Nama : Anggraeni Masrina
NIM : 4423107046
Usaha Jasa Pariwisata 2010
"Tradisi Etnik Nusantara"
v Folklore Bukan Lisan Kota Aceh
Merupakan
folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara
lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materiil(artefak). Yang termasuk dalam
folklor bukan lisan:
§ Arsitektur
rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci). Arsitektur merupakan sebuah seni atau
ilmu merancang bangunan.
§ Kerajinan
tangan rakyat. Awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi waktu senggang dan
untuk kebutuhan rumah tangga.
§ Pakaian/perhiasan
tradisional yang khas dari masing-masing daerah
§ Obat-obatan
tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin)
§ Masakan
dan minuman tradisional
Kerajinan
Tangan
Tikar
Pandan Simeulue
Masyarakat
Aceh sudah mengenal anyaman pandan dari dahulu khususnya masyarakat di pesisir
pantai dimana banyak terdapat pohon pandan (bak seukeu). Khusus bagi masyarakat
Simeulue menganyak tikar pandan sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara
turun temurun oleh masyarakat disana dan menjadi kegiatan rutin bagi
para\wanitanya. Di Simeulue Barat, Tikar Pandan ini merupakan bagian dari
ritual adat dan biasanya digunakan pada saat upacara pernikahan, menyambut
tamu, upacara kematian dan ucapan doa selamat
untuk anak yang baru lahir dan sebagainya.
Tikar
Bercucuk
Tikar
Bercucuk merupakan salah satu kerajinan tangan masyarakat Gayo. Tikar Bercucuk
adalah tikar pandan yang di bagian permukaanya disulam dengan benang wol
menggunakan Cucuk yaitu sejenis jarum besar (sari gatel) dengan panjang 5 inci
berfungsi sebagai alat penyulam. Tikar
bercucuk kelihatan sangat menarik dikarenakan motif dan corak yang dituangkan
mengandung arti, seperti motif sisik ikan, bintang dan lain sebagainya. Semua
motif tersebut menggambarkan kehidupan masyarakat Gayo. Motif-motif tersebut
disulam hanya oleh ahli pembuat Tikar Bercucuk yang mewarisi keahlian dari
orangtuanya. Jadi tidak sembarang orang bisa membuat Tikar Bercucuk. Hal inilah
yang menyebabkan kerajinan Tikar Bercucuk ini menjadi barang langka. Di tambah
lagi bahan baku yang berupa kertan sudah sulit untuk di dapat.
Tikar
bercucuk biasanya digunakanpada upacara adat Gayo terutama perkawinan yang
digunakan untuk dudukan bagi calon
pengantin pria. Tetapi tikar bercucuk tidak lagi sering dipakai karena kelangkaannya
tadi. Bahkan tidak banyak orang yag tahu apa itu Tikar Bercucuk ahkan orang
Aceh itu sendiri.
Nepa
Nepa
adalah sejenis gerabah yang dalam bahasa Gayo mempunyai arti meratakan tanah liat. Kerajinan Nepa banyak ditemukan di kabupaten Aceh Tengah. Gerabah ini
pada umumnya dalam masyarakat Gayo digunakan untuk keperluan sehari-hari
seperti: periuk (Kuren) untuk memasak nasi dengan tutupnya (Kiup), untuk
memasak sayur (Belanga), Piring (Capah), Cangkir (Cerek) dan beberaa kendi
laki-laki dan perempuan (Keni Rawan Orum Banan). Bagi wisatwan yang datang ke
kabupaten Aceh Tengah bisa menemukan produk-produk gerabah ini di setiap
toko-toko yang ada disana.
Anyaman
Pandan

Batok
Kelapa

Pulau
Weh memiliki Sentra Industri Batok Kelapa di Desa Ie Meulee-Ujung Kareung.
Kerajinan dari Batok Kelapa ini dijadikan souvenir-souvenir cantik yang bisa
dijadikan koleksi cinderamata jika berkunjung ke kota Sabang (pulau Weh).
Kerajinan dari batok kelapa ini juga dijual di toko-toko souvenir di Jalan
Perdagangan Sabang.
Pakaian
Adat
Keureusang
(Kerosang/Kerongsang/Bros)
Patam
Dhoe
adalah salah satu perhiasan dahi wanita Aceh.
