Garut pada saat itu meliputi tiga
desa, yakni Desa Kota Kulon, Desa Kota Wetan, dan Desa Margawati. Kabupaten
Garut meliputi Distrik-distrik Garut, Bayongbong, Cibatu, Tarogong, Leles,
Balubur Limbangan, Cikajang, Bungbulang dan Pameungpeuk.
KEBUDAYAAN GARUT
Di garut terdapat sebuah tradisi kebudayaan
yang sering dilakukan oleh masyarakatnya setiap tahunnya yaitu Tradisi Adu
Domba. Adu domba merupakan salah satu kesenian yang digemari di jawa barat,
salah satunya digarut. Terutama dikalangan tradisional, kesenian ini merupakan
peninggalan leluhur yang masih bertahan eksistensinya hingga saat ini. Pada intinya adu domba ialah ajang pamer
ketangkasan hewan ternak yang pada akhirnya akan menaikkan gensi suatu
perkumpulan ternak tertentu. Para pesertanya ialah peternak-peternak domba yang
tersebar hampir diseluruh jawa barat. Terutama daerah garut,
sumedang,bandung,majalengka dan lainnya. Event adu domba dilaksanakan setiap
tahun dengan sistem kompetisi, hampir setiap bulan kegiatan ini dilaksanakan
bergilir didaerah-daerah.
Garut memang tak dipungkiri memiliki banyak
potensi, selain tradisi Adu Domba garut juga memiliki atraksi Lais yang
merupakan sebuah produk seni budaya khas dan asli garut. Lais merupakan
kesenian turun temurun yang diwariskan garut dalam bidang kesenian dan
kebudayaan, lais sendiri sebetulnya masih terkait dengan kesenian pencak silat.
Istilah Lais diambil dari nama seseorang warga yang begitu ahli dan terampil
memanjat pohon kelapa pada jaman dahulu, tepatnya pada masa penjajahan belanda.
Pak Lais atau Laisan. Begitulah beliau kerap dipanggil warga sekitar kampung
nangka pait, kecamatan sukawening, garut.
Terkait
dengan muasal kesenian Lais yang lahir pada masa penjajahan Belanda di daerah
Sukawening, maka warga sekitar menjadikan seni akrobatik ini sebagai kesenian
khas kampung tersebut dan seiring dengan bertambahnya waktu, kesenian Lais
terus diturunkan kepada penerusnya. Atraksi Lais sebuag kesenian asli garut ini
dapat disaksikan pada acara-acara adat dan juga gelaran-gelaran besar kabupaten garut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar