Nama : Anggraeni Masrina
NIM : 4423107046
Usaha Jasa Pariwisata 2010
"Tradisi Etnik Nusantara"
v Folklore
Sebagian Lisan Kota Aceh
Merupakan folklor yang bentuknya merupakan
campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta
sosial. Yang termasuk dalam folklor sebagian lisan, adalah:
a)
Kepercayaan
rakyat (takhyul), kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan logika
karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menyangkut kepercayaan
dan praktek (kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata.
b)
Permainan
rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa bantuan
orang dewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main tali,dsb.
c)
Teater
rakyat
d)
Tari
Rakyat
e)
Pesta
Rakyat
f)
Upacara
Adat yang berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan agama
ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan
sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap
memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.
Permainan
rakyat
Permainan
tradisional merupakan sejumlah lakon sehari-hari dalam masyarakat yang kemudian
disejajarkan menjadi sebuah keriangan. Ia lalu dijadikan sebagai sebuah
permainan yang hidup dan berkembangan dalam masyarakat secara regenerasi. Seluruh
daerah di permukaan bumi ini memiliki permainan tradisional. Namun, permainan
tradisional sudah hampir terpinggirkan dan tergantikan dengan permainan modern.
Hal ini terutama terjadi di kota-kota besar.
Di
Aceh sendiri, tercatat sejumlah permainan dalam masyarakatnya. Permainan yang
sudah hidup dan berkembang sejak zaman dahulu (tak ditentukan) itu menjadi
patut diketahui oleh anak-anak Aceh sekarang, minimal sebagai ingatan terhadap
suatu yang pernah ada di Bumi Fansuri ini. Pentingnya permainan tradisional
bagi anak-anak adalah terhadap perkembangan jiwa, fisik, dan mental anak.
Karena itu, berikut kami coba hadirkan sejumlah permainan tradisional
masyarakat Aceh yang oleh masyarakat di sini terkadang menjadikannya sebagai
ajang kompetisi.
Geulayang
Tunang
Pada
zaman dahulu, permainan ini diselenggarakan sebagai pengisi waktu setelah
masyarakat suatu tempat panen padi. Sebagai pengisi waktu, permainan ini sangat
bersifat rekreatif. Oleh karena itu, permainan ini sering kali dilombakan dalam
acara peringatan hari kemerdekaan RI atau even-even kebudayaan lainnya di Aceh
semisal Pekan Kebudayaan Aceh.
Geudeue-Geudeue
Geudeue-geudeue
atau ada yang menyebutnya due-due adalah permainan ketangkasan yang terdapat di
daerah Pidie. Di samping ketangkasan, kegesitan, keberanian, dan ketabahan,
pemain geudeue-geudeue harus bertubuh tegap dan kuat serta memiliki otot yang
meyakinkan. Permainan ini kadang-kadang berbahaya, karena merupakan permainan
adu kekuatan.
Permainan
ini dilakukan oleh seorang yang berbadan tegap. Mulanya dia tampil di arena
menantang dua orang lain yang juga bertubuh tegap. Pihak pertama mengajak pihak kedua yang
terdiri atas dua orang supaya menyerbu kepada yang menantang. Ketika terjadi
penyerbuan, pihak pertama memukul dan menghempaskan penyerangnya (pok), sedangkan pihak yang pihak kedua menghempaskan pihak yang pertama.
Dalam tiap permainan, bertindak empat orang juru pemisah yang disebut ureueng
seumubla (juri), yang berdiri selang-seling mengawasi setiap pemain. Permainan
ini mirip dengan olahraga sumo Jepang, bedanya hanya pada jumlah pemain.
Peupok
Leumo
Peupok
Leumo adalah sejenis permainan yang khas terdapat di Aceh Besar. Permainan ini
merupakan suatu permainan mengadu sapi. Permainan ini sebelumnya berkembang di
kalangan peternak sapi. Zaman dahulu, lazimnya peupok leumo diselenggarakan
oleh sekelompok peternak yang berada pada satu lokasi seperti yang berada pada
satu kampung atau lebih luas lagi satu mukim, yang diselenggarakan seminggu
sekali. Hari penyelenggaraan permainan ini biasanya setiap Minggu atau Jumat,
tetapi tidak tertutup kemunginan di hari lainnya. Lazimnya dilaksanakn pada
sore hari, sekitar pukul 16.00-18.00 WIB atau selepas asar.
Selaian
peupok leumo yang mirip dengan karapan sapi di Betawi, masih ada lagi acara peupok
leumo tunang, yaitu permainan peupok leumo untuk mencari sapi yang akan keluar
sebagai pemenang. Acara peupok leumo tunang ini biasanya diselenggarakan dengan
menggunaka panitia dan dewan juri. Persoalan waktu, tergantung kepada cuaca dan
musim-musim tertentu, seperti sehabis panen atau waktu lain seperti pada
hari-hari besar dan sebagainya.
Pacu
Kude
Pacu
Kude dapat diartikan duduk di atas kuda yang lari atau dapat diartikan sebagai
pacuan kuda. Permainan ini terdapat di Kabupaten Aceh Tengah. Hal ini karena
daerah Takengon terdapat padang rumput yang sangat luas serta kuda memang alat
angkutan yang sangat praktis di daerah pegunungan, di samping untuk membajak
sawah.
Sehabis
panen, biasanya kuda-kuda ini tidak mempunyai kegiatan apa-apa yang dianggap
penting. Waktu-waktu seperti itu sering kuda-kuda tersebut berlari-lari
berkelompok. Kebiasaan ini dikoordinir akhirnya terbentuk permainan pacu kude. Pada
awalnya permainan ini adalah permainan informal, tidak ada aturan yang baku
untuk dilaksanakan. Namun, lama kelamaan, permainan ini ditingkatkan menjadi
permainan resmi dan terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi.
Lenggang
Rotan
Lenggang
rotan merupakan jenis permainan yang terbuat dari rotan kecil yang dibuat
melingkat seperti gelang besar. Rotan yang digunakan biasanya seukuran jempol
tangan atau bisa lebih kecil. Rotan yang sudah dilingkarkan seperti gelang
besar akan dimainkan di pinggang sambil menggoyang pinggang. Rotan tersebut
akan berputar. Orang yang rotannya jatuh terlebih dahulu dianggap kalah.
Permaianan ini umumnya juga terdapat di dataran tinggi Gayo, karena di sana
memang terdapat banyak rotan.
Ø Upacara Adat
Upacara Perkawinan Adat Aceh
Tahapan Melamar (Ba
Ranub)
Untuk mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah
dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang yang bijak dalam
berbicara (disebut theulangke) untuk mengurusi perjodohan ini. Jika theulangke
telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlabih dahulu dia akan meninjau
status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan menyampaikan maksud
melamar gadis itu.
Pada hari yang telah di sepakati datanglah rombongan orang2 yang dituakan dari pihak pria ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya seperti gambe, pineung reuk, gapu, cengkih, pisang raja, kain atau baju serta penganan khas Aceh. Setelah acara lamaran iini selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.
Pada hari yang telah di sepakati datanglah rombongan orang2 yang dituakan dari pihak pria ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya seperti gambe, pineung reuk, gapu, cengkih, pisang raja, kain atau baju serta penganan khas Aceh. Setelah acara lamaran iini selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.
Tahapan Pertunangan
(Jakba Tanda)
Bila lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang
kembali untuk melakukan peukeong haba yaitu membicarakan kapan hari perkawinan
akan dilangsungkan, termasuk menetapkan berapa besar uang mahar (disebut
jeunamee) yang diminta dan beberapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya
pada acara ini sekaligus diadakan upacara pertunangan (disebut jakba tanda).
Acara ini pihak pria akan mengantarkan berbagai makanan khas
daerah Aceh, buleukat kuneeng dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat
pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria.
Namun bila ikatan ini putus ditengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang
memutuskan maka tanda emas tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau
penyebabnya adalah pihak wanita maka tanda emas tersebut harus dikembalikan
sebesar dua kali lipat.
Persiapan Menjelang
Perkawinan
Seminggu menjelang akad nikah, masyarakat aceh secara
bergotong royong akan mempersiapkan acara pesta perkawinan. Mereka memulainya
dengan membuat tenda serta membawa berbagai perlengkapan atau peralatan yang
nantinya dipakai pada saat upacara perkawinan. Adapun calon pengantin wanita
sebelumnya akan menjalani ritual perawatan tubuh dan wajah serta melakukan
tradisi pingitan. Selam masa persiapan ini pula, sang gadis akan dibimbing mengenai
cara hidup berumah tangga serta diingatkan agar tekun mengaji.
Selain itu akan dialksanakan tradisi potong gigi
(disebut gohgigu) yang bertujuan untuk meratakan gigi dengancara dikikir. Agar
gigi sang calon pengantin terlihat kuat akan digunakan tempurung batok kelapa
yang dibakar lalu cairan hitam yang keluar dari batok tersebut ditempelkan pada
bagian gigi. Setelah itu calon pengantin melanjutkan dengan perawatan luluran
dan mandi uap.
Selain tradisi merawat tubuh, calon pengantin wanita
akan melakukan upacara kruet andam yaitu mengerit anak rambut atau bulu-bulu
halus yang tumbuh agar tampak lebih bersih lalu dilanjutkan dengan pemakaian
daun pacar (disebut bohgaca) yang akan menghiasi kedua tangan calon pengantin.
Daun pacar ini akan dipakaikan beberapa kali sampai menghasilkan warna merah
yang terlihat alami.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan mengadakan
pengajian dan khataman AlQuran oleh calon pengantin wanita yang selanjutnya
disebut calon dara baro (CBD).Sesudahnya, dengan pakaian khusus, CBD
mempersiapkan dirinya untuk melakukan acara siraman (disebut seumano pucok) dan
didudukan pad asebuah tikaduk meukasap.
Dalam acara ini akan terlihat beberapa orang ibu akan
mengelilingi CBD sambil menari-nari dan membawa syair yang bertujuan untuk memberikan
nasihat kepada CBD. Pada saat upacara siraman berlangsung, CBD akan langsung
disambut lalu dipangku oleh nye’wanya atau saudara perempuan dari pihak orang
tuanya. Kemudian satu persatu anggota keluarga yang dituakan akan memberikan
air siraman yang telah diberikan beberapa jenis bunga-bungaan tertentu dan
ditempatkan pada meundam atau wadah yang telah dilapisi dengan kain warna
berbeda-beda yang disesuaikan dengan silsilah keluarga.
Upacara Akad Nikah
dan Antar Linto
Pada hari H yang telah ditentukan, akan dilakukan
secara antar linto (mengantar pengantin pria). Namun sebelum berangkat kerumah
keluarga CBD, calon pengantin pria yang disebut calon linto baro(CLB)
menyempatkan diri untuk terlebih dahulu meminta ijin dan memohon doa restu pada
orang tuanya. Setelah itu CLB disertai rombongan pergi untuk melaksanakan akad
nikah sambil membawa mas kawin yang diminta dan seperangkat alat solat serta
bingkisan yang diperuntukan bagi CDB.
Sementara itu sambil menunggu rombongan CLB tiba
hingga acara ijab Kabul selesai dilakukan, CDB hanya diperbolehkan menunggu di
kamarnya. Selain itu juga hanya orangtua serta kerabat dekat saja yang akan
menerima rombongan CLB. Saat akad nikah berlangsung, ibu dari pengantin pria
tidak diperkenankan hadir tetapi dengan berubahnya waktu kebiasaan ini
dihilangkan sehingga ibu pengantin pria bisa hadir saat ijab kabul. Keberadaan
sang ibu juga diharapkan saat menghadiri acara jamuan besan yang akan diadakan
oleh pihak keluarga wanita.
Setelah ijab kabul selesai dilaksanakan, keluarga CLB
akan menyerahkan jeunamee yaitu mas kawin berupa sekapur sirih, seperangkat
kain adat dan paun yakni uang emas kuno seberat 100 gram. Setelah itu dilakukan
acara menjamu besan dan seleunbu linto/dara baro yakin acara suap-suapan di
antara kedua pengantin. Makna dari acara ini adalah agar keduanya dapat seiring
sejalan ketika menjalani biduk rumah tangga.
Upacara Peusijeuk
Yaitu dengan melakukan upacara tepung tawar, memberi
dan menerima restu dengan cara memerciki pengantin dengan air yang keluar dari
daun seunikeuk, akar naleung sambo, maneekmano, onseukee pulut, ongaca dan lain
sebagainya minimal harus ada tiga yang pakai. Acara ini dilakukan oleh beberapa
orang yang dituakan(sesepuh) sekurangnya lima orang.
Tetapi saat ini bagi masyarakat Aceh kebanyakan ada
anggapan bahwa acara ini tidak perlu dilakukan lagi karena dikhawatirkan dicap
meniru kebudayaan Hindu. Tetapi dikalangan ureungchik (orang yang sudah tua dan
sepuh) budaya seperti ini merupakan tata cara adat yang mutlak dilaksanakan
dalam upacara perkawinan. Namun kesemuanya tentu akan berpulang lagi kepada
pihak keluarga selaku pihak penyelenggara, apakah tradisi seperti ini masih
perlu dilestarikan atau tidak kepada generasi seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar