Dalam
keseharian sering saya melihat dan memperhatikan bahwa ketika melihat seseorang
yang merupakan orang jawa di sekitar saya seolah-olah apa yang tergambarkan
dalam visualisasi saya tidak lagi menggambarkan apa yang tercermin pada diri
mereka dalam hal ini identitas yang mereka miliki sebagai bangsa jawa. Point
ini bukan memberikan satu pandangan sepihak dengan tendensi bahwa saya turut
melakukan suatu tindakan ofensif dengan melakukan kritik yang tersebutkan
melainkan sebagai pengingat bagi kita bersama bahwa disadari atau tidak
identitas kita sebagai pewaris kebudayaan nenek moyang nyatanya sudah luntur
bahkan nyaris tidak berbekas.
Sebagai
satu paduan utuh kebudayaan Jawa memiliki keanekaragaman yang begitu beragam
serta memiliki perwatakan yang seakan mewakili sebuah landmark bahwasannya dia
adalah orang jawa. Persebaran bangsa jawa sendiri di Indonesia sangat luas
jangkauannya. Kalau dipertanyakan apa yang menjadi ciri khas kebudayaan jawa
menurut seorang Franz Magnis-Suseno, bahwasannya ciri khas yang menjelaskan
keontetikannya terletak dalam kemampuan luar biasa kebudayaan jawa untuk
membiarkan diri dibanjiri oleh gelombang-gelombang kebudayaan yang datang dari
luar. dan dalam banjir itu kebudayaan jawa berusaha dengan sangat keras untuk
menemukan keotentikan yang dimilikinya.
Dalam
beberapa hari terakhir saya baru menyadari bahwa ternyata saya dengan cueknya
mengindahkan identitas yang sebenarnya sudah saya bawa dan warisi semenjak
lahir yaitu sebagai orang jawa. Dalam tiap aspek kehidupan yang saya lakukan
saya sadar bahwa itu tidak mewakili diri saya sebagai orang jawa. Menelisik
lebih dalam dengan kaitannya sebagai pergeseran tradisi kebudayaan saya sebagai
seorang yang terlahir dalam suku bangsa jawa, saya melihat ada dua variabel
yang membuat saya berasumsi bahwa telah terjadi suatu kesalahan dalam pola
hidup saya sebagai orang jawa dan kemungkinan juga terjadi pada orang-orang
jawa secara umum yang mana lahir dan besar di daerah yang bukan lagi merupakan
asal mereka.
Jatidiri
Era
globalisasi sering menjadi kambing hitam mengapa banyak bangsa-bangsa di dunia
yang pada umumnya bukan merupakan bangsa yang berasal dari Negara belahan dunia
pertama atau biasa disebut Negara maju cenderung meninggalkan apa yang biasa
kita sebut sebagai kearifan lokal miliknya. Pada bangsa jawa, globalisasi pada
hari ini disikapi beragam oleh mereka yang tinggal di banyak daerah yang
memiliki banyak populasi orang jawa maupun yang tinggal ditanah asal, Belum
lagi mereka para keturunan jawa yang tersebar di belahan dunia lainnya.
Pada
hari ini diperkirakan di Indonesia saja sebaran suku jawa secara populatif
telah mencapai angka 100 juta penduduk yang artinya bangsa jawa telah menjadi
suku bangsa terbesar di Indonesia karena dinilai mewakili 42% dari jumlah total
keseluruhan masyarakat Indonesia. Bangsa jawa di masa lalu sebenarnya tidak
memiliki identitas sebagai bangsa yang senang merantau ataupun melakukan
perjalanan jauh. Bangsa jawa dikenal sebagai kelompok yang lebih memilih pola
hidup agraria atau dengan kata lain mengandalkan sektor pertanian sebagai
sumber penghidupannya, baik di masa lampau maupun hari ini. lebih jauh
Orientasi yang dimiliki bangsa jawa adalah mangan
ora mangan kumpul jika ditafsirkan ke dalam bahasa Indonesia yang
berartikan makan tidak makan yang penting tetap bersama.
Selain
persebaran yang ada di wilayah-wilayah Republic Indonesia, bangsa jawa juga
dapat ditemukan di belahan dunia lain. Secara historis hal ini turut
dipengaruhi oleh masa colonial yang dilakukan oleh belanda. Persebaran yang
diketahui seperti Suriname dan Belanda tentu sudah umum kita dengar dikarenakan
pemerintahan kolonial belanda yang kala itu mengirim banyak orang jawa ke
suriname untuk dipekerjakan di kebun-kebun rempah milik Belanda.
Persebaran
yang cukup luas ini bila dilihat bukan dengan latar belakang motivasi yang
memang ingin merantau atau pergi dari tanah asal melainkan karena program
Transmirgrasi yang dicanangkan oleh pemerintah baik pada masa colonial maupun
pada hari ini. dalam kaitannya dengan jatidir,i orang jawa yang umumnya lahir
dan besar bukan di daerah-daerah yang merupakan asal suku bangsa jawa seperti
jawa tengah dan jawa timur yang mana pada hari ini menempati daerah-daerah lain
diluar dua provinsi tersebut nyatanya pada hari ini telah berakulturasi dengan
daerah tempat ia kini tinggal.
Sejak
masa lampau pada hakikatnya orang jawa memang banyak memasukkan unsur- unsur asing
ke dalam kultur kebudayaan jawa yang memang terbuka dengan pengaruh-pengaruh
luar. Segala bentuk pengaruh itu memang telah membentuk kebudayaan jawa yang
sedemikian rupa sehingga bisa kita kenali bentuk-bentuk dan macamnya mulai dari
kesenian dan juga tata krama yang sangat mencirikan bahwa itu sarat akan makna
jawa.
Di
sisi lain jika kita melihat perkembangan orang jawa dewasa ini yang terjadi di
daerah daerah luar jawa tengah dan jawa timur, sikap dan pembawaan orang jawa
kini tidak lagi mencerminkan bahwa mereka berasal dari suku bangsa jawa yang
sarat akan nilai-nilai moral arif, ramah, dan menjunjung tata krama. Dalam
kasus saya misalnya, pengaruh-pengaruh pola dan gaya hidup modern seakan sudah
mendarah daging dan menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar
keberadaannya di tiap aktifitas yang saya lakukan.
Menjadi
suatu hal yang salah bagi saya karena saya merasa bahwa tindakan-tindakan yang
tercermin dalam kehidupan saya itu adalah proses pencarian jatidiri yang
terlalu sepihak. Poin yang saya ingin tekankan adalah apa yang menjadi
nilai-nilai yang saya anggap patut saya ambil dan lakukan nyatanya justru
merupakan poin-poin yang tidak lebih merupakan sikap dan sifat yang sering saya
lihat di dalam internet, pergaulan antar ras (pengaruh external), pemahaman
dari Biografi tokoh-tokoh, asumsi kenikmatan sesaat, dan pengalaman masa lalu.
Beberapa
faktor diatas agaknya menjelaskan bahwa yang terjadi sebenarnya dalam hidup
saya tidak mewakili secara seimbang bagaimana seharusnya saya melalui
tahapan-tahapan hidup dengan seimbang baik sebagai manusia yang terlahir dari
darah jawa dan manusia yang terlahir di era global, kasus yang saya rasa juga
banyak dialami oleh generasi seumuran saya yang mana dihadapkan dengan
kenyataan dan tantangan jaman yang belum tentu bisa disikapi secara mutualis
Beralih
sedikit pada lingkungan sekitar, hasil observasi yang saya lakukan secara
kasedatu (kalau sempat ada waktu) memperlihatkan bahwasannya baik itu para
orang jawa yang berada di lingkungan tempat saya tinggal maupun di lingkungan
lainnya yang terjadi juga tidak berbeda bahkan sering kali saya melihat
degradasi nilai yang begitu terpuruk yang didemonstrasikan oleh orang jawa yang
ada pada sekitar lingkungan kehidupan yang saya alami.
Sikap-sikap
pencerminan individualis, matrealis, serta hedonis menjadi satu konsistensi
keseharian yang seakan tidak disadari lagi letak poin kesalahannya ada dimana.
Penempatan diri untuk bisa mengganggap bahwa dalam keadaan dan kondisi tertentu
adalah tidak baik menyama-ratakan persepsi untuk bisa melakukan apa yang
menurutnya benar secara sepihak walaupun di mata sosial hal itu merupakan hal
yang tidak patut dilakukan menjadi sebuah kenyataan pahit yang harus saya
hadapi dalam banyak kejadian di keseharian yang saya miliki.
Mari
kita melihat sebuah pakem yang disebut Demonstration Effect. Secara definisi
merupakan sebuah prilaku individu yang disebabkan dari proses observasi prilaku
individu lainnya serta bagaimana implikasi yang dihasilkan dari prilaku
tersebut. Apa yang menjadi refleksi masyarakat pada hari ini tidak bisa
dipungkiri merupakan nilai-nilai yang sarat akan makna matrealis dan liberty.
Kebebasan dalam banyak hal menjadi salah satu nilai yang sering kita hadapi dan
temui di kehidupan sehari-hari. Prilaku ini yang saya rasa memiliki peranan
besar akan begesernya jatidiri orang jawa.
Di
kota besar misalnya seperti jakarta, diversitas yang ada pada Lingkungan sosial
membuat banyak orang seakan memiliki pola hidup yang sama dan terstandarisasi
yang mana standar itu bukan bedasarkan kebiasan warisan budayanya melainkan
merupakan pola berkehidupan kebudayaan diluar indonesia. Jika dilihat penyebab
hal ini sangat dipengaruhi oleh tekanan serta gaya hidup yang berkembang di
Jakarta yang seolah-olah membuat banyak penduduknya terindoktrinasi untuk
melakukan pola-pola yang sebenarnya jauh dari pakem yang ia (seharusnya)
warisi.
Pergeseran
yang riil terjadi tentu dapat dilihat dari sikap-sikap yang mencerminkan
individualitas yang begitu tinggi. Kesenjangan Masyarakat jakarta begitu nyata
terlihat. Tentu akan berbeda jika kita melihat daerah-daerah yang terkelola
dengan baik dan yang kumuh serta tidak sedap dilihat mata. Sikap
tolong-menolong pun juga telah luntur dimakan kesibukan metropolis yang setiap
hari menjadi santapan warga jakarta. Kompleksitas yang tinggi ini memang
menjadi salah satu dari banyak faktor akan pergeseran jatidiri orang jawa
maupun orang indonesia secara keseluruhan terutama yang berada di kota-kota
besar.
Etika
pada
praktiknya kebudayaan jawa justru menemukan diri dan perkembangan
keotentikannya terkungkung di dalam sebuah isolasi evolusioner. kebudayaan yang
datang dari luar semisal hinduisme dan budhisme dirangkul dan
"dijawakan". berikutnya agama islam masuk ke pulau Jawa yang pada
perkembangannya justru semakin membentuk khasanah kebudayaan Jawa itu sendiri. menarik untuk diketahui perkembangan
kebudayaan di Jawa dewasa ini. kiranya spekulasi historis dapat dikemukakan
bahwasannya apakah kebudayaan Jawa di masa modernisasi hari ini juga dapat "dijawakan"
untuk bisa semakin memperkaya keragaman kebudayaan jawa.
menurut
pendapat Dr. Franz Magnis-Suseno SJ seorang Peneliti yang menerbitkan
penelitian berjudul Javanische Weisheit und Ethik atau jika di
alih-bahasakan menjadi etika jawa, bangsa Jawa dalam perkembangannya menghadapi
suatu bahaya keterasingan masyarakat jawa terhadap nilai-nilainya sendiri.
permasalahan ini muncul dikarenakan
beberapa faktor yang sebenarnya secara tidak langsung menjadikan bangsa
jawa sendiri menjadi meninggalkan kebudayaan yang seharusnya mereka warisi.
unsur pertama menurut Magnis-suseno adalah pendidikan formal yang
diselenggarakan di Indonesia. pada praktiknya pendidikan formal dari berbagai
jenjang ini menggunakan media komunikasi yang bukan merupakan bahasa ibu dari
bangsa jawa.
Penggunaan
bahasa indonesia dan dibarengi juga dengan bahasa inggris sedikit banyak
membuat kecenderungan bangsa jawa generasi hari ini untuk tidak menaruh
perhatian yang besar bagi asal-usul dirinya sendiri. sementara menurutnya
kembali unsur lain yang juga memberikan pengaruh menurunnya minat dan
keterasingan pada budaya jawa bagi orang jawa itu sendiri adalah isi dan
struktur formal yang secara menyeluruh dikuasai oleh pemikiran barat. hal ini
menjadikan keotentikan kebudayaan jawa dan pewarisannya mengalami masa-masa
yang suram. seluruh wadah permasalahan modern dengan demikian terasing dalam
penghayatan asli.
Dalam
rangka mengintegrasikan kembali "alam modern" dengan sumber dasar
kebudayaan, pandangan serta paradigma asli perlu diangkat ke dalam kesadaran
sebagai tantangan bahwasannya sebagai bangsa yang memiliki adat dan budi luhur
tersendiri maka sudah sepantasnya bahwa tiap-tiap generasi penerus dan pewaris
kebudayaan (tentu tidak terbatas dari jawa saja) memiliki kesadaran dan kemauan
untuk mewarisi paradigma asli kebudayaan yang dimiliki masing-masing individu
yang mana dalam topik kali ini terbatas pada kebudayaan Jawa. lebih parah
ketika bangsa Jawa tidak menemukan diri kembali dalam apa yang diajukan sebagai
pandangan aslinya (sebagai bangsa jawa) ia akan tetap terangsang untuk
bertanya: siapa aku sebenarnya? dan dengan demikian ia membenarkan kembali
identitasnya.
Akselerasi
masif yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi sudah
secara nyata memberikan implikasi yang begitu mencengangkan bagi banyak
individu yang tidak siap untuk secara mutualisme menghadapi arus tersebut.
Sebuah hal yang lumrah dan masuk akal kiranya jika melihat kondisi seperti yang
telah saya sebutkan itu dimana Pergeseran dalam hal etika turut menjadi hal
yang cukup memprihatinkan.
Bila
melihat pendapat yang dikemukakan kembali oleh Magnis-Suseno etika bangsa jawa
memiliki ciri-ciri pakem yang khusus. Antara lain beliau mengutarakan bahwa
dalam sistem bersosialisasi unsur-unsur pengertian sangat ditekankan. Segala
bentuk aktifitas yang dilakukan oleh orang jawa mengharuskan dia untuk memiliki
rasa pengertian terhadap lingkungannya dalam banyak hal. Pengertian menciptakan
sebuah rasa yang seakan menembus ke dalam hakiki. Melalui pengertian kita akan
semakin sampai pada realitas kita sendiri.
Dari
situ bila kita kembali melihat realita faktual yang ada pada hari ini orang
jawa secara umum sebenarnya menghadapi sebuah tantangan vital yang juga pada
dasarnya dialami oleh banyak suku bangsa lain di dunia. Resistenci mereka
terhadap kebudayaan asing dan pengaruh globalisasi. Sikap-sikap pengertian baik
dari yang saya sendiri rasakan, lihat dan terima dari lingkungan yang saya tahu
dari para orang jawa yang saya kenali dalam hidup saya tidak menggambarkan
kepekaan yang memang mencerminkan hal tersebut.
Pengertian
dalam hal di kelas misalnya, saya yang pada saat tulisan ini di terbitkan masih
menjadi salah satu mahasiswa di perguruan tinggi di jakarta tidak merasakan
adanya pengertian antar sesama pelajar yang memang (idealnya) tujuannya datang
menghadiri kelas untuk mendapat perkuliahan. Celotehan gaduh tidak penting dan
begitu sepihak dari penghuni kelas lainnya yang notabene banyak yang berasal
dari suku bangsa jawa nyatanya sangat menggambarkan bahwa kesadaran akan hak
kenyamanan serta pengertian terhadap motivasi kedatangan saya yaitu datang
menghadiri kelas untuk menyerap ilmu dan juga penghuni kelas lainnya yang
memiliki motivasi yang sama dengan saya sama sekali tidak dianggap sebagai satu
hal yang fundamental.
Di
jalan misalnya, para pengendara motor yang merasakan tidak enaknya kemacetan
lalu-lintas di jalanan Jakarta dengan seenaknya mengambil jalur pedestarian
yang mana sikap pengertian tersebut sangat tidak tergambar lagi. Hal-hal lain
seperti penerobosan traffic light dan semacamnya juga merupakan satu dari
banyak hal yang membuat sikap pengertian antar sesama tidak lagi terasa
kehadirannya di tengah-tengah kita.
Dalam
budaya jawa prinsip kerukunan juga memiliki porsi tersendiri dimana
keberadaannya untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis.
Rukun sendiri berarti “tentram”, “tanpa perselisihan dan pertentangan”,
“bersatu dalam maksud saling membantu”. Terciptanya keadaan rukun idealnya
adalah dimana semua pihak berada dalam keadaan damai satu sama lain, suka
bekerja sama dalam kegiatan-kegiatan positif, saling menerima, dalam suasana
tenang dan sepakat.
Namun
kerukunan pada hari ini sangat semu saya lihat di lingkungan kehidupan saya.
Bila halnya mungkin hal ini masih bisa kita temui di daerah-daerah asal orang
jawa di jawa tengah dan jawa timur, di kota seperti jakarta hal ini sangat amat
jarang saya temui. Ego komunitas atau kepentingan kelompok tertentu nyatanya
lebih memegang peranan ketimbang memegang teguh prinsip-prinsip warisan jawa.
Perselisihan antar kelompok seakan-akan menjadi makanan sehari-hari kita baik
di media cetak ataupun internet.
Mengambil
hikmah dari apa yang sudah terjadi, kesadaran untuk mengambil pelajaran dan
hikmah dari semua ini dalam benak saya per tulisan ini diterbitkan sudah saya
lakukan. nilai-nilai positif yang ada pada suku bangsa jawa yang pada masa lalu
saya anggap remeh dan tidak sesuai pada jaman ini saya coba untuk pelajari dan saya aplikasikan. Karena
ternyata, menghargai apa yang merupakan milik kita adalah salah satu jalan
untuk bertemu dengan sesuatu hal yang bernama kebahagiaan.
Saya
orang jawa dan saya bangga dengan itu
Terima
kasih.
Madito Mahardika
4423107021
Sumber buku :
Magnis-suseno, Franz 1984 "etika jawa", PT Gramedia, Jakarta
Madito Mahardika
4423107021
Sumber buku :
Magnis-suseno, Franz 1984 "etika jawa", PT Gramedia, Jakarta
mantep
BalasHapuskamjuan bukan berarti meningglkan dasar-dasar yang sudah ada dari kebudayaan.
BalasHapusmaaf nih, saya masih rada bingung
BalasHapusdi bagian atas ada kata kata "Ego komunitas atau kepentingan kelompok tertentu" nyatanya lebih memegang peranan ketimbang memegang teguh prinsip-prinsip warisan jawa
tapi di bagian bawahnya
"Saya orang jawa" dan saya bangga dengan itu
bukannya itu pengelompokan juga ya? berdasarkan ras?jadi kalau orang indonesia tapi bukan orang jawa ga bisa hidup dengan prinsip dari warisan jawa?
cuman orang jawa aja yang bukan termasuk komunitas atau kepentingan kelompok tertentu?sunda betawi baru kelompok tertentu gitu?
pada dasarnya sifat manusia akan mencari sesuatu hal yang baru.. Mungkin untuk mengingatkan kita dengan budaya asli dengan cara membungkus kebudayaan itu dengan yang lebih modern tanpa merubah ciri" dari kebudayaan tersebut..
BalasHapussifat org beda-beda, jadi klo dalam artikel ini terdapat statemen "Dalam keseharian sering saya melihat dan memperhatikan bahwa ketika melihat seseorang yang merupakan orang jawa di sekitar saya seolah-olah apa yang tergambarkan dalam visualisasi saya tidak lagi menggambarkan apa yang tercermin pada diri mereka dalam hal ini identitas yang mereka miliki sebagai bangsa jawa", mav gw kurang setuju to soalnya itu hanya visualisasi
BalasHapusmungkin karena kita berusaha menjadi bangsa lain dan pelan-pelan membunuh karakternya sendiri
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusdalam ranah ilmu psikologi, dikenal faktor konformitas, dimana orang yang tidak tahu betul mengenai suatu perkara hanya mengikuti orang yang dianggap lebih mengetahui dan paham akan permasalahan yang ada. Saya rasa, apa yang terjadi pada budaya jawa ini juga karena adany faktor konformitas yang terjadi di masyarakat itu sendiri, tidak terkecuali ras/kelompok di luar jawa. Selain budaya ikut-ikutan yang mewabah, kurangnya rasa bangga terhadap budaya sendiri juga ikut mempercepat terkikisnya ke-jawaan seseorang.
BalasHapusDan, saya juga sedikit merasa keberatan dengan contoh yang anda berikan mengenai pengendara motor dan kondisi kelas tempat anda kuliah, menurut saya, tidak sepantasnya anda men-generalisir suatu ras tertentu dengan sebagian kecil "oknum" ras tersebut yang anda anggap tidak sesuai dengan etika sosial bermasyarakat..
daftar judi slot
BalasHapusdaftar judi slot online
daftar situs slot terpercaya
judi slot online terpercaya
judi slot terpercaya