Biasanya dibuat dari emas ataupun dari perak yang disepuh emas. Bentuknya
seperti mahkota. Terbuat dari perak sepuh emas. Terbagi atas tiga bagian yang
satu sama lainnya dihubungkan dengan engsel. Di bagian tengah terdapat ukuran
kaligrafi dengan tulisan-tulisan Allah dan di tengahnya terdapat tulisan
Muhammad-motif ini disebut Bungong Kalimah -yang dilingkari ukiran bermotif
bulatan-bulatan kecil dan bunga.
Peuniti
Seuntai
Peuniti yang terbuat dari emas; terdiri dari tiga buah hiasan motif Pinto Aceh.
Motif Pinto Aceh dibuat dengan ukiran piligran yang dijalin dengan motif bentuk
pucuk pakis dan bunga. Pada bagian tengah terdapat motif boheungkot (bulatan-bulatan
kecil seperti ikan telur). Motif Pinto Aceh ini diilhami dari bentuk pintu
Rumah Aceh yang sekarang dikenal sebagai motif ukiran khas Aceh. Peuniti ini
dipakai sebagai perhiasan wanita, sekaligus sebagai penyemat baju.
Simplah

Subang
Aceh
Subang
Aceh memiliki diameter 6 cm. Sepasang Subang terbuat dari emas dan permata.
Bentuknya seperti bunga matahari dengan ujung kelopaknya yang runcing-runcing.
Bagian atas berupa lempengan yang berbentuk bunga Matahari disebut
"Sigeudo Subang." Subang ini disebut juga subang bungong mata uro.
Taloe
Jeuem
Seuntai
tali jam yang terbuat dari perak sepuh emas. Terdiri dari rangkaian
cincin-cincin kecil berbentuk rantai dengan hiasan berbentuk ikan (dua buah)
dan satu kunci. Pada ke dua ujung rantai terdapat kait berbentuk angka delapan.
Tali jam ini merupakan pelengkap pakaian adat laki-laki yang disangkutkan di
baju.
Makanan
dan Minuman
Makanan khas Aceh mulai digemari oleh siapapun
yang berkunjung ke Aceh karena keunikan dan kelezatannya serta keunikan dalam
pembuatannya. Pada umumnya, makanan Aceh tidak menggunakan bahan penyedap atau
bahan pengawet yang dapat membahayakan kesehatan tubuh, melainkan menggunakan
sumber bahan alami dan segar yang berasal dari tanah Aceh. Resep makanan khas
Aceh yang berasal dari warisan nenek moyang Aceh “indatu” dengan rasa dan aroma
yang unik masih terus dikembangkan dan dipelihara sampai sekarang. Meskipun,
beberapa daerah lainnya juga memasak makanan yang sama (makanan khas Aceh),
namun rasa dan aromanya masih sangat jauh berbeda.
Makanan
khas Aceh juga dipercaya dapat menambah stamina, sekaligus dapat menyembuhkan
penyakit karena bahan utama yang digunakan untuk memasak mengandung berbagai
jenis rempah-rempah dan tumbuh-tumbuhan tertentu yang hanya tumbuh di Aceh,
seperti kayu manis, lengkuas, jahe, kunyit, serai, cenkeh, belimbing wuluh,
asam sunti (belimbing wuluh yang dikeringkan dan diperam dengan garam), batang
pisang muda, bunga kala, dll. Makanan Aceh dapat dinikmati secara gratis pada
hari-hari besar agama Islam dan kebudayaan, seperti perayaan Maulid Nabi
Muhammad SAW, pesta perkawinan, mek meugang, syukuran maupun pesta-pesta rakyat
lainnya. Dijamin tidak seorang pun yang dapat menahan keinginannya untuk tidak
menikmati makanan Aceh, seperti Mie Aceh dan Kari Kambing. Bahan makanan khas
Aceh umumnya bersumber dari sumber daya laut, pertanian, perkebunan,
perternakan, perkebunan, sungai/danau dan beberapa jenis burung. Semua produk
alam tersebut dapat digunakan sebagai bahan utama pembuat makanan khas Aceh,
seperti kari kambing, mie Aceh, mie caluk, tumis, sup Aceh “asam keuung”, ikan
kayu, kuah pliek, kanji rumbi, dendeng Aceh, sate matang, dll. “Rujak Aceh”
yang berasal dari berbagai buah segar juga sangat menantang untuk dicoba
setelah menikmati makanan utama dengan rasa sedikit pedas.
Berikut
deskripsi beberapa makanan khas Aceh yang telah terkenal, sekaligus menarik
minat wisatawan untuk berkunjung ke Aceh:
![]() |
Mie Aceh |
“Kari
Aceh” adalah jenis makanan khas Aceh yang paling digemari di Aceh dan “Kuah
Beulangong” dalam Bahasa Aceh dan “Kuah Beulanga” dalam Bahasa Indonesia. Kari
Aceh memiliki rasa yang sedikit pedas yang berwarna kuning. Terdapat empat
jenis masakan kari Aceh dengan bahan utama yang berbeda, yaitu kari kambing,
kari daging lembu, kari itik dan kari ayam. Santan buah kelapa dan berbagai
bahan masakan lainnya, seperti buah nangka, atau buah pisang muda, cabai merah,
cabai keling, kelapa gongseng, dll. merupakan bahan-bahan utama yang menjadikan
masakan kari Aceh menjadi istimewa. Dalam banyak kesempatan, kari Aceh dimasak
secara tradisional dengan menggunakan sebuah belanga besar yang dirancang khusus.
Pada umumnya, hanya orang-orang lelaki dewasa yang memiliki keahlian memasak
yang mampu memasak masakan kari, sehingga akan menjadi daya tarik dan
pengalaman tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung.
Ayam Kari Aceh |
Keun=m |
“Mie
Caluk” berbeda dengan mie Aceh yang digoreng atau direbus. Mie caluk juga
menjadi masakan favorit masyarakat Aceh karena mie ini menggunakan saus atau
bumbu kacang. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan mie caluk juga
menggunakan bahan rempahan, sehingga rasa dan aromanya sangat khas dan
menggoda. Aceh juga memiliki beberapa jenis makanan penganan khas lainnya,
seperti Kekarah, Timphan, Adee, kueh supet, dll. Semua jenis penganan tersebut
memiliki rasa, bentuk serta bahan yang berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya.

“Timphan”
adalah penganan khas Aceh yang sering dibuat pada hari-hari besar agama Islam,
seperti menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Penganan ini
dibuat dari adonan tepung, telur dan parutan kelapa serta dibalut dengan daun
pisang muda yang segar. Timphan sangat terkenal di Aceh serta menarik
masyarakat Aceh yang berada di luar Aceh untuk “rindu kampung” dan pulang ke
Aceh, khususnya pada saat hari besar agama Islam, seperti Hari Raya Idul Fithri
dan Hari Raya Idul Adha. Banyak ungkapan atau peribahasa dengan kata Timphan,
seperti “Uroe got buleun got timphan ma peugoet beumeutemeng rasa” (Hari baik
bulan baik timphan ibu buat harus dapat kurasakan).
“Adee”
jenis penganan yang berasal dari Pidie Jaya yang dulunya juga sering dibuat
untuk kegiatan keagamaan, pesta perkawinan, kenduri ritual adat dan bingkisan
untuk kunjungan silaturahmi dengan sesama anggota keluarga dan kerabat di
kalangan masyarakat Aceh, khususnya Hari Besar Islam (Hari Raya). Adee yang
terbuat dari adonan tepung, telur dan santan kelapa memiliki rasa dan aroma
yang lezat dan telah terkenal sebagai bingkisan oleh-oleh dari Aceh. Adee dapat
dijumpai dan dinikmati dimana saja di Banda Aceh dengan aroma dan rasa yang
unik atau di tempat asalnya di Pidie Jaya sambil melihat langsung proses
pembuatan Aceh secara tradisional.
Jenis
minuman khas Aceh selain makanan adalah kopi dan bandrek. Aceh Tengah dan Bener
Meriah yang berada pada ketinggian 1500 m dpl dengan udaranya yang sejuk dengan
perkebunan kopinya yang terhampar luas. Kopi yang dihasilkan oleh daerah-daerah
tersebut sudah sangat terkenal di luar Aceh dan luar negeri yang terdiri dari
jenis kopi Arabica dan Robusta dengan kualitas ekspor.
Kopi
Aceh terkenal sangat istimewa dan lezat. Kopi telah menjadi minuman utama
masyarakat Aceh setiap harinya, baik di rumah, di kantor atau pada berbagai
acara pertemuan. Masyarakat Aceh akan kehilangan selera makannya bila tidak
mengkonsumsi kopi. Tidak mengherankan bahwa Aceh selain dikenal dengan ”ratusan
bangunan mesjid”, juga dikenal dengan ”ratusan warung kopi”. Minum kopi bagi
masyarakat Aceh telah menjadi bagian dari kegiatan sosial. Dengan minum kopi
dipercayakan dapat mempererat hubungan silaturahmi dan persahabatan, sekaligus
hiburan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar