Adat perkawinan Palembang adalah suatu pranata yang
dilaksanakan berdasarkan budaya dan aturan di Palembang. Melihat adat
perkawinan Palembang, jelas terlihat bahwa busana dan ritual adatnya mewariskan
keagungan serta kejayaan raja-raja dinasti Sriwijaya yang mengalaimi keemasan
berpengaruh di Semananjung Melayu berabad silam. Pada zaman kesultanan
Palembang berdiri sekitar abad 16 lama
berselang setelah runtuhnya dinasti Sriwijaya, dan pasca Kesultanan pada
dasarnya perkawinan ditentukan oleh keluarga besar dengan pertimbangan bobot,
bibit dan bebet. Pada masa sekarang ini perkawinan banyak ditentukan oleh kedua
pasang calon mempelai pengantin itu sendiri.
Berikut ini uraian tata cara dan pranata yang berkaitan
dengan perkawinan Palembang.
Milih Calon. Calon dapat diajukan oleh si anak yang akan
dikawinkan, dapat juga diajukan oleh orang tuannya. Bila dicalonkan oleh orang
tua, maka mereka akan menginventariskan dulu siapa-siapa yang akan dicalonkan,
anak siapa dan keturunan dari keluarga siapa.
Madik. Madik Berasal dari kata bahasa Jawa Kawi yang
berarti mendekat atau pendekatan. Madik
adalah suatu proses penyelidikan atas seorang gadis yang dilakukan oleh utusan
pihak keluarga pria.Tujuannya untuk perkenalan, mengetahui asal usul serta
silsilah keluarga masing-masing serta melihat apakah gadis tersebut belum ada
yang meminang.
Menyengguk. Menyengguk atau sengguk berasal dari bahasa Jawa
kuno yang artinya memasang “pagar” agar gadis yang dituju tidak diganggu oleh
sengguk (sebangsa musang, sebagai kiasan tidak diganggu perjaka lain).
Menyengguk dilakukan apabila proses Madik berhasil dengan baik, untuk
menunjukkan keseriusan, keluarga besar pria mengirimkan utusan resmi kepada
keluarga si gadis. Utusan tersebut membawa tenong atau sangkek terbuat dari anyaman
bambu berbentuk bulat atau segi empat berbungkus kain batik bersulam emas
berisi makanan, dapat juga berupa telor, terigu, mentega, dan sebagainya sesuai
keadaan keluarga si gadis.
Ngebet. Bila proses sengguk telah mencapai sasaran, maka
kembali keluarga dari pihak pria berkunjung dengan membawa tenong sebanyak 3
buah, masing-masing berisi terigu, gula pasir dan telur itik. Pertemuan ini
sebagai tanda bahwa kedua belah pihak keluarga telah “nemuke kato” serta
sepakat bahwa gadis telah ‘diikat’ oleh pihak pria. sebagai tanda ikatan,
utusan pria memberikan bingkisan pada pihak wanita berupa kain, bahan busana,
ataupun benda berharga berupa sebentuk cincin, kalung, atau gelang tangan.
Berasan. Berasal dari bahasa Melayu artinya bermusyawarah,
yaitu bermusyawarah untuk menyatukan dua keluarga menjadi satu keluarga besar.
Pertemuan antara dua pihak keluarga ini dimaksudkan untuk menentukan apa yang
diminta oleh pihak si gadis dan apa yang akan diberikan oleh pihak pria. Pada
kesempatan itu, si gadis berkesempatan diperkenalkan kepada pihak keluarga
pria. Biasanya suasana berasan ini penuh dengan pantun dan basa basi. Setelah
jamuan makan, kedua belah pihak keluarga telah bersepakat tentang segala
persyaratan perkawinan baik tata cara adat maupun tata cara agama Islam. Pada
kesempatan itu pula ditetapkankapan hari berlangsungnya acara “mutuske kato”.
Dalam tradisi adat Palembang dikenal beberapa persyaratan dan tata cara
pelaksanaan perkawinan yang harus disepakati oleh kedua belah pihak keluarga,
baik secara syariat agama Islam, maupun menurut adat istiadat. Menurut syariat
agama Islam, kedua belah pihak sepakat tentang jumlah mahar atau mas kawin,
Sementara menurut adat istiadat, kedua pihak akan menyepakati adat apa yang
akan dilaksanakan, apakah adat Berangkat Tigo Turun, adat Berangkat duo
Penyeneng, adat Berangkat Adat Mudo, adat Tebas, ataukah adat Buntel Kadut,
dimana masing-masing memiliki perlengkapan dan persyaratan tersendiri.
Mutuske Kato. Acara ini bertujuan kedua pihak keluarga
membuat keputusan dalam hal yang berkaitan dengan:”hari ngantarke belanjo” hari
pernikahan, saat Munggah, Nyemputi dan Nganter Penganten, Ngalie Turon, Becacap
atau Mandi Simburan dan Beratib. Untuk menentukan hari pernikahandan acara
Munggah, lazim dipilih bulan-bulan Islam yang dipercaya memberi barokah bagi
kedua mempelai kelak yakni bulan Robiul Awal, Robiul Akhir, Jumadilawal,
Jumadilakhir. Bulan-bulan tersebut konon dipercayah bahwa bulan purnama sedang
cantik-cantiknya menyinari bumi sehingga cahayanya akan menjadi penerang
kehidupan bagi kedua mempelai secerah purnama. Saat ‘mutuske kato’ rombongan
keluarga pria mendatangi kediaman pihak wanita dimana pada saat itu pihak pria
membawa 7 tenong yang antara lain berisi gula pasir, terigu, telur itik, pisang
dan buah-buahan. Selain membuat keputusan tersebut, pihak pria juga memberikan
(menyerahkan) persyaratan adat yang telah disepakati saat acara berasan.
sebagai contohnya, bila sepakat persyaratan adat Duo Penyeneng, maka pihak pria
pada saat mutoske kato menyerahkan pada pihak gadis dua lembar kemben tretes
mider, dua lembar baju kurung angkinan dan dua lembar sewet songket cukitan.
Berakhirnya acara mutuske kato ditutup dengan doa keselamatan dan permohonan
pada Allah SWT agar pelaksanaan perkawinan berjalan lancar. Disusul acara sujud
calon pengantin wanita pada calon mertua, dimana calon mertua memberikan emas
pada calon mempelai wanita sebagai tanda kasihnya. Menjelang pulang 7 tenong
pihak pria ditukar oleh pihak wanita dengan isian jajanan khas Palembang untuk
dibawa pulang.
Nganterke Belanjo. Prosesi nganterke belanjo biasanya
dilakukan sebulan atau setengah bulan bahkan beberapa hari sebelum acara
Munggah. Prosesi ini lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita, sedangkan kaum
pria hanya mengiringi saja.
Uang belanja (duit belanjo) dimasukan dalam ponjen warna
kuning dengan atribut pengiringnya berbentuk manggis. Hantaran dari pihak calon
mempelai pria ini juga dilengkapi dengan nampan-nampan paling sedikit 12 buah
berisi aneka keperluan pesta, antara lain berupa terigu, gula, buah-buahan
kaleng, hingga kue-kue dan jajanan.
Lebih dari itu diantar pula’enjukan’ atau permintaan yang telah ditetapkan saat
mutuske kato, yakni berupa salah satu syarat adat pelaksanaan perkawinan sesuai
kesepakatan. Bentuk gegawaan yang juga disebut masyarakat Palembang ‘adat
ngelamar’ dari pihak pria (sesuai dengan kesepakatan) kepada pihak wanita
berupa sebuah ponjen warna kuning berisi duit belanjo yang dilentakan dalam
nampan, sebuah ponjen warna kuning berukuran lebih kecil berisi uang pengiring
duit belanjo, 14 ponjen warna kuning kecil diisi koin-koin logam sebagai
pengiring duit belanjo, selembar selendang songket, baju kurung songket, sebuah
ponjen warna kuning berisi uang’timbang pengantin’ 12 nampan berisi aneka macam
barang keperluan pesta, serta kembang setandan yang ditutup kain sulam berenda.
Persiapan Menjelang Akad Nikah. Ada beberapa ritual yang
biasanya dilakukan terhadap calon pengantin wanita yang biasanya dipercaya
berkhasiat untuk kesehatan kecantikan, yaitu betangas. Betangas adalah mandi
uap, kemudian Bebedak setelah betangas, dan berpacar (berinai) yang diberikan
pada seluruh kuku kaki dan tangan dan juga telapak tangan dan kaki yang disebut
pelipit.
Upacara Akad Nikah. Menyatukan sepasang kekasih menjadi suami
istri untuk memasuki kehidupan berumahtangga. Upacara ini dilakukan dirumah
calon pengantin pria, seandainya dilakukan dirumah calon pengantin wanita, maka
dikatakan ‘kawin numpang’. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan masa, kini
upacara akad nikah berlangsung dikediaman mempelai wanita. Sesuai tradisi bila
akad nikah sebelum acara Muggah, maka utusan pihak wanita terlebih dahulu
ngantarke keris ke kediaman pihak pria.
Ngocek Bawang. Ngocek Bawang diistilahkan untuk melakukan
persiapan awal dalam menghadapi hari munggah. Pemasangan tapup, persiapan
bumbu-bumbu masak dan lain sebagainya disiapkan pada hari ini. Ngocek bawang
kecik ini dilakukan dua hari sebelum acara munggah.
Selanjutnya pada esok harinya sehari sebelum munggah,
dilakukan acara ngocek bawang besak. Seluruh persiapan berat dan perapian
segala persiapan yang belum selesai dikerjakan pada waktu ini. Daging, ayam dan
lain sebagainya disiapkan saat munggah, mengundang (ngulemi) ke rumah besannya,
dan si pihak yang di ulemi pada masa ngocek bawang wajib datang, biasannya pada
masa ini diutus dua oarang yaitu wanita dan pria.
Munggah. Prosesi ini merupakan puncak rangkaian acara
perkawinan adat Palembang. Hari munggah biasanya ditetapkan hari libur diantara
sesudah hari raya Idul Fitri & Idul Adha. Pada pagi hari sebelum acara,
dari pihak mempelai wanita datang ke pihak laki-laki (ngulemi) dengan mengutus
satu pasang lelaki & wanita.
Selain melibatkan banyak pihak keluarga kedua mempelai, juga
dihadiri para tamu undangan. Munggah bermakna agar kedua pengantin menjalani
hidup berumah tangga selalu seimbang atau timbang rasa, serasi dan damai.
Pelaksanaan Munggah dilakukan dirumah kediaman keluarga
pengantin wanita. Sebelum prosesi Munggah dimulai terlebih dahulu dibentuk
formasi dari rombongan pria yang akan menuju kerumah kediaman keluarga
pengantin wanita. Sebelum prosesi Munggah dimulai terlebih dahulu dibentuk
formasi yang akan berangkat menuju rumah pengatin wanita. Formasi itu adalah
kumpulan (grup) rudat dan kuntau. Pengatin Pria diapit oleh kedua orang tua,
dua orang pembawa tombak, seorang pembawa payung pengantin, didampingi juru
bicara, pembawa bunga langsih dan pembawa ponjen adat serta pembawa hiasan adat
dan gegawan.
Nyanjoi. Nyanjoi dilakukan disaat malam sesudah munggah dan
sesudah nyemputi. Biasannya nyanjoi dilakukan dua kali, yaitu malam pertama
yang datang nyanjoi rombongan muda-mudi, malam kedua orang tua-tua. Demikian
juga pada masa sesudah nyemputi oleh pihak besan lelaki.
Nyemputi. Dua hari sesudah munggah biasannya dilakukan acara
nyemputi. Pihak pengantin lelaki datang dengan rombongan menjemputi pengantin
untuk berkunjung ketempat mereka, sedangkan dari pihak wanita sudah siap
rombongan untuk nganter ke pengantin. Pada masa nyemputi penganten ini di rumah
pengantin lelaki sudah disiapkan acara keramaian (perayaan). Perayaan yang
dilakukan untuk wanita-wanita pengantin ini baru dilakukan pada tahun 1960-an,
sedangkan sebelumnya tidak ada.
Ngater Penganten. Pada masa nganter penganten oleh pihak
besan lelaki ini, di rumah besan wanita sudah disiapkan acara mandi simburan.
Mandi simburan ini dilakukan untuk menyambut malam perkenalan antara pengantin
lelaki dengan pengantin wanita. Malam perkenalan ini merupakan selesainya tugas
dari tunggu jeru yaitu wanita yang ditugaskan untuk mengatur dan memberikan
petunjuk cara melaksanakan acara demi acara disaat pelaksanaan perkawinan.
Wanita tunggu jeru ini dapat berfunsi sebagai penanggal atau penjaga
keselamatan berlangsungnya seluruh acara perkawinan yang kemungkinan akan ada
gangguan dari orang yang tak senang.
Dalam upacara perkawinan adat Palembang, peran kaum wanita
sangat domonan, karena hampirseluruh kegiatan acara demi acara diatur dan
dilaksanakan oleh mereka. Pihak lelaki hanya menyiapkan “ponjen uang”. Acara
yang dilaksanakan oleh pihak lelaki hanya cara perkawinan dan acara beratib
yaitu acara syukuran disaat seluruh upacara perkawinan sudah diselesaikan.
Tari
Tradisonal Sumatera Selatan:
Tari Gending Sriwijaya merupakan tarian penyambutan dari Kota
Palembang. Tari ini melukiskan kegembiraan gadis-gadis Palembang saat menerima
kunjungan tamu yang diagungkan. “Tepak” yang berisi, kapur, sirih, pinang, dan
ramuan lainnya dipersembahkan sebagai ungkapan rasa bahagia.
Tari Genta Siwa merupakan tarian persembahan atau pemujaan
yang menggambarkan keagungan Dewa Siwa. Tarian ini juga melukiskan keagungan
Kerajaan Sriwijaya, gerakan-gerakan dalam tarian ini merupakan kolaborasi dari
tari Gending Sriwijaya, tari Tanggai dan tari Lilin.
Tari Tampak Rebana merupakan sebuah tari garapan baru yang
bersumber dari musik sarafol anam dan tari Rodat. Akan tetapi penata tari hanya
mengambil sebagian kecil dari bunyi pukulan terbangan dan gerakan yang terdapat
pada musik sarofal anam dan tari Rodat, sehingga pada tari Tampak Rebana ini
musik tidak hanya dimainkan oleh pemain musik tetapi juga dapat dimainkan oleh
penari.
Tari Dana merupakan tarian rasa gembira bagi kalangan remaja
ketika mereka bertemu dengan teman-temannya, saling bercengkrama dan saling
bercanda ria. Perasaan tersebut diwujudkan melalui ayunan langkah dan
lenggak-lenggok tangan yang dibawakan oleh remaja-remaja dalam tari Dana ini.
Biasanya tarian ini dibawakan secara berpasangan tetapi perkembangan sekarang
tarian ini umumnya dibawakan oleh laki-laki saja.
Tari Melati Karangan merupakan tarian yang menggambarkan
tentang keagungan para gadis dan ibu daerah Palembang dengan ciri khasnya
masing-masing. Lenggak dan subangnya itulah ciri khas gadis Palembang,
sedangkan baju kurung dan selendang merupakan ciri khas ibu-ibu dari Palembang.
Tari Lenggok Musi merupakan tarian yang diilhami oleh alunan
dan sentakan riak gelombang Sungai Musi. Kipas adalah lambang kesejukan. Setiap
orang yang kepanasan pasti berkipas-kipas agar tubuhnya merasa sejuk. Sebagai
lambang kedamaian-kesejukan, kipas dipakai sebagai properti.
UTS Part 3
Indri Yanti
4423107038
Appreciate your effort to preserve our rich local Palembang traditions
BalasHapus