Rabu, 28 Desember 2011

Kampung Naga oh Kampung Naga

NAMA : TIO ULI PATRICIA
NO. REG : 4423107036





Ini adalah Observasi Daerah Tujuan Wisata Jawa Barat yang pertama kalinya untuk Pariwisata UNJ angkatan 2010 dan 2011. Objek wisata yang pertama kami kunjungi ialah “Kampung Naga”. Kampung unik ini berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut  dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah  Garut.
Untuk mencapai kampung naga harus melewati 401 tangga, tapi saat dibuktikan lebih dari 401 tangga dan semua hasilnya berbeda-beda.
Suatu kehormatan bagi kami mendapat kesempatan menginap semalam di Kampung Naga. Sungguh beruntung kami dapat belajar dari mereka walaupun hanya sebentar.

Di sana udaranya sejuk, pemandangan alamnya yang menawan, dan budaya masyarakat adat yang khas terasa begitu mempesona. Harmoni dengan alam dan kepatuhan terhadap adat istiadat membuat kampung ini tetap bertahan di tengah arus modernisasi yang begitu kuat mendera mereka. Di balai desa kami berdialog dengan kuncen (pemangku adat) dan jajarannya. Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalan adat istiadat warisan nene moyang mereka berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Bumi ageung dan mesjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga. Penduduk kampung naga memeluk agama Islam. Pak Ateng yang memberikan informasi tentang kampung naga, sayangnya saat kami datang kesana itu hari selasa jadi tidak semua info dapat kami peroleh. Setiap pintu depan rumah warga ada tolak bala. Terdapat 113 bangunan rumah,314 warga, dan 108 kepala keluarga.




Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumahnya dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari eurih, tepus, ijuk, kemudian lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Tidak boleh selonjoran ataupun menghadap ke arah barat. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur dan juga tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan bangunan rumahnya tidak boleh menggunakan tembok, walaupun masyarakat sekitar mampu membuat rumah tembok atau gedung. Di setiap depan pintu rumah masyarakat Kampung Naga ada tolak bala dan tidak boleh mempunyai pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat, rejeki yang masuk ke dalam rumah melalui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.



         
Alat-alat dapurnya pun masih menggunakan alat tradisional seperti ayakan, boboku (tempat nasi), asepan (untuk masak nasi),  cempeh, seeng (panci)


                

Nah yang ini adalah salah satu alat musik yang ada di Kampung naga ada Tarebang (sejenis rebana), 

Mang No sedang mempraktekkan cara  memainkan alat music “sejak” ini ditiup dan di pukul, dan ada juga angklung.

Kampung naga tidak ada listrik padahal Pemerintah ingin memberikan listrik secara gratis namun masyarakat menolaknya, karena akan terjadi kecemburuan sosial dan arsitektur rumah mereka terbuat dari bahan yang mudah terbakar dan mereka takut terjadi kebakaran karena arus pendek listrik. Hanya beberapa masyarakat yang memiliki handphone, radio, televisi berwarna hitam putih yang hanya digunakan untuk menonton berita. Mereka juga menolak adanya kampenye,cuma ikut pilkada saja.
Masyarakat mendapat bantuan dari luar seperti fasilitas jalan, dan untuk menambah penghasilan mereka juga menjual hasil kerajinan tangan. Adat istiadat masyarakat disana dalam berpakaiana khususnya perempuan harus menggunakan rok atau sarung. Katanya kalau pakai celana itu untuk laki-laki :D
Pemerintah menyediakan subsidi gratis minyak tanah untuk masyarakat dan Departemen Agama juga mengirimkan guru ngaji. Pengajaran mengaji bagi anak-anak di Kampung Naga dilaksanakan pada hari senin-jumat. Kegiatan anak-anak kampung naga setelah pulang sekolah ada yang membantu orang tua berkerja di sawah, kalau yang malas biasanya main .
Pokoknya senang sekali bisa berkunjung dan menginap di Kampung naga, keindahan alammnya, keramah-tamahan masyarakatnya dan yang selalu mengingatkan saya akan kata “Jangan rusak muka bumi” :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar