Ujian Tengah Semester (Part 2)
Folklore Lisan
Nama : Drieka Kesuma Putri
No.reg : 4423107033
LEGENDA RAJAMALA
Nama Rajamala, artinya raja segala macam penyakit atau malapetaka. la
dikenal di Surakarta sebagai tokoh dalam jagad pewayangan. Rajamala adalah putera
angkat dari resi Palasara dengan dewi durgandini. Rajamala tercipta dari mala
penyakit dewi Durgandini (Dewi Satyawati) yang tertelan seekor ikan betina.
Rajamala terjadi bersamaan dengan saudarinya yang lain yaitu kencakarupa, Rupakenca,
Setatama, Gandawana dan Dewi Ni Yutisnawati. Selain itu Rajamala juga mempunyai
tiga saudara angkat yaitu abiyasa, putera Resi Palasara dengan Dewi Durgandini,
Wicitrawirya dan Citragada Putera Dewi Durgandini dengan Prabu Santanu.
Rajamala berwatak keras hati dan
mempunyai tubuh yang besar besar, Dadanya ditumbuhi bulu-bulu lebat, demikian
juga . Wajahnya menakutkan karena ia bertaring. Taring itu tampak keluar dari
sisi bibirnya. Tokoh Rajamala biasanya muncul dalam lakon Kongso
Menyabung Ayam. Akan tetapi, yang berlaga sebenarnya bukan dua ekor
ayam jantan, melainkan manusia. Mereka adalah Rajamala yang terkenal sakti dan
kejam, melawan Bima, ksatria dari keluarga Pandawa. Walaupun Bima juga memiliki
tubuh besar, kuat, dan sakti, perkelahian mereka hampir tidak seimbang. Sebab,
setiap kali Bima berhasil mendaratkan pukulan hebat hingga Rajamala tersungkur
ke tanah, ia langsung disiram air sendang (semacam kolam alam yang jernih
airnya) oleh pembantunya. Segera si raja penyakit bangkit kembali, bahkan lebih
kuat. Tidak mengherankan jika Bima mulai lelah. Melihat keadaan yang
membahayakan ini, Krisna, penasihat pemerintahan keluarga Pandawa, segera memberi
isyarat kepada Arjuna, adik iparnya, untuk mencelupkan keris pusakanya, Pulanggeni,
ke dalam sendang itu. Ketika untuk kesekian kalinya Rajamala
tersungkur, pembantunya segera menyiramnya dengan air dari sendang itu. Kali
ini, Rajamala tidak segera bangkit, malahan mengerang kesakitan dan akhirnya
mengembuskan napasnya yang penghabisan.
Seperti
apakah kira-kira bentuk wajah Rajamala? Jika kalian pergi ke Museum Keraton
Surakarta, akan melihat wajah itu. Akan tetapi, Rajamala di museum itu hanya
berwujud kepala dengan ukuran besar sekali. Pada mulanya kepala itu sebagai canthik (hiasan), biasanya ada di haluan dan buritan sebuah
perahu.
Menurut
beberapa abdi dalem (pegawai
keraton), kepala Rajamala itu diresmikan tanggal 19 Juli 1811, yang dipasang pada
sebuah perahu dengan luas 58,9 x 6,5 meter persegi. Perahu itu kemudian diberi
nama Kiai Rajamala. Menurut sebuah sumber yang tersimpan di keraton, kepala
raksasa itu dibuat oleh seorang tukang kayu ahli ukir atas perintah Raja Paku
Buwono IV. Gagasan pembuatan perahu dan canthik itu karena adanya persembahan
berupa perahu dari Gubernur Jenderal Daendels dengan canthik berupa perawan
Belanda di haluan maupun di buritan kapal. Ketika perahu Kiai Rajamala selesai
dibuat, perahu persembahan Daendels dan Kiai Rajamala segera dinikahkan dengan
upacara lengkap sebagaimana biasanya pernikahan seorang laki-laki dan seorang
perempuan. Upacara itu dilaksanakan di Sungai Kedhung Penganten.
Mengapa perahu itu diberi canthik Rajamala? Seorang
punggawa keraton dapat menceritakan riwayatnya dengan panjang lebar. Alkisah,
pada suatu hari Raja Paku Buwono IV tengah bersedih hati karenapermaisuri
beliau, Ratu Kencana Wungu, tidak mena.mpakkan kegembiraan seperti biasanya.
Tentu saja, jika seorang ibu menunjukkan wajah bersungutsungut, suasana di
dalam rumah menjadi tidak bergairah. Keadaan ini berlangsung beberapa minggu
sehingga raja pun putus asa. Karena sedih, sering hingga jauh malam raja tidak
dapat tidur. Akan tetapi, pada suatu hari, selepas ayam berkokok pada pukul
tiga pagi, raja terlena beberapa menit. Pada saat yang demikian singkat itu,
raja merasa ditemui seorang tua yang arif dan bijaksana. Orang tua itu
mengingatkan raja akan kisah pewayangan sebelum kelahiran Pandawa, yaitu cerita
percintaan antara Dewi Durgandini dan Raja Palasara.
Karena dari
ketiak Durgandini muncul bau amis yang tajam sekali, para dewa mengusulkan agar
ia menjadi tukang perahu. Tugasnya membantu orangorang desa yang ingin.
menyeberang dari satu tepi sungai ke tepi yang lain. Suatu pagi, tibalah
seorang kelana, elok parasnya, bernama Palasara. la minta agar Durgandini
menyeberangkannya ke tepi sungai di seberang sana. Seperti biasa, Durgandini menerima
tugas itu dengan senang. Ketika perahu tiba di tengah sungai, arus menjadi deras. Air menghempas perahu
dan sebagian menyiram tubuh Durgandini. Tiba-tiba, tubuh Durgandini bersinar.
Bau tubuhnya yang amis lenyap seketika berganti dengan bau yang harum mewangi.
Mencium bau harum semerbak dari tubuh Durgandini yang basah kuyup, Palasara
merasa tertarik. Wajah Durgandini juga bertambah cantik. Timbullah hasrat
Palasara untuk meraba lengan Durgandini. Akan tetapi, begitu tangan Palasara
menyentuh lengan perawan cantik itu, perahu yang ditumpanginya pecah. Sebagian
perahu berubah menjadi manusia
raksasa. Wajah raksasa itu menakutkan. la bernama Rajamala.
Lima menit
terlena dalam mimpi, Raja Paku Buwono IV terbangun. Keesokan harinya, beliau segera
membicarakan kemungkinan dibuatnya perahu dengan canthik kepala Rajamala.
Gagasan itu diperkuat oleh persembahan perahu dari Daendels.
Untuk
melaksanakan gagasan itu, seorang tukang kayu dipanggil. la diutus untuk
mencari kayu dari pohon jati, di desa Danalaya, di wilayah Wonogiri. Akan
tetapi, tatkala pohon jati yang dimaksud akan ditebang, para penebang terserang
penyakit. Ternyata, penyakit itu disebarkan oleh bocah bajang (anak kerdil
yang memiliki tenaga gaib, tidak dapat dilihat dengan mata biasa). Dengan
berbagai upaya, akhirnya bocah bajang itu dapat dikalahkan. Pohon jati dapat
ditebang dan pembuatan perahu serta canthik-nya dapat dimulai.
Agar
pelaksanaannya terlepas dari gangguan, Raja Paku Buwono IV memerintahkan
Adipati Anom untuk memimpin. Akan tetapi, setiap hari Adipati Anom
bertanya-tanya, untuk apa Raja Paku Buwono IV memerintahkan pembuatan perahu
sebesar itu. la menduga, mungkin karena jengkel terhadap Ratu Kencana Wungu
yang berasal dari Madura. Mungkin, permaisuri akan dikembalikan ke tempat
asalnya. Dengan mengikuti arus Bengawan Solo, perahu Rajamala yang membawa
Kencana Wungu akan sampai di pulau itu. Akan tetapi, jika hal ini dilaksanakan
dapat-berakibat buruk. Raja Madura akan tersinggung dan perang dapat meletus.
Oleh karena itu, Adipati Anom merasa perlu mempersiapkan diri menghadapi
kemungkinan paling buruk. Kepada seorang empu (pembuat keris) bernama Ki Brojoguna, Adipati
Anommemerintahkan pembuatan sebilah keris panjang, kuat, dan sakti.
Akan tetapi, begitu keris selesai dibuat, Adipati
Anom terkejut karena perahu Rajamala ternyata tidak untuk mengembalikan Ratu
Kencana Wungu. Di luar dugaan, seperti telah diceritakan pada awal cerita,
upacara pernikahan dilaksanakan. Ratu Kencana Wungu tidak hanya mendengar
berita adanya upacara itu, tetapi dia juga hadir di tengah para tamu.
Para tamu terheran-heran karena selama upacara
berlangsung bau wangi semerbak memenuhi seluruh tempat upacara pernikahan
berlangsung. Makin dekat dengan tempat duduk Ratu Kencana Wungu, bau harum
makin tercium kuat. Dalam waktu sekejap dapat diketahui bahwa bau itu berasal
dari tubuh Ratu Kencana Wungu. Tidak hanya itu, wajah Ratu pun berseri-seri
karena hatinya terhibur. Rajamala yang di da!am cerita wayang berwatak jahat
dan bengis, telah diubah menjadi “raja” yang menghilangkan semua “mala”.
Setelah mengetahui peristiwa luar biasa itu, Adipati
Anom merasa menyesal. Dugaannya ternyata tidak benar sama sekali. Antara
bayangan dan kejadian bertolak belakang. Tidak mengherankan jika hatinya sedih,
bahkan pikirannya dibayangi ketakutan akan marahnya Raja Paku Buwono IV jika
mengetahui semuanya itu. Akan tetapi, sebagai seorang ksatria yang terdidik
bertindak jujur dan berhati bersih, Adipati Anom akhirnya menghadap Raja Paku
Buwono IV dan menghaturkan semua yang sudah dilakukannya. la mengatakan, jika
tindakannya dianggap salah, ia siap dihukum berat. Akan tetapi, Raja Paku
Buwono IV malahan tersenyum, ditepuktepuknya bahu Adipati Anom sambil diberi
pujian. Mengapa? Sebab Adipati Anom telah menjalankan tugasnya
dengan baik dan berani melaporkan semua yang telah dilakukannya walaupun dengan
risiko akan dihukum berat.
Mulai saat
itu, suasana keraton kembali ceria karena Ratu Kencana Wungu telah bergembira
kembali. Tidak hanya dari tubuhnya bau wangi itu menyebar ke seluruh negeri,
tetapi juga dari dalam lubuk hatinya. Rajamala sebagai simbol kedengkian dan
kejahatan telah diubah menjadi penanda ketenteraman dan kasih sayang.
Kesimpulan
Walaupun nama Paku Buwono IV ada dalam sejarah,
cerita tentang canthik Rajamala lebih banyak merupakan legenda. Dari legenda
ini ada tiga hikmah dapat dipetik. Pertama, kejujuran dan kesiapsiagaan Adipati
Anom pantas dicontoh. Kedua, Paku Buwono IV sebagai raja menunjukkan
kebijaksanaannya yang arif. Ketiga, ada isyarat bahwa kejahatan dapat dikalahkan
dengan kasih. Jelasnya, melalui upacara pernikahan, Rajamala tidak lagi menjadi
simbol kedengkian. Dengan wajahnya yang buruk, Rajamala dapat membuat duka
Ratu Kencana Wungu berubah menjadi ceria.
Sumber
:
·
http://www.hadisukirno.com/artikel-detail?id=187
Tidak ada komentar:
Posting Komentar