Nama : Anggraeni Marina
NIM :4423107046
Usaha Jasa Parwisata 2010'
"Tradisi Etnik Nusantara"
v Folklore
Lisan Di Kota Aceh
Merupakan folkor yang bentuknya murni
lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan.
Folkor jenis ini terlihat pada:
a)
Bahasa
rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat
dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan
dalam hidup sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.
b)
Ungkapan
tradisional adalah kelimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang.
Peribahasa biasanya mengandung kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti,
peribahasa, pepatah.
c)
Pertanyaan
tradisional (teka-teki), Menurut Alan Dundes, teka-teki adalah ungkapan lisan
tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya
harus diterka.
d)
Puisi
rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu.
Fungsinya sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai suatu
permainan, mengganggu orang lain. Seperti: pantun, syair, sajak.
e)
Cerita
prosa rakyat, merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun
(dari mulut ke mulut) di dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda, dongeng.
f)
Nyanyian
rakyat, adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan
melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu
mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran
hidup sehingga dapat manjadi semacam pelipur lara. Seperti: lagu-lagu dari
berbagai daerah.
Cerita Prosa Rakyat
Raja
Parakeet
Tersebutlah kisah, seekor raja burung
parakeet hidup beserta rakyatnya di sebuah hutan di Aceh. Hidup mereka damai.
Kedamaian tersebut terganggu, karena kehadiran seorang pemburu. Pada suatu hari pemburu tersebut berhasil
menaruh perekat di sekitar sangkar-sangkar burung tersebut.
Mereka berusaha melepaskan sayap dan
badan dari perekat tersebut. Namun upaya
tersebut gagal. Hampir semuanya panik,kecuali si raja parakeet. Ia berkata,
“Saudaraku, tenanglah. Ini adalah perekat yang dibuat oleh pemburu. Kalau
pemburu itu datang, berpura-puralah mati. Setelah melepaskan perekat, pemburu
itu akan memeriksa kita. Kalau ia mendapatkan kita mati, ia akan membuang kita.
Tunggulah sampai hitungan ke seratus, sebelum kita bersama-sama terbang
kembali.
Keesokan harinya, datanglah pemburu
tersebut. Setelah melepaskan perekatnya, ia mengambil hasil tangkapannya.
Betapa ia kecewa setelah mengetahui burung-burung tersebut sudah tidak bergerak,
disangkanya sudah mati. Namun pemburu tersebut jatuh terpeleset, sehingga
membuat burung-burung yang ada ditanah terkejut dan terbang. Hanya raja
parakeet yang belum terlepas dari perekat. Iapun ditangkap.
Raja Parakeet meminta pada pemburu itu
untuk tidak dibunuh. Sebagai imbalannya ia akan selalu menghibur si pemburu. Hampir tiap hari ia bernyanyi dengan
merdunya. Khabar kemerduan suara burung itu terdengar sampai ke telinga sang
Raja.
Raja menginginkan burung parakeet tersebut.
Sang Raja kemudian menukar burung itu dengan harta-benda yang sangat banyak. Di
istana sang Raja, burung parakeet ditaruh didalam sebuah sangkar emas. Setiap
hari tersedia makanan yang enak-enak.
Namun burung parakeet tidak bahagia. Ia
selalu ingat hutan Aceh tempat tinggalnya. Pada suatu hari ia berpura-pura
mati. Sang Raja sangat sedih dan memerintahkan penguburannya dengan upacara
kebesaran. Ketika persiapan berlangsung, burung itu diletakkan diluar sangkar.
Saat itu ia gunakan untuk terbang mencari kebebasanya. Ia terbang menuju hutan
kediamannya. Dimana rakyat burung parakeet setia menunggu kedatangannya.
Ungkapan Tradisional
Pepatah
1. Adat
mengenal, hukum membaca (adat mengenal atau mencari, hukum menimbang).
Segala
keputusan adat, tidak selamanya menjadi norma-norma agama. Keputusan-keputusan
adat selalu diinterpretasikan ke dalam hukum agama, apakah sejalan atau tidak.
Bila keduana telah bergandengan, maka hal itu sudah dipandang sempurna.
2. Yoh
na teuga taibadat, tahareukat yoh goh matee (selagi kuat beribadatlah, berusahalah
mencari rezeki sebelum mati).
Masa dan
waktu dimanfaatkan dengan sebaik-baikna, untuk beribadat kepada Allah,
disamping dipergunakan pula untuk mencari kebutuhan hidup.
3. Umur
geutanyo hanya siuro simalam, oleh sebabnyan taubat teu bakna (umur kita tidak
ada sehari semalam, oleh sebab itu, bertaubatlah).
Umur
manusia itu pendek sekali (sehari semalam). Untuk itu dianjurkan kepada
manusia, supaya selalu bertaubat kepada Tuhan (Allah).
4. Adat
meukoh reumbong, hukom meukoh pureh. Adat jeub beurangho takong, hukom hanyeut
talangeuh (Adat berporong rebung, hukum berpotong lidi. Adat bisa saja
dihidari, hukum tidak bisa dibantah).
Hukum
Tuhan adalah hukum yang lebih sempurna daripada ciptaan manusia. Oleh karena
itu tak boleh diganggu gugat.
5. Syeeruga
nyan diyup gaki ma (surga itu dibawah telapak kaki ibu).
Pepatah
ini menunjukkan bahwa ibu mendapat tempat yang teratas dalam pandangan agama,
sehingga seolah-olah surga itu ada di bawah telapak kaki ibu. Begitu mulianya
seorang ibu, sehingga apabila seseorang itu durhaka kepada ibunya, maka Tuhan
(Allah) tidak menyediakan surga kepada yang mendurhakai ibunya.
6. Lailah
haillallah, kalimah taibah payong pagee. Sou yang afai kaliah nyan, seulamat
iman di dalam hatee (Lailah haillallah, kalimah taubah payung kiamat. Siapa
yang hapal kalimah itu, selamat iman di dalam hatinya).
Seorang
hamba Allah yang taat mengerjakan ibadah, kepadanya akan diberikan balasan yang
setimpal di hari kiamat sesuai dengan amal perbuatannya.
7. Abeh
nyawong Tuhan tung, abeh areuta hukom pajoh (Habis nyawa, Tuhan yang ambil.
Habis harta, hukum yang makan).
Ke mana
saja pergi pada suatu saat kita akan dipanggil menghadap Tuhan.
8. Adat
bak po teumeureuhom, hukom bak syiah Kuala, Kanun bak putro Phang, Reusam bak
Lakseumana (bentara) Adat ngon hukom lage Zat ngon sifeut.
Adat yang
berlaku adalah kekuasaan raja, sedangkan hukum yang dijalankan adalah menurut
keputusan tuan puteri, sementara resam basi yang berjalan serta keamanan negeri
dipulangkan kepada laksamana atau bentara. Adat dan hukum seperti zat dan
sifat.
9. Raja
ade, Raje geuseumah, Raja laleem, Raja geusanggah (raja adil, raja disembah,
raja lalim, raja disanggah).
Setiap
raja yang memerintah dengan adil, bijaksana, pemurah dan jujur perlu disembah
atau diikuti, tetapi kalau raja itu lalim dan bertindak sewenang-wenang dalam
memerintah maka ia perlu disanggah.
10. Alah
satatang bana urek same buku, alah sesuai au jo pinago, ibarat pinang pulang ka
tampuak, sirih baliek kaguyanggayo, pucuak dicinto ulam tibo, kuah tatunggang
diaten nasi, lak kuak lai makanan, diateh daluang hidangan tiba (sudah tepat
benar urat dengan buku, sudah sesuai aur dengan pinaga, ibarat pinang pulang
ketampuk, sirih berbalik ketampunya, pucuk dicinta ulam tiba, kuah ditumpahkan
di atas nasi, tambah kuah tambah makanan, diatas dulang makanan tiba).
Makna dari
pepatah di atas menyatakan bahwa suatu pekerjaan yang paling cocok, sesuai dan
paling harmonis bagi seseorang.
11. Bia
sutan kota di kampuang, rajo di nagari, kalau ke rantau dagang juo (Biar bangsawan
kita di kampung, raja di negeri, kalau ke rantau dagang juga).
Walaupun
kita keturunan baik-baik di kampung sendiri atau pun raja di negeri sendiri,
tetapi bila kita berada di tempat lain atau negeri orang lain, haruslah kita
dengan kerendahan hati menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sehingga tidak
terjadi suatu pertentangan dengan penduduk setempat, baik langsung maupun tidak
langsung.
12. Umong
meuateung, ureng meupeutua. Rumoh meuadat, pukat meukaja (sawah berpematang,
orang berpemimpin, rumah beradat, pukat berkaja).
Setiap
masyarakat harus ada pemimpin untuk mengatur hak dan kewajiban anggota
masyarakatnya, sehingga tujuan kerajaan tercapai sebagaimana mestinya. Apabila
masyarakat tidak mempunyai pemimpin yang baik, maka suatu waktu akan rubuhlah
masyarakat itu.
13. Hukom
nanggro keupakaian, hukom Tuhan keu kulahkama (hukum negara untuk pakaian,
hukum Tuhan untuk Mahkota).
Hukum pada
suatu wilayah atau negara harus dipergunakan dan dipatuhi, sebagai tata cara
dalam menjalani hidup. Hukum Tuhan adalah merupakan pedoman hidup dan wajib
dijunjung tinggi lebih dari hukum negara itu sendiri.
14. Matee
aneuk na jeurat, matee adat pat tamita (mati anak ada kuburan, hilang adat
dimana kita harus mencarinya).
Seandainya
seseorang itu tidak lagi mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku dalam
masyarakat, berarti seseorang atau anggota masyarakat tersebut tindak tanduknya
menjurus kepada pembasmian adat istiadat yang berlaku. Kalau hal itu terjadi
bagaimanakah mengembalikan adat istiadat tersebut pada tempatnya semula.
15. Tajak
beutroh takalon beudeuh, beek rugo meuh saket hatee (pergi sampai ke batas,
melihat harus jelas, jangan sampai rugi mas sakit hati).
Apa yang
kita dengarkan maupun yang kita kerjakan atau lakukan, haruslah kita periksa
atau pikir-pikir dulu, jangan sampai menyesal dikemudian hari.
16. Uleueu
bak matee, ranteng beek patah. But beujeut, geutanyo beek leumah (ular harus
mati, ranting jangan patah. Pekerjaan harus jadi, kita jangan nampak).
Menyelesaikan
suatu perkara hendaklah dengan bijaksana, sehingga menyenangkan bagi kedua
belah pihak.
17. Tahimat
yek mantong na, beuteugoh that yoh goh cilaka (hemat semasa masih ada,
hati-hati sebelum celaka).
Berhematlah
semasa dalam keadaan senang (berada), dan berhati-hati pula sebelum terjerumus
(kena).
18. Bulet
lagu umut, tirus lagu gelas (bulat seperti batang pisang, lurus seperti gelas
atau gagang pancing).
Suatu
kebijaksanaan harus melalui mufakat yang bulat, untuk menuju kepada suatu
tujuan.
19. Lammem beramik pantas berulo.
Seseorang
yang sudah tersesat pantas dinasihati atau seseorang yang selalu ketinggalan di
belakang, pantas ditarik ke muka.
Rudah u mayang roh bak muka dro teuh
(meludah ke atas ke muka sendiri juga).
Orang yang mengkhianati orang lain, pada
suatu saat akan berlaku hukum karma (pembalasan) atas dirinya sendiri.
20. Karajo
biek elok dilakeh-lakehkan, jangan diselo dek nana buruak.
Pekerjaan yang baik itu bagus disegerakan,
supaya jangan diselingi oleh yang buruk.
21. Geumaseeh
papa, seutia matee (pengasih papa (miskin) setiap mati/hilang nyawa).
Orang
yang pengasih tidak sampai hati melihat orang lain menderita, akibatnya selalu
ia berada dalam kurungan sendiri. Demikian juga orang yang setia karena kawan,
karena teman seperjuangannya atau karena keluarganya, ia akan menanggung akibat
hilangnya nyawa karena membela kepentingan dan kehormatan atau pun keselamatan
mereka dari kemungkinan-kemungkinan pengkhianatan/penganiayaan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar