Banyumas
Annas Suryotoro
4423107032
·
Geografis Banyumas
wilayah
Banyumas terbentang dari sisi barat daya propinsi jawa tengah (pulau
jawa bagian tengah) pulau jawa berada diantara 5°
lintang selatan, 10°
lintang selatan dan 105°
bujur timur, 115°
bujur timur, dari serangkaian kepulauan
nusantara bagian barat. Sedangkan secara adminitrasi pemerintah, wilayah
banyumas terbagi menjadi empat kabupaten: Banyumas, cilacap, purbalingga, dan
banjarnegara. Disebelah barat berbatasan langsung dengan wilayah propinsi jawa
barat dengan sungai citanduy sebagai batas territorial dengan wilayah jawa
tengah. Sebelah selatan dibatasi oleh pantai samudera Hindia, sebelah tenggara
berbatasan dengan daerah bagelen (Kabupaten Kebumen), sebelah timur dengan
kabupaten Wonosobo, sedang sebelah utara berbatasan dengan kabupaten
pekalongan, pemalang, tegal, dan brebes.
Dalam sejarahnya, wilayah ini dahulu
merupakan daerah mancanegara dari kerajaan-kerajaan jawa sejak majapahit,
demak, pajang, mataram, kartasura hingga kasunanan Surakarta. Setelah perang
jawa (perang Diponegoro, 1925-1930), Kadipaten banyumas dilepaskan dari
kekuasaan kasunanan Surakarta dan menjadi wilayah kekuasaan pemerintah kolonial
HIndia belanda tahun 1830. Sejak itulah sejarah peta politik Banyumas berubah.
Oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda, bekas Kadipaten Banyumas di pecah
menjadi 2 kabupaten, banyumas dan ajibarang. Keduanya dipersiapkan untuk
menjadi wilayah karesidenan bersama dengan tiga Kabupaten lainnya, yaitu
purbalingga, banjarnegara, dan cilacap. Pada waktu pemerintah karesidenan
terbentuk tahun 1833, bupati ke 2
Ajibarang memindahkan ibu kota kabupaten ke kota Purwokerto (1832) dan berganti
nama menjadi Kabupaten Purwokerto. Pada akhir tahun 1935, kabupaten Purwokerto
digabungkan kembali. Dan di masa orde baru keempat kabupaten tersebut secra
administratif langsung berada di bawah kewenangan Gubernur Propinsi Jawa
Tengah, dengan status sebagai daerah Pembantu Gubernur Jawa Tengah wilayah
Banyumas.
Banyumas bagian tengah merupakan tanah pegunungan
kapur yang membujur dari barat ke timur, yang disebut pegunungan kendeng. Batas
bagian pegunungan perahu dengan puncak tertingginya Gunung Slamet dan Gunung
perahu di dataran tinggi Dieng. Wilayah ini terbelah menjadi beberapa lembah
karena adanya beberapa aliran sungai. Di daerah paling barat mengalir aliran
sungai Citanduy yang menjadi batas dengan wilayah Jawa barat dan sungai
bermuara ke Samudera Hindia. Di daerah bagian
timur sungai Citanduy, mengalir anak-anak sungai Tajum, logawa, Mengaji, Apa,
Jengok, Bodhas, Banjaran, dan Kalibener. Di bagian timur-utara, mengalir
anak-anak sungai Klwing, merawu, dan Sapi. Semua anak sungai itu bermuara ke
sungai serayu yang merupakan sungai terpanjang dan terbesar, merentang dari
ujung timur laut dengan mata air di Gunung Perahu bermuara di ujung barat
dayake Samudera Hindia. Di bagian tenggara, mengalir kali Bodho yang menjadi
batas dengan Kabupaten Kebumen, sehingga keseluruhan wilayah ini merupakan
daerah curah hujan dengan skala volume yang cukup tinggi.
·
Demografis (jumlah
sebaran)
Secara historis, wilayah Banyumas bagian
barat merupakan wilayah perbatasan yang rakyatnya terkait hubungan persaudaraan
dengan kraton Pakuan Parahiyangan (pajajaran). Hubungan itu terjalin sejak
jaman Kadipaten Pasirluhur, yaitu sejak adanya hubungan perkawinan antara
keturunan kedua daerah tersebut. Sedangkan wilayah Banyumas bagian timur
memiliki hubungan historis silsilah pangiwa (garis perempuan) dan menjadi
wilayah mancanegara dari kraton-kraton Jawa, sejak Kerajaan Majapahit II,
Pajang, Mataram II, Kartasura, Surakarta hingga Ngayogyakarta.
Orang Banyumas dapat dideskripsikan
dengan longgar, orang-orang yang masih merasa dan mengakui memiliki kakek-nenek
moyang (leluhur) sampai dengan bapak-ibunya, dilahirkan, meninggal dunia atau
seumur hidupnya tinggal-menetap di wilayah yang dulunya menjadi Kadipaten
Pasirluhur, dayeuhluhur, Pasirbatang, Wirasaba 1 (zaman hindhu), Kadipaten
Wirasaba II (zaman pra-Islam), Mrapat (kejawar/Banyumas, Wirasaba/purbalingga,
Banjar Pertambakan/Bajarnegara, Merden/Cilacap) sampai menjadi wilayah
Karesidenan Banyumas. Artinya, walaupun sekarang orang-orang itu tidak lagi
tinggal-menetap dalam wilayah adminitrasi pemerintahan bekas Karesidenan
Banyumas, mereka masih mengakui dirinya masih berdarah keturunan orang
Banyumas. Mereka itu masih tetap menjadi orang Banyumas.
Dan siapa saja yang pernah tinggal
menetap di wilayah Karesidenan Banyumas. Artinya , mereka pernah merasa hidup
tenteram dan bahagia, melahirkan putera-puterinya, dapat bergaul nyaman dengan
masyarakat Banyumas, namun karena tugas dan pekerjaannya mereka kini tidak lagi
tinggal di wilayah Banyumas. Dari mana asal garis keturunannya dan di mana pun
tempat tinggal mereka sekarang, namun sudah terlanjur jatuh cinta pada kehidupan
Karesidenan banyumas, mereka juga tetap sebagai orang Banyumas.
·
Sejarah
Sejarah
a) Periode
Hindu/Budha
Zaman
hindu Banyumas berkaitan dengan sejarah kerajaan Pakuan Parahiyangan
(pajajaran), kadipaten Pasirluhur, dan Kerajaan Majapahit II.
Babad
pasirluhur merupakan awal dari percaturan sejarah lokal dan menjadi sumber
legalitas dari para elit di sepanjang sejarah pemerintahan wilayah barat daya
Jawa bagian tengah, yang kini bernama Banyumas dan bagian timur Jawa Barat .
Babad Pasirluhur menuturkan kisah dari zaman Kerajaan Pakuan Parahiyangan
(pajajaran) di Jawa Barat bagian timur sejak pemerintahan Sri Prabu Linggawesi
dewa Niskala (1466-1474), yang kemudian dilanjutkan oleh puteranya yang
bergelar Sri Prabu Linggawastu Ratu
Purana Jaya Dewata (1474-1513). Sri Prabu Linggawastu memiliki empat putera,
yaitu Raden Harya Banyak Catra, Raden Harya Banyak Blabur, Raden Harya Ngampar,
dan Dewi Retna Pamekas.
b) Periode
Islam
Zaman
Islam Banyumas berkaitan dengan Kerajaan Demak dan Panjang.
Adipati
Banyak Belanak salah satu keturunan kedelapan
trah Kamandaka, Adipati banyak belanak berhasil menjadi salah satu tokoh
Kerajaan Demak yang berhasil merintis pengembangan agama Islam di Kadipaten
Pasirluhur. Dengan didampingi tokoh agama Islam Demak, pangeran Makedum Wali,
Adipati Banyak Belanak berhasil mengembangkan agama Islam sampai Tanah Pasundan
(Parahiyangan). Rakyat di daerah Kelundhung Bentar, Endralaya, Batulaya,
Timbanganten, Ukur, dan Cibalunggung berhasil diislamkan.
c) Periode
Kolonial
Zaman
pemerintahan penjajahan Kolonial Hindia Belanda, kaitannya dengan perkembangan
status pemerintahan di wilayah banyumas sendiri.
Perubahan
status di wilayah bekas Kadipaten Wirasaba itu, bahwa, wilayah itu sedang
dipersiapkan menjadi Karesidenan, telah menghilangkan hubungan kekerabatan
antara Kasunanan Surakarta dan wilayah barat daya Jawa Tengah. Diambil alihnya
wilayah Banyumas oleh pemerintahan Kolonial Hindia Belanda sangat merugikan
Kasunanan Surakarta sebab wilayah Banyumas merupakan wilayah lumbung padi yang
sejak zaman Sultan Agung menjadi sumber pemenuhan kebutuhan pangan Mataram.
Persiapan perubahan status itu memang telah mulai dilakukan oleh Gubernur
Jendral G.A Baron van der Capellen (1818-1826). Apa yang pernah dipikirkan oleh
Daendelsdan Raffles.
d) Peran
andilnya rakyat Banyumas dalam beberapa peristiwa:
1. Perjuangan
pengembangan Islam di wilayah bagian barat Jawa Tengah sampai bagian timur Jawa
Barat pada masa pra-Islam Demak,
2. Perjuangan
dalam mendukung kebutuhan logistic pasukan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang
menyerang Batavia tahun 1628 dan 1629 dalam rangka mengusir Kompeni Belanda,
3. Perjuangan
merebut kembali Kerajaan Mataram (Kerta) yang diduduki oleh pemberontak
Trunojoyo pada masa Amangkurat I (Tegal Arum),
4. Perjuangan
menghadapi pemberontakan pacina di Kasunanan Kartasura pada masa Paku Buwana
II,
5. Perjuangan
Pangeran Mangkubumi melawan gabungan Kompeni Belanda dan Kasunanan Surakarta
pada masa Paku Buwana III, sampai menjadi Hamengku Buwana I setelah
menandatangi perjanjian Giyani dan kemudian dinobatkan menjadi Sultan Ngayogyakarta,
6. Perjuangan
Hamengku Buwana I membangun kerajaan Ngayogyakarta,
7. Perjuangan
Hamengku Buwana II ketika menghadapi Gubernur Jendral Thomas Stamford raffles
yang menyerbu ke dalam Istana Kerajaan Ngayogyakarta dan merampas semua karya
pustaka kerajaan yang kemudian di boyong ke Inggris untuk penyusunan bukunya,
history of java (1817),
8. Perjuangan
Pangeran Diponogoro dalam Perang Jawa (1825-1830) yang mengintervensi urusan
dalam Kraton Ngayogyakarta.
·
Kebudayaan
Kebudayaan sebagai perangkat nilai yang
menjadi landasan pokok untuk menentukan sikap terhadap dunia luar, bahkan untuk
mendasari setiap langkah yang akan dan harus dilakukannya sehubungan dengan
pola hidup dan cara kemasyaratannya, akan terwujud dalam bentuk norma hidup.
Wujud norma hidup itu sendiri adalah berupa alam pikir, alam budi, alam karya,
alam tatasila, dan alam seni. Alam seni meliputi seni rupa (pahat, sungging,
lukis) seni sastra, seni suara, seni tari, seni music, seni drama, olah raga dan
sebagainya.
Beberapa wujud karya seni orang banyumas
akan ditunjukan pada peribahasa banyumasan misalnya:
a) Wateke
kendhung anteng ngeleneng, wateke kali cethek kemrasak: orang yang dalam
ilmunya sifatnya pendiam, namun orang yang dangkal ilmunya sifatnya
berkowar-kowar, tidak ada maunya.
b) Wateke
watu atos, wateke kleyang nglayang: orang yang teguh kepribadianya tidak mudah
dipengaruhi oleh orang lain. Sebaliknya, orang yang goyah kepribadiannya mudah
terpengaruhi.
c) Wateke
ula nglingker, watake jaran mengkal: orang yang pemalas bila sudah kenyang
perutnya tentu hobinya tidur melulu. Sebaliknya , orang yang rajin bekerja
jangan sekali-kali dicurigai,disindir atau dituduh, bila hal itu dilakukan,
pasti orang itu akan menghindari konfrontasi atau bahkan akan melawan dengan
keras.
d) Wateke
kebo bodho, wateke kancil keminter: orang yang terlalu bodoh diibaratkan
seperti kerbau dungu, yang tak kan bergerak bila tidak dipukul, sebaliknya ,
orang yang terlalu banyak bicaranya, bahkan menjadi penganjur/provokator,
banyak usul, namun hanya teoritis saja, akan diibaratkan sebagai sungai deras,
namun tidak membayakan, oaring cerewet itu tidak ada isinya, banyak berteori
saja.
e) Wateke
walang methengkrang, wateke kucing mlincur: orang selalu mengadalkan atau
membanggakan kekayaan , jabatan, derajat dari orang tuanya, sesungguhnya
kesombongannya itu hanya untuk menutupi atau menyembunyikan kecebolan jiwanya
saja. Begitu juga orang suka memamerkan atau riya, suka menonjolkan
kegantengannya, kesosialannya, kebaikan dirinya, sesungguhnya adalah tukang
mengelak dan menghindari tanggung jawab.
Sedangkan bagian-bagian lainnya
menunjukan beragam karya seni tari dan drama tradisional yaitu :
a) Sintren:
sebuah bentuk seni pertunjukan rakyat di wilayah Jawa Tengah bagian barat
(Cilacap dan Brebes) dan Jawa Barat bagian timur (Cirebon dan Ciamis), seni
tari yang bersifat mitis, memiliki ritus magis tradisional tertentu yang
mencengangkan.
b) Lengger:
salah satu seni budaya tradisional rakyat Banyumas yang dimainkan ledhek(
seorang wanita ) dan pengibing (seorang laki-laki) dengan gerakan bodor
(pelucu/lawak).
c) Begalan
: sebagai seni pentas arena dengan misi memberikan nasihat perkawinan bagi
mempelai.
d) Jemblung
banyumasan:pertunjukan seni tutur atau cerita wayang, legenda, babad, sejarah
lokal yang dimainkan oleh beberapa orang.
e) Tembang
dolanan: seni suara permainan anak-anak kecil, yang sebagai hiburan dan nasihat.
Sumber buku:
·
Budiono Herusatoto.
2001. Begalan, Seni Tradisional Banyumasan Karya Sang Adipati. Kedauletan
rakyat , juni.
·
Bambang purwanto.
2003.Historisme baru dan penulisan sejarah dalam sastra interdisipliner.
Yogyakarta: Qalam.
·
Sugeng Priyadi. 2007.
Sejarah intelektual Banyumas. Yogyakarta: Aksara Indonesia.
·
Budiono Herusatoto.
2008. Banyumas Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak. Yogyakarta: LKIS.
·
Salam kenal...tulisan yg bagus nih..
BalasHapus