NAMA : YULI HADI
NO REG : 4423107053
Merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara
pembuatannya diajarkan secara lisan. Biasanya meninggalkan bentuk
materiil(artefak). Yang termasuk dalam folklor bukan lisan:
(a) Arsitektur rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci).
Arsitektur merupakan sebuah seni atau ilmu merancang
bangunan.
(b) Kerajinan tangan rakyat
Awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi waktu senggang
dan untuk kebutuhan rumah tangga.
(c) Pakaian/perhiasan tradisional yang khas dari
masing-masing daerah
(d) Obat-obatan tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat
masuk angin)
(e) Masakan dan minuman tradisional
Rumah bagi orang Jawa merupakan patokan tentramnya
suatu keluarga, sebab dengan sudah mampu memiliki rumah, keluarga tersebut
sudah merasa tenang, tidak harus nyewa atau ngindung (numpang).
Rumah-rumah yang ada di daerah perkotaan sangat
padat, sehingga hampir tidak ada batas atau garis pemisah antara rumah satu
dengan lainnya. Berbeda dengan rumah-rumah yang ada di daerah pedesaan, yang
penduduknya masih memiliki pekarangan cukup luas, maka batas antar rumah sangat
jelas, misalnya dibatasi pagar, pohon atau tanaman. Dahulu hanya orang yang
tergolong dan terpandang dalam masyarakatlah, yang dapat membangun rumah joglo
yang besar dan megah. Berbeda dengan orang biasa, pada umumnya mereka membangun
rumah setengah permanen, atau rumah bentuk kampung ata rumah limasan sederhana.
Perbedaan dari sebutan rumah itu dilihat dari atapnya dan kelengkapan ruangan
dalam satu rumah. Tapi sekarang Rumah Joglo sudah dapat dibuat oleh golongan
manapun asalkan cukup biayanya.
Orang Jawa menyebut rumah omah yang berarti tempat
tinggal. Bentuknya empat persegi panjang atau bujur sangkar. Bentuk rumah joglo
merupakan bentuk rumah tradisional Jawa yang paling sempurna. Bangunan ini
memiliki bentuk dan teknik pembuatan tinggi, sehingga tampak sangat megah dan
artistik. Keistimewaan rumah joglo terletak pada empat soko guru yang menyangga
blandar tumpang sari. Kemudian bagian kerangka yang disebut brunjung yaitu
bagian atas keempat soko guru atau tiang utama sampai bubungan yang disebut
molo atau suwunan. Oleh karenanya rumah joglo banyak membutuhkan kayu sebagai
bahan bangunannya.
Rumah tradisional Jawa bukanlah berbentuk
panggung. Sebagai fondosi (bebatur) dibuat dari tanah yang ditinggikan dan
dipadatkan atau diperkeras, yang menurut istilah setempat disebut dibrug. Tiang
rumah didirikan di atas ompak, yaitu alas tiang dari batu alam berbentuk
persegi empat, bulat atau segi delapan. Pada mulanya rumah joglo hanya bertiang
empat seperti yang ada di bagian tengah rumah joglo jaman sekarang (soko guru).
Selanjutnya joglo diberi tambahan pada bagian samping dan bagian lain, sehingga
tiangnya bertambah sesuai dengan kebutuhan.
Susunan Ruangan
Dari halaman depan, pertama-tama yang kita temui
adalah ruangan lepas terbuka yang disebut pendopo. Ruang ini berfungsi sebagai
tempat menerima tamu, pertemuan bila ada musyawarah serta kegiatan kesenian
seperti menari, bermain sandiwara atau pementasan wayang. Pada bagian pinggir
pendopo, yaitu bagian emperannya dahulu tempat anak-anak perempuan bermain
dakon. Pada waktu ada upacara atau pagelaran kesenian, pendopo ini menjadi
tempat pertunjukkan. Sementara para undangan duduk di bagian kanan dan kiri
ruang pendopo. Ruang terdepan diperuntukkan bagi iringan gamelan atau musik
pemilik rumah beserta keluarga duduk dalam ruangan pendopo menghadap keluar
searah bangunan.
Selanjutnya masuk ke ruangan tengah yang disebut
pringgitan, tempat untuk mementaskan wayang (pringgit). Kadang-kadang antara
pendopo dan pringgitan dibuat terpisah oleh gang kecil yang disebut longkangan.
Ruang tersebut digunakan untuk jalan kendaraan kereta atau mobil keluarga. Bila
pendopo bersambung dengan pringgitan, maka untuk pemberhentian kendaraan dibuat
di depan pendopo, yang disebut kuncung.
Dari ruang tengah kemudian menuju ruang belakang,
yang disebut dalem atau omah jero. Ruangan ini berfungsi sebagai ruang keluarga
atau tempat menerima tamu wanita. Di kala ada pementasan wayang kulit, dahulu
wanita hanya diperbolehkan menyaksikan di balik kelir, di ruangan ini. Di dalem
atau rumah jero, terdapat tiga buah kamar atau senthong yaitu senthong kiwo
(kiri), senthong tengah dan senthong tengen (kanan).
Pada para petani, senthong kiwo berfungsi untuk
menyimpan senjata atau barang-barang keramat. Senthong tengah untuk menyimpan
benih atau bibit akar-akaran atau gabah. Sedangkan senthong tengen untuk ruang
tidur. Kadang-kadang senthong tengah dipakai pula untuk berdoa dan pemujaan
kepada Dewi Sri. Oleh karenanya disebut juga pasren atau petanen. Senthong
tengah tersebut diberi batas kain yang disebut langse atau gedhek, berhias anyaman
yang disebut patang aring.
Pada rumah joglo milik bangsawan, senthong tengah
ini berisi bermacam-macam benda lambang (perlengkapan) yang mempunyai kesatuan
arti yang sakral (suci). Setiap benda memiliki arti lambang kesuburan dan
kebahagiaan rumah tangga. Sebelah kiri, kanan dan belakang senthong terdapat
gandhok, yaitu bangunan kecil yang digunakan untuk tempat tinggal kerabat. Bila
ada upacara atau kenduri, gandhok ini dipakai untuk tempat para wanita
mengerjakan segala keperluan dan persiapan upacara terutama mengatur makanan
yang sudah dimasak di dapur. Dapur (pawon) terletak di belakang dalem, yang
selain untuk memasak, juga berfungsi sebagai tempat menyimpan perkakas dapur
serta bahan makanan seperti kelapa, palawija, beras dan sebagainya. Antara
gadhok kiri dan kanan dengan dalem, dibuat gerbang kecil yang disebut
seketheng.
Ragam Hias
Ragam Hias
Fungsi hiasan pada suatu bangunan adalah untuk
memberi keindahan, yang diharapkan dapat memberi ketentraman dan kesejukan bagi
yang menempatinya. Pada orang Jawa di Yogyakarta, hiasan rumah tersebut banyak
diilhami oleh flora, fauna, dan alam. Pada alas tiang yang disebut umpak,
biasanya diberi hiasan terutama umpak pada soko guru. Hiasan tersebut berupa
ukiran bermotif bunga mekar, yang disebut Padma. Padma adalah bunga teratai
merah sebagai lambang kesucian, kokoh dan kuat yang tidak mudah tergoyahkan
oleh segala macam bencana yang menimpanya.
Ragam hias lung-lungan merupakan ragam hias yang
paling banyak dijumpai. Lung-lungan berarti batang tumbuh-tumbuhan melata yang
masih muda. Hiasan ini biasanya diukirkan pada kayu, banyak mengambil gambar
bunga teratai, bunga melati, daun markisa dan tanaman lain yang bersifat
melata. Semua hiasan itu memberi arti ketentraman, di samping sifat wingit dan
angker.
Ragam hias saton dan tlacapan merupakan dua kesatuan yang tidak terpisahkan, memberi arti persatuan dan kesatuan.
Ragam hias saton dan tlacapan merupakan dua kesatuan yang tidak terpisahkan, memberi arti persatuan dan kesatuan.
Ragam hias nanasan, mengambil contoh buah nanas
yang penuh duri, melambangkan bahwa untuk mendapat sesuatu yang diinginkan,
harus mampu mengatasi rintangan yang penuh duri.
Ragam hias yang banyak bernuansa fauna banyak
mengambil gambar burung garuda, ayam jago, kala, dan ular. Burung garuda
merupakan jenis burung yang paling besar yang mampu terbang tinggi di angkasa,
melambangkan pemberantas kejahatan. Biasanya ragam hias garuda dipadukan dengan
ragam hias ular, karena ular mempunyai unsur jahat.
Ragam hias jago yang mengambil gambar ayam jago,
memiliki arti penghuni rumah mempunyai andalan pada berbagai bidang, baik anak
laki-laki maupun perempuan, sebab andalan itu merupakan kebanggaan seluruh
keluarga.
Ragam hias perwujudan alam berupa gunung,
matahari, dan sebagainya. Ragam hias gunungan berarti hiasan yang bentuknya
mirip dengan gunung.
Gunungan merupakan lambang alam semesta dengan
puncaknya yang melambangkan pula keagungan dan keesaan. Sedangkan kayon atau
pohonnya melambangkan tempat berlindung dan ketentraman. Dengan demikian ragam
hias tersebut memberi arti bahwa keluarga yang menempati rumah itu dapat
berteduh dan mendapatkan ketentraman, keselamatan serta dilindungi Tuhan Yang
Maha Kuasa.
Ragam hias praba berarti sinar, mengandung arti
menyinari tiang-tiang yang terpancang di rumah tersebut, sehingga dapat menyinari
rumah secara keseluruhan.
Ragam hias mega mendhung berarti awan putih dan
awan hitam. Mega mendhung melambangkan dua sisi yang berbeda, seperti ada siang
ada malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, tegak dan datar, hidup dan
mati dan sebagainya. Dengan demikian ragam hias tersebut mengandung makna
bahwasannya manusia dalam hidup di dunia ini harus selalu ingat bahwa di dunia
ini ada dua sifat yang sangat berbeda, oleh karenanya setiap manusia harus
mampu membedakan keduanya dan mana yang lebih bermanfaat dalam hidup sebagai
pilihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar