KELOMPOK VI :
1. Annas.S
2. Albert.Suhermanto
3. Aditya Pramudito
4. Marco Elia
5. Reo Andhika
6. Danu Gushri
PERKEMBANGAN SENI TARI DI NUSANTARA
PERKEMBANGAN SENI TARI
Perjalanan dan bentuk seni tari di Indonesia sangat terkait dengan perkembangan kehidupan masyarakatnya, baik ditinjau dari struktur etnik maupun dalam lingkup negara kesatuan. Jika ditinjau sekilas perkembangan Indonesia sebagai negara kesatuan, maka perkembangan tersebut tidak terlepas dari latar belakang keadaan masyarakat Indonesia pada masa lalu.
James R. Brandon tahun 1967, salah seorang peneliti seni pertunjukan Asia Tenggara asal Eropa, membagi empat periode budaya di Asia Tenggara termasuk Indonesia yaitu:
1) periode pra-sejarah sekitar 2500 tahun sebelum Masehi sampai 100 Masehi (M)
2) periode sekitar 100 M sampai 1000 M masuknya kebudayaan India,
3) periode sekitar 1300 M sampai 1750 pengaruh Islam masuk, dan
4) periode sekitar 1750M sampai akhir Perang Dunia II.
Pada saat itu, Amerika Serikat dan Eropa secara politis dan ekonomis menguasai seluruh Asia Tenggara, kecuali Thailand.
Menurut Soedarsono tahun 1977, salah seorang budayawan dan peneliti seni pertunjukan Indonesia, menjelaskan bahwa, “secara garis besar perkembangan seni pertunjukan Indonesia tradisional sangat dipengaruhi oleh adanya kontak dengan budaya besar dari luar”. Berdasarkan pendapat Soedarsono tersebut, maka perkembangan seni pertunjukan tradisional Indonesia secara garis besar terbagi atas periode masa pra pengaruh asing dan masa pengaruh asing. Namun apabila ditinjau dari perkembangan masyarakat Indonesia hingga saat ini, maka masyarakat sekarang merupakan masyarakat Indonesia dalam lingkup negara kesatuan. Tentu saja masing-masing periode telah menampilkan budaya yang berbeda bagi seni pertunjukan, karena kehidupan kesenian sangat tergantung pada masyarakat pendukungnya.
Oleh karena itu, tari merupakan bentuk seni fungsional atau "utilitas" bagi masyarakatnya. Tema dan pengungkapan lewat gerak tidak terpisahkan dari kepentingan menyeluruh. Biasanya penyajian tari terkait dengan upacara ritual yang bersifat magis dan sakral. Untuk itu maka diperlukan tempat dan perhitungan waktu tertentu. Jika mengikuti sistem keadatan, maka pelaku tariannya pun tertentu pula.
Tari di Indonesia pada dasarnya merupakan pengertian yang dikaitkan dengan tari-tarian yang berasal dari berbagai kelompok budaya dari wilayah Indonesia. Sedangkan Sejarah Indonesia berkaitan dengan sejarah perkembangan kebangsaan Indonesia sejak zaman prasejarah hingga kini. Namun demikian studi tentang Sejarah Tari Indonesia dapat dilaksanakan dengan bertolak terlebih dulu dari bidang studi lain seperti Sastra, Antropologi, Arkeologi dan Seni Rupa ataupun dari bidang Teater dan Musik. Bidang-bidang studi tersebut kemudian diproyeksikan dalam konteks Sejarah Indonesia pada umumnya dan Sejarah Kesenian pada khususnya.
Periodisasi Sejarah Tari Indonesia terkait dengan periodisasi Sejarah Kesenian yang pada dasarnya terbagi sebagai berikut : 1) Kesenian Jaman Prasejarah (mulai sebelum abad Masehi). 2) Kesenian yang mendapat pengaruh Budaya Hindu (mulai abad 1 Masehi). 3) Kesenian yang mendapat pengaruh Budaya Islam (mulai abad 13 Masehi). 4) Kesenian yang mendapat pengaruh Budaya Eropa (mulai abad 15 Masehi). 5) Kesenian Jaman Pergerakan Nasional (mulai awal abad 20 Masehi). 6) Kesenian pada Masa Kemerdekaan (mulai 17 Agustus 1945).
Periodisasi Sejarah Tari Indonesia terkait dengan periodisasi Sejarah Kesenian yang pada dasarnya terbagi sebagai berikut : 1) Kesenian Jaman Prasejarah (mulai sebelum abad Masehi). 2) Kesenian yang mendapat pengaruh Budaya Hindu (mulai abad 1 Masehi). 3) Kesenian yang mendapat pengaruh Budaya Islam (mulai abad 13 Masehi). 4) Kesenian yang mendapat pengaruh Budaya Eropa (mulai abad 15 Masehi). 5) Kesenian Jaman Pergerakan Nasional (mulai awal abad 20 Masehi). 6) Kesenian pada Masa Kemerdekaan (mulai 17 Agustus 1945).
Itulah antara lain yang sekurang-kurangnya harus diperhatikan ketika membicarakan tari-tarian di Indonesia. Namun membicarakan tentangnya pada dasarnya meliputi ruang lingkup yang sangat luas, sangat bervariasi dan multi kompleks. Misalnya tari-tarian dari jaman prasejarah hidup berdampingan dengan tari-tarian dari jaman-jaman lainnya maupun dengan berbagai ekspresi jaman kini.
Selain itu kalau kita bicara mengenai masyarakat Indonesia yang mendiami kepulauan Nusantara ini, ia mempunyai sifat plural yang besar dalam hal bahasa dan kebudayaan. Menurut variasi kebudayaannya, mereka dapat digolongkan menjadi bentuk kesatuan sosial yang disebut suku-bangsa. Namun demikian jumlah suku-bangsa di Indonesia itu sukar dihitung karena konsep suku-bangsa dapat mengembang atau menyempit menurut keadaan secara subyektif. Belum lagi kalau kita menggolongkannya sampai pada bentuk kesatuan sosial yang disebut sub suku-bangsa.
Oleh karena itu sudah selayaknyalah jika sekurang-kurangnya masyarakat Indonesia itu dapat mengenal salah sebuah tarian yang mewakili salah satu suku-bangsa atau sub suku-bangsa yang ada di Indonesia; sekaligus tarian mana dapat dianggap sebagai atribut penunjuk dan pembeda identitas kesuku-bangsaannya, seperti tari Seudati untuk Aceh, Topeng Cirebon untuk sub suku-bangsa Jawa-Indramayu, dan sebagainya. Sehubungan dengan hal itu dalam kesempatan ini penulis tidak bermaksud untuk membicarakannya satu persatu. Untuk maksud itu ada beberapa literatur yang dapat memberikan informasi tentangnya (lihat bibliografi).
Hakekat Seni Tari
Secara universal kebudayaan suatu masyarakat manusia terdiri dari tujuh unsur. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut satu sama lain saling berkaitan, saling mempengaruhi dan merupakan satu kesatuan yang utuh; sehingga ketujuh unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk sebuah sistem. Dengan demikian unsur kebudayaan kesenian merupakan salah sebuah komponen pembentuk kebudayaan suatu masyarakat. Unsur kebudayaan ini tentu saja berkaitan erat dengan unsur-unsur kebudayaan yang lain seperti bahasa, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, organisasi sosial, sistem peralatan dan teknologi serta sistem religi. Karena keberadaan kesenian sangat terkait erat dengan aspek-aspek kehidupan yang lain maka sebagai konsekuensi logisnya jika seseorang hendak memahami kesenian, ia juga harus memahami aspek-aspek kehidupan yang lain, termasuk juga cabang-cabang kesenian lain yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. Itulah pengertian dan penerapan pendekatan holistik pada pemahaman kesenian.
Pengertian pendekatan holistik juga dipakai untuk memandang sebuah cabang seni itu sendiri, dalam hal ini seni tari. Artinya, karena yang dimaksud dengan tari bukan sekedar kumpulan gerak indah saja, tetapi mencakup unsur tari lainnya, maka sejumlah unsur tari itu juga merupakan satu kesatuan yang utuh bahkan mempunyai hubungan satu sama lain yang serasi dan harmonis sehingga sarat dengan nilai-nilai keindahan. Unsur-unsur tari tersebut meliputi seperangkat busana tari, ragam hias pada busana tari, tata rias tari, properti dan aksesori yang dipakai, musik dan alat yang dipakai untuk mengiringi, tata dan teknik pentas, makna yang melatar-belakangi keseluruhan tari, dan yang paling cocok adalah serangkaian gerak baik yang mengandung makna maupun gerak-gerak kembangan (stilisasi). Itu semua harus dipandang secara holistik dan sistemis. Sehubungan dengan hal itu dalam kesempatan ini ada baiknya jika pertama-tama kita sepakati dahulu pengertian tari. Mengenai pengertian tari, sebenarnya sudah banyak ahli yang mengungkapkannya dari beragam sudut pandang seturut dengan disiplin ilmu yang dikuasainya. Namun demikian dari sejumlah batasan yang coba mengupas tari, terdapat unsur-unsur dan ciri-ciri dalam tari yang selalu hadir dalam setiap batasan. Unsur-unsur tersebut adalah gerak, ruang, ritme, pesan dan nilai estetis. Adapun ciri-ciri yang terkandung dalam tari antara lain adalah ekspresi manusia manusia secara artistik; gerak yang dilakukan oleh manusia; gerak yang berpola, gerak stilisasi dan distorsi; mengandung ritme; di dalam ruang; mengandung pesan dan mengandung simbol.
Dari unsur-unsur dan ciri-ciri tersebut dapat dibuat sebuah batasan tari yakni: tari adalah hasil karya kreatif manusia yang diwujudkan melalui gerak tubuh manusia, disusun secara artistik dengan memperhatikan kaidah-kaidah keindahan di dalam ruang berdasarkan ritme tertentu dan mengandung pesan atau makna tertentu baik secara tersurat maupun tersirat. Itulah yang dikenali sebagai tari oleh masyarakat pendukungnya. Artinya, dalam hal ini tari dipandang sebagai sebuah seni pertunjukan yang ditonton oleh masyarakat pendukungnya.
Dengan demikian, dalam hal ini kesenian dipandang sebagai salah sebuah unsur kebudayaan. Secara umum orang sering menyatakan bahwa kesenian adalah ekspresi jiwa manusia akan keindahan. Sebenarnya tidak semua karya seni dapat dikatakan demikian, karena ada karya seni yang lebih mengutamakan pesan budaya yang mengandung nilai budaya dari masyarakat yang bersangkutan. Hal ini berarti masyarakat yang bersangkutan bermaksud menjawab atau menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya, mendambakan kemakmuran, kebahagiaan dan rasa aman, serta rasa kecewa dan sedih, dalam bentuk karya seni; sehingga karya seni itu sarat dengan berbagai makna yang tersirat di belakang obyek tadi; yang acapkali bersifat simbolis. Itulah beberapa hal yang seyogyanya kita perhatikan manakala hendak memahami seni tari dalam konteks kebudayaan dan masyarakat pendukungnya. Sekarang marilah kita tilik bersama bagaimana dan sampai sejauh mana perkembangan tari di Indonesia kini.
Dengan demikian, dalam hal ini kesenian dipandang sebagai salah sebuah unsur kebudayaan. Secara umum orang sering menyatakan bahwa kesenian adalah ekspresi jiwa manusia akan keindahan. Sebenarnya tidak semua karya seni dapat dikatakan demikian, karena ada karya seni yang lebih mengutamakan pesan budaya yang mengandung nilai budaya dari masyarakat yang bersangkutan. Hal ini berarti masyarakat yang bersangkutan bermaksud menjawab atau menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya, mendambakan kemakmuran, kebahagiaan dan rasa aman, serta rasa kecewa dan sedih, dalam bentuk karya seni; sehingga karya seni itu sarat dengan berbagai makna yang tersirat di belakang obyek tadi; yang acapkali bersifat simbolis. Itulah beberapa hal yang seyogyanya kita perhatikan manakala hendak memahami seni tari dalam konteks kebudayaan dan masyarakat pendukungnya. Sekarang marilah kita tilik bersama bagaimana dan sampai sejauh mana perkembangan tari di Indonesia kini.
Salah satu tulisan yang memberikan ilustrasi yang paling baik dari guna sejarah tari dalam menambah pemberian klarifikasi konsep antropologi dalam perubahan social budaya adalah studi banding yang dilakukan Kealiinohomoku atas tarian Bali dan Hawaii.
Karena tari adalah bagian dari kebudayaan, tari merupakan subjek yang memiliki kekuatan yang serupa dalam perubahan seperti pada aspek kebudayaan yang lain. Tari mungkin berubah dalam bentuk, fungsi, atu kedua-duanya, dan perubahan dalam wilayah initerjadi secara bebas. Apakah ayunan gerak perubahan itu terjadi dalam suatu gaya tari secara khusus, kita bisa mempelajarinya. Tentang tarian ini bentuk dasarnya ada sekitar pertengahan abad ke Sembilan belas. Bahkan kemudian, hal ini menunjukkan dengan jelas adanya elemen-elemen asing seperti misalnya modifikasi walz
dan fandango. Kita bisa menetapkan delapan ciri yang kiranya bisa merupakan potensi daya hidup tari.
1. Adanya keluwesan dalam pengertian penyajiannya yang lebih dari satu fungsi.
2. Adanya keluwesan dalam pengertiantidak terikat secara eksklusif dalam suatu institusi apapun.
3. Adanya keluwesan dalam pengertian tidak terbatas pada sekelompok elit tertentu berkenaan dengan pertunjukan atau penontonnya.
4. Adanya sejumlah kaitan dengan aspek-aspek kebudayaan yang lain.
5. Adanya struktur yang membolehkan adanya improvisasi dan modifikasi.
6. Memiliki cirri menghibur atau memiliki pasaran secara potensial.
7. Memiliki potensi untuk menggarisbawahi identitas dalam situasi kontak dengan budaya lain.
8. Memiliki kemampuan untuk merubah dari suatu bentuk tari yang menghibur menjadi tarian yang bersifat resmiatau sebaliknya.
MASA KERAJAAN
Masa kerajaan ini ditandai oleh masuknya pengaruh luar sebagai unsur asing antara lain, kebudayaan Cina, Hindu-Budha, Islam, dan Barat. Kebudayaan Cina kurang mendapat perhatian oleh para peneliti, karena kemungkinan dasar kepercayaan yang hampir sama dengan masyarakat pribumi, yaitu percaya kepada roh-roh leluhur, sehingga kurang begitu nyata pada perubahan sistem kemasyarakatannya.
Barangkali pula karena nenek moyang yang menghuni Indonesia oleh para pakar kebudayaan dikatakan imigran dari daratan Asia yaitu wilayah Cina bagian Selatan. Maka pengaruh budaya Cina ini berbeda dengan pengaruh asing lainnya terutama pengaruh Hindu, Islam, dan Barat. Pengaruh ini sangat nyata pada stratifikasi sosial yang hirarkis yang ditandai dengan adanya sistem kelas sosial, yaitu masyarakat adat atau rakyat dan masyarakat bangsawan atau istana. Sistem ini cukup langgeng dari awal berdirinya kerajaan-kerajaan pada sekitar abad ke-4 sampai awal abad ke-20. Dengan adanya dua kelas sosial ini maka muncul dua wajah tari yang disebut tari rakyat dan tari istana atau tari klasik.
Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari seperti wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Namun selanjutnya wayang wong lebih berkembang di keraton Yogyakarta, sedangkan bedhaya ketawang berkembang di keraton Surakarta. Jika ditinjau dari latar belakang sejarahnya, maka teater tari ini telah hidup sejak abad ke-9 jaman Mataram Kuno, dengan perbedaan nama seperti Wayang Wang, Atapukan, Raket, Patapelan, dan Wayang Topeng sampai Wayang Wong.
Yang dimaksud Wayang Wong adalah teater tari yang mengambil sumber ceritera wayang seperti Ramayana, dan Mahabarata yang biasanya dipentaskan dalam pertunjukan wayang kulit. Dalam teater ini ditampilkan oleh manusia sebagai personifikasi boneka wayang, sedangkan Wayang Topeng adalah teater tari yang penarinya menggunakan penutup muka yang disebut topeng. Teater tari ini tersebar di Jawa, Bali, dan Madura. Puncak kemegahan teater tari Wayang Wong di Jawa terjadi pada masa pemerintahan Hamengku Buwono VIII (1939) di Yogyakarta.
Sedangkan Bedhaya Ketawang adalah tarian yang dicipta oleh raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan berlatarbelakang mitos percintaan antara raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kangjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan/Samudra Indonesia). Tarian ini ditampilkan oleh sembilan penari wanita.
Masuknya pengaruh Islam di Jawa cukup lentur, para penyebar agama telah dipercaya sebagai pengembang kesenian. Wayang topeng tidak berkembang lagi di istana Jawa, tetapi teater ini telah dipergunakan oleh kaum missionari Islam (para wali) pada masa lalu untuk menyebarkan agama dengan cara pentas keliling. Jalur perniagaan melalui daerah pantai merupakan wilayah para penyebaran teater wayang topeng, sehingga teater tari ini akhirnya menjadi seni yang berkembang di sepanjang pantai utara Jawa antara lain, Malang, Tegal, Cirebon dan Indramayu.
Pengaruh kebudayaan barat dalam bidang tari di istana-istana Jawa berhubungan dengan lepasnya kekuasaan politik raja kepada pihak Barat, sehingga sejak abad ke-18 sampai awal abad ke-20 keraton hanya berperan dalam pengembangan kebudayaan. Oleh karena itu berkembang pula ciptaan-ciptaan tari seperti tari srimpi (tarian yang ditampilkan oleh empat orang penari wanita). Pertunjukan Wayang Wong masih dipentaskan sangat meriah sesuai dengan fungsinya sebagai ritual kenegaraan. Di sisi lain, pengaruh Barat ini menyebabkan munculnya tarian di luar konteks adat. Secara koreografis pengaruh Barat kurang dapat dilihat dalam tarian Indonesia. Kenyataan ini sangat berbeda dengan bidang musik. Bentuk musik hasil sinkretis antara musik rakyat Indonesia dengan pengaruh Barat terdapat pada gambang keromong, tanjidor, langgam jawa, keroncong, dangdut, dan sebagainya. Bahkan alat musik barat seperti trombon masuk pada ansambel gamelan Jawa yang biasa dipergunakan untuk mengiringi tarian. Akan tetapi pengaruh Barat yang terlihat pada tarian terletak pada penggunaan properti tari. Senjata berupa pistol dipergunakan sebagai properti tari srimpi. Pengaruh Barat terlihat juga pada busana Topeng Cirebon yaitu pemakaian dasi.
Di Bali pengaruh Barat terwujud oleh gagasan teater dari Walter Spies (pelukis asal Jerman yang hidup di Bali sejak tahun 1929) untuk tujuan tontonan orang asing. Gagasan ini teraktualisasikan dalam pertunjukan Barong dan Rangda yang dipadu dengan tari keris serta Cak atau Kecak (Soedarsono, 1985). Salah satu gagasan teater dari Barat adalah berkembangnya tari dalam konteks non-adat berupa bentuk-bentuk penyajian teater yang memberi tekanan besar pada unsur penceriteraan dalam bentuk total art, dimana tari menjadi salah satu unsur kuatnya, contohnya: randai di Minangkabau, Wayang Wong dan Langendriya-Langen Wanara dari Jawa, Legong dan Kecak dari Bali. Kenyataan ini mungkin untuk menjadikan teater lebih berkomunikasi dengan penontonnya melalui bahasa gerak.
Budaya tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang kita tak akan pernah lekang dimakan waktu. seni tari tradisi, seni musik tradisi, seni teater tradisi, tidak berubah. tapi seiring perkembangan jaman seni tradisi sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan oleh masyarakat pemiliknya , mereka mulai berpaling dengan budaya barat yang sedikit-demi sedikit mulai berpengaruh di negeri ini, dengan didukung pula oleh perkembangan teknologi dan informasi, sehingga siapapun dapat dengan mudah menerima informasi-informasi dari luar, terutama budaya dari luar yang lagi ngepop akan mudah masuk terutama pada dunia anak remaja yang sedang mencari jati dirinya.anak-anak muda dan anak remaja sekarang bahkan lebih bangga dengan budaya-budaya barat tersebut. Mereka beranggapan bahwa budaya tradisional kita terutama TARI itu kuno dan Jadul. Sungguh sangat ironois jika putra bangsa ini baru mengetahui "Tari pendet" ketika tarian itu di klaim oleh negara tetangga.
Prospek Tari di Indonesia
Secara administratif pemerintahan Indonesia terbagi atas 26 propinsi. Namun demikian, sebagai wilayah budaya masing-masing propinsi dapat memiliki kesenian dari berbagai etnik maupun sub-etnik yang jumlahnya bukan saja puluhan tetapi ratusan.
Di dalam kelompok etnik maupuan sub-etnik dapat ditemukan beragam jenis tarian. Tari-tarian ini mempunyai latar belakang sejarah, peranan dan perkembangan kebudayaan yang berbeda. Dalam proses perkembangannya di masa kini, terutama semenjak kemerdekaan Indonesia ada jenis tari-tarian yang dapat mencapai tingkat dan bobot artistik yang tinggi yang dapat dianggap klasik maupun kontemporer. Namun demikian tidak sedikit yang berada di ambang kepunahan dan masih tertinggal sisa-sisanya yang sebagai seni pertunjukan tidak berarti lagi atau telah menjadi hiburan ringan, bahkan ada pula yang hidupnya menempel dan tergantung pada aspek kehidupan lain.
Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tahun 1945 dan perjuangan kebangsaan pada masa pergerakan nasional, telah membawa nafas baru pada tari Indonesia. Hal itu muncul melalui suatu kesadaran nasional untuk menghidupkan tari-tarian Indonesia yang bersumber pada berbagai budaya daerah.
Sejak kemerdekaan Indonesia, seni tari tradisional sebagai budaya daerah menjadi bagian dari kebudayaan nasional yang memperkuat identitas bangsa Indonesia. Sehubungan dengan hal itu banyak tari daerah yang hampir punah diangkat kembali melalui program revitalisasi, rehabilitasi dan akhirnya dipreservasi sebagai khasanah budaya Indonesia. Dalam hal ini pusat-pusat kesenian daerah amat sangat diharapkan peran sertanya untuk memacu dan memberikan suasana yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya tari-tarian daerah.
Sejak kemerdekaan Indonesia, seni tari tradisional sebagai budaya daerah menjadi bagian dari kebudayaan nasional yang memperkuat identitas bangsa Indonesia. Sehubungan dengan hal itu banyak tari daerah yang hampir punah diangkat kembali melalui program revitalisasi, rehabilitasi dan akhirnya dipreservasi sebagai khasanah budaya Indonesia. Dalam hal ini pusat-pusat kesenian daerah amat sangat diharapkan peran sertanya untuk memacu dan memberikan suasana yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya tari-tarian daerah.
Sudah sejak lama bangsa Indonesia mempunyai kesadaran baru akan suatu kebutuhan terhadap sejenis tarian yang dapat memiliki ciri nasional dan tidak lagi dapat dikategorikan sebagai tari daerah atau tari suku-bangsa tertentu, tapi suatu tari bangsa Indonesia. Pemikiran ini sejalan dengan apa yang terjadi di bidang sastra, bahasa dan lain-lain, di mana kebutuhan kesatuan dan persatuan merupakan masalah yang nyata. Namun demikian kebutuhan yang menyangkut kepentingan tari tidak semudah bidang lainnya. Secara intrinsik tari memiliki kaidahnya tersendiri yang proses pemecahannya sedemikian rupa sehingga memerlukan seperangat permasalahan teknis tersendiri apabila mau dikembangkan ke arah itu.
Dengan demikian apabila kesenian Indonesia, khususnya seni tari ingin terangkat sebagai khasanah bangsa secara menyeluruh maka ia memerlukan sistem pembinaan secara tersendiri. Pembinaan yang memacu kepada sistem kesenian nasional Indonesia mulai dikembangkan melalui sarana pendidikan formal yang sifatnya kejuruan pada bidang seni tari itu sendiri. Hal ini sudah dilaksanakan melalui pendidikan seni tari di sekolah formal dalam tingkatan menengah, tinggi maupun yang tersebar melalui sanggar dan perkumpulan seni tari. Pada dasarnya memang tari tradisional yang menjadi titik tolak pembinaan. Akan tetapi melalui pembinaan kreativitas dan komposisi serta koreografi, konsepsi nasional dapat tertampung dalam pengembangan tari sebagai seni pertunjukan Indonesia. Selebihnya pembinaan seni tari melalui kegiatan festival, pekan kesenian di tingkat lokal dan nasional membawa serta kepentingan akan pemahaman kesatuan dan persatuan. Pada mulanya jenis kreasi tari sedemikian masih dikategorikan sebagai tari modern, tari kontemporer atau dengan istilah lebih lunak tari kreasi baru. Aspirasi nasional semakin terasa dan sudah mulai terlihat bentuknya melalui seni tari ini. Sering kali unsur etnik atau kedaerahan masih terasa dan masih kuat muatan lokalnya, tapi nafas baru sebagai khasanah nasional lebih terasa daripada kelokalannya atau keetnikannya. Permasalahannya kemudian menjadi masalah teknis artistik, di mana kesenimanan nasional pada dasarnya juga memerlukan pendidikan dan pembinaan secara tersendiri. Hal ini juga diperkuat ketika seniman tari Indonesia mengikuti berbagai peristiwa internasional dan pengalaman tersebut menjadi bekal dalam berkarya selanjutnya.
Prospek tari di Indonesia adalah suatu proses pengangkatan berbagai aspek warisan budaya menuju makna kekinian yang nasional, regional maupun universal dan global untuk dapat disumbangkan sebagai khasanah kebudayaan umat manusia yang lintas budaya dan batas geografi. Bhineka Tunggal Ika dalam seni tari sudah mulai terungkap; tidak saja dalam konteks nasional juga di dalam pergaulan internasional, di mana multikulturalisme dan pluralisme dalam berkesenian justru merupakan suatu kekuatan yang menyatu berbagai kepentingan kesenian di dunia dalam memupuk sikap saling mengerti dan saling menghargai antar kehidupan berbangsa.
Tokoh-tokoh dan seniman-seniman yang telah mengembangkan karyanya ke arah wawasan ini sudah banyak terutama di lingkungan Perguruan Tinggi Kesenian, Pusat Kesenian, Dewan Kesenian, Taman Budaya yang sudah tersebar di berbagai sentral-sentral budaya seperti Aceh, Medan, Padang, Padang Panjang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Tenggarong, Ujung Pandang, Jayapura dan lain-lain.
Mungkin sebagai titik tolak perkembangan itu adalah kegiatan sebagaimana yang terpusat di Pusat Kesenian Jakarta – Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan Dewan Kesenian Jakarta dan Institut Kesenian Jakarta.
Pada generasi pertama kita mengenal tokoh-tokoh tari seperti Bagong Kussudiardjo dan Wisnu Wardhana; koreografer yang berasal dari Yogyakarta yang berjasa dalam mengembangkan karya tarinya tidak saja di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Sardono W. Kusumo, koreografer yang berasal dari Surakarta dan memulai kariernya pada pentas Ramayana di Prambanan, kemudian mengembara dan menetap di Jakarta dan melakukan pertunjukan ke berbagai tempat di luar negeri. Karya-karya tarinya seringkali kontroversal, tetapi tampak pula bahwa ia merintis kebaharuan dalam kreativitas seni tari Indonesia. Dalam kelompoknya perlu dicatat tokoh semacam Sal Murgiyanto, seorang koreografer yang menjadi ilmuwan dalam ilmu tari, di samping Sentot Sudiharto, Retno Maruti dan S. Kardjono yang lebih mengembangkan gaya tari Yogyakarta. Dari wilayah lain ada Huriah Adam dari Sumatera Barat, Tengku Mazly H. Mansur dari Sumatera Timur, Munasiah Najamuddin dan Nani Sapada dari Ujung Pandang serta I Wayan Diya dari Bali.
Dari generasi yang lebih muda muncul seniman yang potensinya tak kalah dibandingkan generasi sebelumnya. Tom Ibnur, Deddy Luthan, Gusmiati Suid dan Boi G. Sakti yang berasal dari Sumatera Barat; Wiwiek Sipala dari Sulawesi Tenggara; Trisapto, Sulistyo S. Tirtokusumo, Wahyu Santosa, Tri Nardono dan Sukarji Sriman dari Surakarta; Wiwiek Widyastuti, Djoko Suko Sadono, Elly Pasha dari lingkungan DKI Jakarta; Noerdin Daoed dan Marzuki Hasan dari Aceh, serta I Made Bandem, I Wayan Dibya dan Netra dari Bali.
Selain nama-nama di atas masih banyak lagi tokoh-tokoh pengembang dan pelestari seni tari di Indonesia, baik dari generasi yang lalu, maupun yang akan datang yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
PENGETAHUAN DASAR TARI.
Media tari adalah gerak tubuh manusia. Melalui gerak tubuh manusia dipakai untuk mengungkapkan ide-ide, perasaan, dan pengalaman sang seniman kepada orang lain. Ciri khas gerak tari adalah gerak yang sudah diolah dari aspek tenaga, ruang, dan waktu.
Seni adalah pengalaman dalam bentuk medium indrawi yang menarik dan di tata dengan rapi, yang di wujudkan untuk di komunikasikan dan di renungkan. Seni adalah karya manusia yang dapat menimbulkan rasa senang dalam rohani kita. Menurut Herbert Read “seni adalah suatu usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. Bentuk yang demikian itu memuaskan kesadaran keindahan kita dan rasa indah ini terpenuhi bila kita menemukan kesatuan atau harmoni dari hubungan bentuk-bentuk yang kita amati itu”. Keindahan adalah sesuatu yng dapat menimbulkan rasa senang dan seni adalah keindahan.
Tari merupakan salah satu bentuk kesenian yang memiliki media ungkap atau substansi gerak, dan gerak yang terungkap adalah gerak manusia. Gerak- gerak dalam tari bukanlah gerak realistis atau gerak keseharian, melainkan gerak yang telah diberi bentuk ekspresif. Gerak ekspresif ialah gerak yang indah, yang bisa menggetarkan perasaan manusia.Gerak yang di stilir mengandung ritme tertentu,yang dapat memberikan kepuasan batin manusia. Gerak yang indah bukan hanya gerak-gerak yang halus saja, tetapi gerak-gerak yang kasar, keras, kuat, penuh dengan tekanan-tekanan, serta gerak anehpun dapat merupakan gerak yang indah. Gerak merupakan elemen pertama dalam tari, maka ritme merupakan elemen kedua yang juga sangat penting dalam tari.
Ada dua jenis tari, yakni tari tradisional dan tari non-tradisional. Hal yang termasuk tari tradisional Indonesia adalah tari primitif, tari rakyat, dan tari klasik. Ketiga jenis tari ini tujuan upacara, hiburan, dan tontonan Sedangkan yang termasuk dalam jenis tari non-tradisional adalah tari kreasi baru, tari modern, dan tari kontemporer. Ciri khas tari kreasi baru adalah tari tradisional yang diperbaharui. Ciri khas tari modern dan tari kontemporer adalah penemuan baru dalam hal tema, bentuk, dan penyajian tari.
Wujud tari modern dan tari kontemporer Indonesia biasanya merupakan gabungan dari unsur-unsur budaya setempat dengan unsur budaya dunia. Ada pula yang sepenuhnya menampilkan unsur budaya dunia. Ciri khas tari kontemporer Indonesia adalah menyajikan tema, bentuk yang sedang terkenal, sedang menjadi sorotan saat ini. Jika tari kontemporer cirinya menyajikan tema dan bentuk yang sedang terkenal, sedang menjadi sorotan saat ini, namun tari modern belum tentu menyajikan tema dan bentuk yang sedang terkenal saat ini.
Seni tari bersifat universal, artinya seni tari ini dilakukan dan dimiliki seluruh manusia di dunia. Mengingat tempat kedudukan manusia satu dengan yang lain berbeda-beda, maka pengalaman hidup mereka itu beraneka ragam pula. Akhirnya dasar titik tolak pengetahuan merekapun berbeda-beda. Bagi manusia yang hidup di daerah tropis tentu akan berbeda dengan mereka yang hidup di daerah kutub. Bagi yang hidup di daerah pegunungan pasti berbeda dengan yang hidup di padang pasir. Perjuangan mereka berbeda-beda dalam memecahkan suatu masalah. Maka dari itulah, biarpun aspek kejiwaannya sama namun dalam penentuan pembatasan atau dalam memberikan definisi seni tari terdapat keaneka-ragaman.
Tari itu sendiri dalam penggunaannya dapat bermacam-macam. Pada musim hujan di malam hari katak menari-nari sambil menyanyi kerena kegembiraan. Kunang-kunang bergemerlapan memancarkan sinarnya diantara daun padi bagaikan menari-nari karena terpenuhi tuntutan kesenangan hidupnya. Di siang hari di atas dahan yang tinggi burung-burung meloncat-loncat dan terbang kesana kemari seolah menari-nari karena telah terpenuhi tuntutan kodratinya. Bayi lahir, setelah itu menangis, kemudian menari-nari karena telah berhasil memecahkan saat-saat kritis dalam perjuangan menyesuaikan diri dengan kondisi alam semesta. Demikian pula dari suku bangsa primitif sampai jke tingkat bangsa yang telah berkembang dan maju semuanya menari untuk mencerminkan tercapainya tuntutan hidupnya. Karena rasa kegembiraan, maka dalam mengekspresikan dibentuklah suatu gerakan yang enak untuk dinikmati oleh orang lain.
Untuk membatasai apa yang disebut tari, maka lahirlah bermacam-macam definisi tari. Definisi tersebut disusun oleh beberapa tokoh seni tari atau tokoh bidang seni lain yang dalam hidupnya banyak berkecimpung dalam bidang seni tari. Para tokoh tersebut antara lain mendefinisikan tari sebagai berikut:
1. Ingkang kawastanan beksa inggih punika ebahing sadaya saranduning badan, kesarengan ungeling gangsa, katata pika tuk wiramaning gending, jumbuhing pasemon kalihan pikajenging joged (arti: tari adalah gerak seluruh badan yang diiringi irama lagu musik yang diselaraskan dengan ekspresi tarinya). Dikemukakan oleh BPH Suryodiningrat, seorang ahli tari dari Daerah Istimewa Yogyakarta dalam bukunya “Babad lan Mekaring Joged Jawi”.
2. Tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-grak ritmis yang indah. Dikemukakan oleh Drs. Sudarsono dalam bukunya “Djawa dan Bali: Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia”.
3. Tari adalah ekspresi estetis dalam gerak dengan media tubuh manusia. Dikemukakan oleh Drs. Wisnoe Wardhana dalam bukunya “Pengajaran Tari”.
4. Tari adalah keteraturan bentuk gerak tubuh di dalam ruang. Dikemukakan oleh Drs. Sudharso Pringgobroto dalam kuliah-kuliah ASTI Yogyakarta sekitar tahun 1967.
5. Tari adalah gerak yang ritmis. Dikemukakan oleh Curt Sach, seorang ahli tari Jerman dalam bukunya “World History of the Dance”.
6. Tari adalah gerak-gerak yang berbentuk dan ritmis dari tubuh dalam ruang. Dikemukakan oleh Corrie Hartong dalam bukunya “Danskunst”.
7. Tari dapat dikatakan sebagai suatu naluri, suatu desakan emosi dalam diri kita yang mendorong kita untuk mencari ekspresi pada tari, yaitu gerakan-gerakan luar yang ritmis yang lama kelamaan nampak mengarah kepada bentuk-bentuk tertentu. Dikemukakan oleh Kamaladevi Chattopadhyaya, seorang ahli seni dari India.
8. Tari adalah ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif. Dikemukakan oleh La Meri dalam bukunya “Dance Compotition”.
Penggolongan berdasarkan atas fungsinya, Tari digolongkan menjadi:
· Tari Upacara, yaitu tarian yang bersifat magis untuk mempengaruhi alam, bersifat ritual dan untuk upacara adat yang bersifat religius. Tarian ini sering digunakan untuk upacara agama.
· Tari Hiburan, yaitu tari yang dititik beratkan pada segi hiburan, dimana tidak diutamakan pada segi keindahannya. Pada umumnya berbentuk tari pergaulan. Tarian ini biasanya ditarikan secara berpasangan antara muda-mudi dengan santai.
· Tari Pertunjukan, yaitu tari dimana nilai artistiknya sangat diutamakan. Golongan tari-tarian ini adalah merupakan kelompok seni murni, bukan seni terpakai. Biasanya tari ini merupakan sarana ekspresi dari penciptanya yang murni tanpa dibatasi dan disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan lain di luar seni tari.
Penggolongan berdasarkan isinya, digolongkan menjadi:
v Tari Pantomim, yaitu tari yang isi atau temanya mencoba untuk menirukan sesuatu. Yang ditirukan dapat berupa kejala-gejala alam, misalnya hujan, angin, benda-benda alam, kegiatan sehari-hari, dan sebagainya.
v Tari Erotik, yaitu tari yang mengambil tema percintaan pria dan wanita. Tarian hiburan pada jaman feodal banyak yang mengambil tema erotik yang memang mengasyikkan.
v Tari Heroik atau Kepahlawanan, yaitu tarian yang mengambil tema kepahlawanan. Biasanya berupa tarian perang. Perang antara yang jahat melawan yang baik/benar. Juga menggambarkan kecintaan seorang pahlawan terhadap tanah airnya.
v Drama Tari, yaitu rangkaian tari yang disusun sedemikian rupa hingga melukiskan suatu kisah atau cerita drama tari berdialog, baik prosa maupun puisi dan juga ada yang berupa dialog (percakapan). Jika tanpa dialog, maka menggunakan tanda-tanda gerakan ekspresi muka atau mimik sebagai alat untuk berbicara. Adapun cerita yang sangat digemari oleh masyarakat misalnya: Ramayana, Mahabarata, Panji atau juga Babad.
Unsur Pokok Tari
Media memiliki 2 pengertian, yaitu bahan dan alat. Bahan baku tari adalah gerak dan tubuh manusia sebagai alat untuk mengungkapkan ide, perasaan, dan pengalaman. Gerak tari terbentuk karena adanya kombinasi tenaga, ruang dan waktu di dalam setiap gerak tari maka ketiganya disebut sebagai unsur pokok tari
Tenaga adalah kekuatan yang mendorong terjadinya gerak. Jenis tenaga adalah berat/ringan, kuat lemah.
Ruang adalah tempat untuk bergerak. Tempat untuk bergerak yang bersifat harfiah, contohnya panggung terbuka, panggung tertutup. Sedangkan bersifat imajinatif tercipta karena benda-benda di panggung dan karena gerakan penari, arah gerak penari, teba gerak, tinggi rendah penari pada waktu menari.
Waktu adalah tempo yang diperlukan penari untuk melakukan gerak. Waktu tergantung dari cepat lambatnya (tempo) penari dalam melakukan gerakan, panjang pendeknya ketukan (ritme) penari dalam bergerak dan lamanya (durasi) penari melakukan gerakan.
Unsur Komposisi Tari
Pengetahuan komposisi tari adalah pengetahuan yang berhubungan dengan bagaimana memilih dan menata gerakan menjadi sebuah karya tari. Pengetahuan komposisi tari mempelajari tentang desain lantai, desain atas, desain musik, dramatik, dinamika, tema, tata rias dan busana, tata pentas, tata lampu dan tata suara.
Desain lantai, desain atas, desain musik, dramatik, dinamika, tema, tata rias dan busana, tata pentas, tata lampu dan tata suara disebut sebagai unsur komposisi tari. Desain lantai adalah garis-garis lantai yang dilalui oleh seorang penari atau garis yang dibuat oleh formasi penari. Desain atas adalah desain yang dibuat oleh anggota badan yang berada di atas lantai. Desain musik adalah pola ritmik dalam tari.
Desain dramatik adalah tahap-tahapan emosional untuk mencapai klimaks dalam sebuah tari. Dinamika adalah segala perubahan di dalam tari karena adanya variasi-variasi di dalam tari. Tema adalah ide persoalan dalam tari. Tata rias dan busana adalah rias wajah dan pakaian untuk mendukung penampilan penari di atas pentas. Tata pentas adalah penataan pentas untuk mendukung pergelaran tari. Seperangkat benda yang berada di atas pentas untuk mendukung pergelaran tari disebut dengan setting. Tata lampu adalah penataan seperangkat lampu di pentas untuk mendukung pergelaran tari. Tata suara adalah penataan seperangkat alat sumber bunyi untuk tujuan pengaturan musik iringan tari, pada waktu pergelaran tari berlangsung.
KEKAYAAN TARI BERDASARKAN FUNGSINYA
Tari tumbuh dan berkembang dari jaman ke jaman sesuai dengan berkembangnya taraf kehidupan manusia di dunia ini termasuk pula kondisi alam/lingkungan, sosial dan kepercayaan / agamanya (religi) atau lebih luasnya lagi dengan perkembangan budayanya.
1. Tari Dalam Fungsi Sosial
Tari dalam kehidupan sosial masyarakat memiliki tiga fungsi utama yaitu:
a. Tari untuk kebutuhan upacara kepercayaan (religi), disebut tari
upacara.
b. Tari untuk kebutuhan hiburan/kesenangan, disebut tari
hiburan/pergaulan.
c. Tari untuk memberikan kesenangan kepada pihak lain (penonton), disebut tari pertunjukan.
a. Tari Upacara
Tarian ini lahir merupakan dampak dari aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemujaan dalam kepercayaannya yang bersifat magis dan sakral. Tari upacara merupakan tari yang paling tua, karena tarian ini telah muncul pada masa peradaban manusia masih primitif (sederhana), dimana manusia dijaman itu masih memiliki intelektual yang rendah dan masih memiliki keterbatasan kemampuan berpikir serta menganut kepercayaan animisme, dinamisme dan totemisme.
Kondisi tari upacara bila ditinjau dari segi koreografi, rias dan busananya, musik pengiring, tempat dan cara penyajiannya sangat sederhana, karena kita maklumi tarian upacara bukan bentuk tari hasil dari penataan khusus, akan tetapi hanya merupakan gerak-gerak spontan sebagai ekspresi dari gerak-gerik penyelenggaraan pemujaannya. Demikian pula rias dan busana, musik pengiring, tempat dan cara pementasannya sangat tergantung kepada tujuan dan kondisi dari penyelenggaraan upacaranya. Keindahan yang terlahir dari gerak-gerak yang sangat didukung oleh kekuatan ekspresi dan
ritme dalam penyampaian harapannya (tujuan dari pemujaannya). Bentuk tari upacara ini hidup dimana-mana di dunia ini, akan tetapi sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial masyarakatnya ada yang masih bertahan hidup, dikarenakan tarian tersebut masih relevan dengan kebutuhan masyarakatnya, dan banyak yang sudah punah dikarenakan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi kehidupan masyarakatnya, atau bisa bertahan dikarenakan sudah beralih fungsi ke bentuk tari lain seperti menjadi tari hiburan atau pertunjukan.
b. Tari Hiburan
Adapun yang termasuk tari-tarian hiburan, tari-tarian dimana titik berat tarian tersebut bukanlah keindahan, tetapi lebih pada segi hiburan, dan umumnya merupakan tarian pergaulan”. Dalam tarian ini akan terlihat lebih mementingkan kepuasan pribadi (indivdu) pelakunya dari pada kepuasan bagi orang yang melihatnya (penonton), yang penting mereka bisa bergerak sepuasnya sesuai dengan alunan irama yang diikutinya.
Yang dimaksud dengan tari sebagai media pergaulan di sini, pada dasarnya berlatar belakang dilakukan secara terpadu bersama- sama, baik oleh semua laki-laki, semua perempuan maupun laki-laki sama perempuan. Bahkan semaraknya fenomena ini antara lain bahwa semua orang yang hadir di tempat itu berhak dan layak tampil, tak ada garis pemisah antara pelaku atau penari dengan penonton.
Sebenarnya terjadi perlakuan-perlakuan yang melanggar kesusilaan. Hal ini cukup meresahkan masyarakat serta merendahkan citra keseniannya. Oleh karena itu setelahnya jaman kemerdekaan tingkat intelektual masyarakat secara umum (pendidikan dan ajaran agama) tambah maju, juga pemerintah tanggap atas unsur-unsur negatif tersebut, sedikit demi sedikit unsur-unsur negatifnya ditertibkan sehingga muncul tari hiburan yang lebih murni menggunakan media gerak tari. Bahkan muncul adanya perubahan fungsi yang asalnya bentuk tari hiburan melalui pengolahan/penggarapan tertentu menjadi bentuk tari pertunjukan/tontonan.
c. Tari Pertunjukan
Tari pertunjukan merupakan ekspresi jiwa yang didominir oleh akal. Maksudnya tari pertunjukan dalam proses karyanya lebih banyak menggunakan akal/pemikiran, karena tarian ini sengaja dibuat untuk disajikan dan memberikan kesenangan kepada pihak lain/penononton, melalui perencanaan (pembuatan konsep/naskah), pengolahan/penggarapan, serta penampilan hasil karya (pementasan), tertata dengan baik secara artistik untuk mewujudkan suatu tontonan yang dapat memberikan kepuasan/kesenangan bagi penonton/apresiatornya. Pada fungsi inilah tari terwujud lewat ekspresi penari menjadi media komunikasi estetik antara penggarap atau koreografer dengan para penontonnya. Sehingga tarian ini disebut juga berfungsi sebagai presentasi estetis.
2. Tari Dalam Fungsi Pendidikan
Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metoda- metoda tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan. Peranan seni tari dalam pendidikan diartikan bagaimana dampak positif dari aktivitas manusia dalam seni tari dan bagaimana pengaruh positifnya terhadap kehidupan manusia baik secara individu maupun kelompok.
3. Tari Dalam Fungsi Ekonomi
Maksudnya ialah kehidupan dalam dunia seni tari bila dilaksanakan secara profesional, akan menimbulkan pertumbuhan ekonomi bagi kehidupan pelaku, pengelola, bahkan lebih luasnya lagi menjadi sumber defisa negara yang berkaitan dengan dunia pariwisata.
KEKAYAAN TARI BERDASARKAN BENTUK DAN CARA PENYAJIANNYA.
Setiap penyajian tari akan tampak jelas aneka ragam bentuk koreografinya, bentuk-bentuk penyajian tari sebagai berikut :
Tari Tunggal, adalah tarian yang dilakukan oleh seorang penari. Gerakannya mencapai tingkat kerumitan tertinggi dibanding dengan bentuk tari lainnya.
Tari Rampak, adalah tari yang dilakukan oleh lebih dari seorang penari dengan gerakan-gerakannya yang seragam (rampak). Untuk memenuhi keseragaman gerak maka akan terjadi penyederhanaan gerak. Atau memang sudah ditata sedemikian rupa sehingga tingkat kerumitannya tidak terlalu menyulitkan untuk dilakukan seragam.
Tari Berpasangan,adalah tarian yang dilakukan berdua dengan gerakannya sebagian berlainan satu sama lain, tetapi antar penari merupakan satu kepaduan disebut duet. Bentuk perkembangan lainnya ada yang ditarikan bertiga (Trio) dan paduan dari empat penari yang disebutQuartet.
Tari Paduan Kelompok, adalah karya tari dimana dua atau lebih kelompok, penari yang gerakannya antar kelompok itu berlainan. Umpamanya tari tunggal tampil dengan tari rampak yang masing-masing gerakannya berlainan tetapi antara keduanya ada keterpaduan jalinan. Dapat pula terjadi ditampilkan bersamaan bentuk tari tunggal dengan tari berpasangan, atau tari berpasangan bersama tari rampak.Dramatari, adalah karya tari yang berpola pada adegan-adegan serta alur ceritera atau plot.
Penggolongan berdasarkan isinya, Tari digolongkan menjadi:
v Tari Pantomim, yaitu tari yang isi atau temanya mencoba untuk menirukan sesuatu. Yang ditirukan dapat berupa kejala-gejala alam, misalnya hujan, angin, benda-benda alam, kegiatan sehari-hari, dan sebagainya.
v Tari Erotik, yaitu tari yang mengambil tema percintaan pria dan wanita. Tarian hiburan pada jaman feodal banyak yang mengambil tema erotik yang memang mengasyikkan.
v Tari Heroik atau Kepahlawanan, yaitu tarian yang mengambil tema kepahlawanan. Biasanya berupa tarian perang. Perang antara yang jahat melawan yang baik/benar. Juga menggambarkan kecintaan seorang pahlawan terhadap tanah airnya.
v Drama Tari, yaitu rangkaian tari yang disusun sedemikian rupa hingga melukiskan suatu kisah atau cerita drama tari berdialog, baik prosa maupun puisi dan juga ada yang berupa dialog (percakapan). Jika tanpa dialog, maka menggunakan tanda-tanda gerakan ekspresi muka atau mimik sebagai alat untuk berbicara. Adapun cerita yang sangat digemari oleh masyarakat misalnya: Ramayana, Mahabarata, Panji atau juga Babad.
Contoh Tarian Tradisional :
Indonesia bukan hanya kaya dengan budaya tapi juga kaya dengan berbagai macam kesenian, salah satunya seni tari jaipong atau jaipongan yang berasal dari jawa barat. Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai tari jaipong, mulai dari pengertian tari jaipong, sejarah tari jaipong dan perkembangan Tari jaipong.
Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
Sejarah Tari Jaipong
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Perkembangan Tari Jaipong
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng Bojong” yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya “kaleran” (utara).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan dan tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata dan Asep.
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong. Semoga seni tari jaipong ini bisa tetap lestari di Indonesia kita tercinta ini dan jangan sampai diklaim oleh negara lain.
Contoh tarian modern :
Sejalan dengan perkembangannya, tari modern di Indonesia ini dapat dikategorikan menjadi beberapa macam, antara lain adalah hip-hop dance, concert dance, break dance, R&B dance, freestyle dance, dan yang terakhir baalroom dance.
Modern dance, atau dalam Bahasa Indonesia berarti tari modern, adalah suatu bentuk tarian yang terbentuk dan berkembang sejak dari awal abad 20.
Di beberapa tempat yang belum begitu mengenal tari modern seperti di Indonesia, ballroom dance serta concert dance juga masih dianggap sebagai bagian dari tari modern ini. Namun apabila dilihat dari latar belakang sejarah, tari modern ini sebenarnya dipelopori oleh penari-penari dari Amerika Serikat, serta penari-penari di beberapa negara di Eropa Barat yang “memberontak” terhadap ballet dance serta classical dance yang sedang booming saat itu.
Beberapa penari yang paling terkenal dengan aksinya saat itu adalah Loie
Fuller, Isadora Duncan and Ruth St. Denis. Aksi mereka dilandasi dengan faktor kelemahan dari ballet dan classical dance sendiri, yaitu diperlukannya perlengkapan khusus selain musik, seperti kostum, sepatu tari, serta bahkan tata rias yang tebal. Beberapa dari perlengkapan tersebut tidak mampu dimiliki oleh orang-orang biasa dengan latar ekonomi yang rendah, yang juga punya ketertarikan besar untuk menari. Oleh sebab itu ketiga penari tersebut kemudian menciptakan suatu free dance yang kemudian dikenal dengan cikal bakal dari tari modern.
Gambar A diatas adalah contoh perkembangan seni tari yang dibawakan oleh kelompok tari yang bernama Rumingkang. Mereka menggabungkan tarian daerah dengan beberapa tarian modern. Dapat dilihat perubahannya juga dari kostumnya dan tata riasnya.
Gambar B diatas adalah contoh tarian tradisional yang masih utuh dan asli serta fungsinya untuk diprtunjukkan.
Berikut adalah contoh tarian yang bernama Sari Kusumo yang berasal dari daeraj jogjakarta. diperankan oleh salah satu mahasiswi Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
tarian ini dimulai dari panggung kiri terus ke tengah dan berakhir dikanan. Adapun contoh - contoh geraknya adalah sebagai berikut :
- Kaki : - nyeleketin
- Nguyuk ( ombak )
- Seleh (kesamping)
- Melaku dodok (jalan duduk)
- Lenggah sila (duduk sila)
- Tangan : - Ngeruji (jari 4)
- Nyempurir (jari tengah)
- Ngiring (jari tengah ujung)
- Kepala : - Godeg (gerakan kepala)
- Tolehan (hanya kiri dan kanan)
Kesimpulan
v Sebagaimana seorang mahasiswa menaruh perhatian pada perilaku insani, kami berbicara tentang adannya interigasi dari individu-individu dengan budayanya, serta dengan cara yang sama, tidaklah mungkin untuk menarik keluar tari dari konteksnya yang cocok sebagai sebuah aspek perilaku insani. Sebagai seorang mahasiswa yang menaruh perhatian secara khusus pada tari, saya tahu kebutuhan untuk menyempitkan pumpunan yang berkenaan dengan tujuan pemahaman dari aspek-aspek tertentu, yang kebanyakan kerapkali adalah aspek formal dan kontekstual, meskipun sifat dasarnya mungkin menyebabkannya lebih rentan terhadap adanya perhatian rangkap. Kajian ini adlah sebuah wilayah, misalnya, yang memiliki sangat banyak literatur yang telah dihasilkan.
v Hubungan antara tari dan budaya sama sekali bukanlah sesuatu yang sederhana. Masyarakat yang sederhana memiliki tarian yang sederhana. Lebih-lebih lagi, karena tari dianggap respons yang lugas, pada masa lalu beranggapan bahwa ada makna yang lebih besar bagi orang-orang primitive dan akan melimpah seiring dengan datangnya peradaban. Kajian budaya dan masyarakat sebagai keseluruhan yang integrative mengikutsertakan sikap yang lebih realitis dalam menghadapi peran tari dalam masyarakat insani. Mereka tidak menanggap kesederhanaan atau kerumitan bentuk tari sebagai sebuah fungsi dari aras suatu masyarakat atau budaya, dan mereka melihat tari sebagai yang memiliki fungsi-fungsi yang berbeda, tergantung dari konteks budaya di mana tari merupakan bagian integral darinya. Kajian atas perubahan yang ada bahkan lebih dilibatkan untuk memahami adannya hubungan yang rumit antara tari dan budaya, karena tak satu pun perubahan bentuk atau perubahan dalam makna tari dapat dipahami tanpa menunjuk pada konteks budayanya. Lebih-lebih lagi, bentuk dan makna bisa saja berubah dengan dengan kecepatan yang berbeda. Akhirnya, perubahan mungkin terjadi dalam menjawab perubahan-pada tatanan yang lebih luas atau mungkin terjadi ketika tatanan yang ada secara relatife stabil.
v Salah satu dari pendekatan-pendekatan yang belum lama berselang dalam seni tari adalah yang berhubungan dengan aspek-aspek simbolik tari. Secara tradisi, simbolisme merupakan wilayah yang telah diperhatikan hampir secara eksklusif dengan bentuk. Ini benar-benar merupakan simbolisme dalam tari seperti juga simbolisme dalam teba wilayah yang lainnya. Jika kita beranggapan bahwa bentuk tari tak dapat dipisahkan dari penarinya, yang dapat dipisahkan dari penarinya, yang dapat di pisahkan dari konteksnya, lalu seperangkat yang sama-sama penting mesti ditanyakan tentang alasan-alasan yang menyebutkan adanya jenis simbolisisme yang khusus dalam lakon. Kapan dan kenapa orang merasa perlu untuk mengindentifikasikan dirinya lewat simbol-simbol tertentu dalam tari. Bagaimana ini bahwa mereka mungkin menggunakan seperangkat simbol pada suatu peristiwa dan simbol yang lain pada peristiwa kedua? Dari kepentingannya juga, dengan jelas, adakah simbol-simbol bagi mereka sendiri dan bagaimana simbol-simbol itu dipilih. Namun bahkan disini konteks tidak dapat diabaikan untuk waktu yang lama karena simbol-simbol tidak muncul dalam sebuah kekosongan; simbol ini muncul untuk menanggapi saingan maupun lawan yang lebih sering daripada tidak sama sekali, dan kerap kali merupakan simbol-simbol yang dipinjamkan dari kelompok yang menentangnya.
REFERENSI
v Anya Peterson Royce, 2007, Antropologi Tari
v A,A,M,Djelantik, 1999, ESTETIKA, Sebuah Pengantar.
Thank's gan infonya !!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id
Pnjgnyaaaa
BalasHapus