Kampung Naga
Kampung Naga, sebuah
desa yang berada di Kampung Nagaratengah, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,
Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh
sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan
leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung
Naga menjadi objek wisata yang mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda
dimasa peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat.
Lokasi dan topografi
Kampung
ini secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa
Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh
dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya
Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga sebanyak 439 anak tangga yang sudah di
tembok sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat
dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri
sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga.
Religi dan sistem pengetahuan
Seperti
saya lihat waktu saya berkunjung ke Kampung Naga, pada tanggal 6-8 Desember 2011, disana penduduk Kampung Naga semuanya mengaku beragama Islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka
juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya.
Artinya, walaupun mereka menyatakan memeluk agama Islam, syariat Islam yang mereka
jalankan agak berbeda dengan pemeluk agama Islam lainnya. Bagi masyarakat
Kampung Naga dalam menjalankan agamanya sangat patuh pada warisan nenek moyang.
Umpanya sembahyang lima waktu: Subuh, Duhur, Asyar, Mahrib, dan salat Isa,
hanya dilakukan pada hari Jumat. Pada hari-hari lain mereka tidak melaksanakan
sembahyang lima waktu. Dan yang di sana
saya melihat ada tabu atau pantangan atau pamali yang benar-benar
penduduk disana masih memegang pantangan tersebut seperti, rumah-rumah di sana
tidak boleh dilengkapi perabotan, misalnya kursi, meja dan tempat tidur. Rumah
tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut
anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu
depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun
pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu
garis lurus. Di kampung naga juga mempunyai tabu kesenian atau pantangan
kesenian yang dari luar kampung naga di kampung naga tidak boleh mempertunjukkannya
seperti, Wayang Golek, Pencak Silat, dangdut dan kesenian yang menggunakan
waditra gong. Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat
Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong.
Ya,
disini saya masih penasaran sekali sama tabu atau patangan yang unik yaitu pada
hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Masyarakat kampung naga dilarang membicarakan
soal adat-istiadat dan asal-usul kampung Naga. Tidak boleh berkata sembarangan,
mematahkan ranting-ranting pohon, atau menganggu hewan-hewan yang ada
disekitar. Ada juga Hutan Larangan, di sana sempat ada yang mengambil ranting
apalagi menebang pohon akan dikenakan sangsi adat. Cerita lain dari keajaiban
air terjun tersebut adalah, kita tidak diperbolehkan mandi di air terjun
tersebut ketika menjelang waktu maghrib, pasti akan kesurupan, boleh percaya
atau tidak.
Di
kampung naga juga tidak ada listrik. Seperti saya dan teman-teman sewaktu kami mengadakan
ODTW (tugas perkulihaan) kami mencari tahu tentang kampung naga. Sewaktu kami
dikampung naga kami di sana dijamu dengan hangat oleh penduduk kampung naga. Di
sana kami tidak menemui satupun arus litrik, tegangan listrik maupun kabel
listrik. Kita disana selalu menggunakan senter atau lampu minyak. Sangat
menyenangkan sewaktu mandi, di sana kita mandi tidak di kamar mandi tetapi kami
dan penduduk kampung naga mandi di Jamban yang memaki bambu dan rotan. Itu
sangat unik dan menyenangkan karena kapan lagi bisa merasakan mandi yng
dibawahnya sungai, ikan-ikan mas yang sangat besar-besar, suara burung
berkicau-kicau dan kiri kanan pemandangan indah yang dibentang pohon-pohon
besar dan bukit-bukit kecil. Menyenangkan bukan?
Saya
ingin rasanya kembali lagi ke kampung naga dan lebih tinggal lama disana.
CINDY
APRINA MIRASARI
4423107052
Univ.
NEGRI JAKARTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar