No.Reg : 4423107046
It’s all about us and Kampung Naga
Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 6-8
Desember 2011, saya dan teman seangkatan juga adik kelas saya menjalankan ODTW
atau observasi daerah tujuan wisata ya, ODTW pertama kita yang baru bisa di
laksanakan pada semester 3. Walaupun ini bukan kali pertama saya dan teman
sekelas melakukan jalan-jalan istilahnya , karena sebelumnya kita sudah pernah
merasakan jalan-jalan tapi bukan sekedar jalan-jalan melainkan untuk
pemngambilan nilai tes diving yang dimana memang harus di laksakan langsung di
TKP. Tapi ini pertama kalinya kita melakukan ODTW, yang benar-benar suatu
perjalanan yang kita nanti-nanti karena memang di kesempatan kali ini kita
belajar langsung atau bisa di biliang kita mempraktekkannya langsung mata
kuliah mata kuliah yang selama ini kita dapatkan terutama tentang pemanduan.
Untuk ODTW I kali ini kita semua di ajak ke salah
satu provinsi di Pulau Jawa dan menjadi icon juga sudah banyak terkenal dan
menjadi salah satu kota destinasi favorit untuk menjadi tujuan wisata, yakni di
Jawa Barat. Dan tepatnya kita mengunjungi Bandung-Garut-Tasik untuk objek
wisata kita mengunjungi Candi Cangkuang, Kampung Naga, Kampung Sampireun,
Museum Geologi dan terakhir Saung Angklung Mang Udjo. Tapi yang akan saya
sharing lebih dalam dalam tulisan ini adalah mengenai Kampung Naga.
Perjalanan di mulai hari Selasa, tanggal 6 Desember
2011 lalu, jam 06.00 WIB kita di haruskan sudah kumpul di kampus. Untuk sebelum
berangkat dilakukan briefing terlebih dahulu, karena kebetulan saya dan teman
seangkatan di percaya dan di tugaskan untukdapat di katakan sebagai panitia tepatnya
menjadi tour leader dan juga tour guide. Karena itu kami yang bertugas untuk
melaksanakan briefing, absensi dan lain sebagainya. Perjalanan di mulai kurang
lebih pukul 08.30 WIB menuju Bandung
lewat tol Cikampek. Selama perjalanan saya dan juga teman-teman yang lain
saling melaksakan tugas masing-masing baik yang bertugas menjadi tour leader
ataupun tur guide.
Perjalanan kita sedikit terganggu karena sempat
mengalami kemacetan, namun itu semua tidak mengalahkan rasa semangat kita yang
ingin belajar langsung di tempat kejadian. Kurang lebih 3jam kita sampai di
Bandung tp sebelum kita datang ke objek wisata pertama kita yakni Candi
Cangkuang kita makan siang terlebih dahulu di RM Asep Stroberi, setelah makan
siang dan juga istirahat sholat kami melanjutkan perjalanan menuju Candi
Cankuang.
RM Asep Stroberi |
Setelah mengunjungi Candi Cangkuang kita melanjutkan lagi untuk ke
objek wisata selanjutnya yakni Kampung Naga. Kurang lebih sekitar jam 17.00 WIB
kami tiba di kampung tersebut. Tapi sebelumnya, sesampainya kita di areal
parkir Kampung Naga untuk menuju ke Kampung Naga nya itu sendiri kita harus
melewati jalan setapak dan juga menuruni anak tangga yang berjumlah 439 untuk
sampai ke Kampung Naga tersebut.
Mendapat kesempatan untuk menginap walaupun hanya semalam
di Kampung Naga merupakan suatu kerhomatan bagi kami semua. Udaranya yang begitu
sejuk, indah dan asri, pemandangan alamnya yang begitu menawan nan elok , dan
budaya masyarakat adat yang khas begitu terasa mempesona. Harmoni yang seimbang
dengan alam dan kepatuhan nya terhadap adat istiadat membuat kampung ini tetap
bertahan di tengah arus modernisasi yang begitu kuat mengepung mereka. Begitu beruntung
kami semua dapat belajar di sini dari mereka walaupun hanya sebentar.
Sekilas dalam pikiran kita barangkali ketika
mendengar nama Kampung Naga adalah ada sesuatu yang berhubungan tentang hewan naga.
Tapi ternyata bentuk asli dari kampung tersebut sangatlah berbeda dengan
namanya, dan gambaran kita mengenai tentang hal-hal yang berbau naga pun tak
terbukti, karena tak satupun terdapat naga yang berada di sana. Kampung Naga
hanyalah sebuah kampung kecil, yang karena para penduduknya patuh dan menjaga
tradisi yang ada, membuat kampung ini unik dan berbeda dengan yang lain. Tidak
salah jika kampung ini menjadi salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia yang
patut dilestarikan dan juga menjadi salah satu tujuan wisata minat khusus yang
sedang di minati banyak orang saat ini. Untuk nama Kampung Naga sendiri di
ambil dari nama daerah kampung tersebut yaitu desa Neglasari.
Kampung Naga secara geografis salah satu kampung
yang termasuk kampung Legok Dage Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten
Tasikmalaya. Kampung Naga ini mempunyi luas sekitar 1.5 Ha dan juga hanya
terdapat sekitar 108 bangunan saja termasuk rumah tinggal yang dihuni oleh
penduduk kampung naga, dan semua ini tidak bisa di perluas di sebabkan karena
memang sudah ada batasan-batasanya dan tidak bolehh dikurangi atau ditambah
kalaupun ada penambahan keluarga baru ia di haruskan membangun rumah di luar
Kampung Naga.
Hasil Kerajinan |
Kampung Naga saat ini memiliki jumlah penduduk
sebanyak 314 dari 108 kepala keluarga yang ada di kampung ini. Untuk mata
pencaharian di Kampung Naga sebagian besar adalah bertani yaitu menaman padi
dan untuk masa panennya adalah dua kali dalam setahun, untuk hasilnya di
utamakan untuk konsumsi dari penduduk Kampung Naga sendiri bukan untuk di jual
ke luar Kampung Naga. Selain itu ada juga yang bermata pencaharian dengan
mebuat kerainan yang terbuat dari bahan bambu menjadi sebuah anyaman yang
hasilnya adalah kerajinan cinderamata yang akan di pasarkan di Kota Tasik ,
Raja dan sekitarnya. Ada juga dengan memelihara hewan seperti domba, ayam atau
ikan sama seperti bertani hasilnya di utamakan untuk knsumsi sendiri atau du
jual hanya untuk para penduduk Kampung Naga sendiri. Terakhir untuk yang keluar
dari Kampung Naga biasanya ke luar kota Garut/Tasik mereka menjual makanan ringan dan juga mainan anak-anak.
Salah satu hewan peliharaan |
Kampung Naga sendiri terbagi dari dua lembaga
pemerintahan yakni lembaga peerintahan formal dan lembaga pemerintahan
informal. Untuk lembaga pemerintahan formal yaitu Kepala Dusun, sedangkan untuk
lembaga pemerintahan informal terdiri atas:
1.
Kuncen : pemangku adat
2.
Lebe : yang memberi aturan untuk penerimaan
mayat, mulai dari memandikan sampai memakamkan.
3.
Tunduh : yang bertugas untuk mengurus dan juga
mengayomi seluaruh warga yang ada disini.
Untuk masalah pendidikan ternyata Kampung Naga sendiri
untuk anak-anak mereka mayoritas dapat menyelesaikan hanya sampai jenjang Sekolah
Dasar (SD), untuk ke jenjang selanjutnya yang lebih tinggi SMP-SMA dan
seterusnya jarang karema memang mengalami masalah/ kendala dalam hal finansial.
Untuk sitem realigi mereka sebenarnya Islam, dan tidak mengikuti
organisasi-organsiasai seperti MUI dan lain-lain. Dan tidak benar yang
disebutkan di dalam sumber dari internet bahwa para penduduk yang ada di
Kampung Naga hanya melkasanakan sholat 5 waktu pada hari Jumat, karena nyatanya
mereka sama seperti yang lain melaksanakan sholat lima waktu seperti biasa dan
setiap hari.
Berbicara tentang kearifan lokal di Kampung Naga,
dimana Kampung Naga sendiri yang tetap memegang teguh warisan nenek
moyangnya(budaya sunda) dengan menghindari arus modernisasi yang terus ada di
dekat daerah sekitarnya. Mereka sangat menjunjung tinggi adat istiadat mereka
yang sejak dahulu ada hingga saat ini dan tidak ingin sesuatu hal terjadi yang
dapat menggoyahkan adat istidat mereka. Kemudian bicara soal jumlah bangunan penduduk
di sana bangunan rumah hanya di bataskan sejumlah 108 dari dulu hingga sekarang
dan kalaupun ada penambahan suatu keluarga di haruskan untuk membuat atau membangun
rumah di luar Kampung Naga karena memang tidak di perbolehkan untuk mengurangi
atau menambah bangunan yang sudah ada. Karena jika ada penambahan bangunan itu
akan membuat suatu kerusakan ingkungan dan ketidakseimbangan alam karena memang
jumlah lahannya yang terbatas.
Kemudian kearifan lokal yang menonjol lainnya adalah
tidak adanya aliran listrik di Kampung Naga ini, ini di lakukan karena mencegah
untuk terjadinya sesuatu hal buruk terjadi seperti arus pendek yang dapat
menyebabkan terjadinya kebakaran karena memang sebagian besar bangunan yang ada
adalah terbuat dari kayu, bambu dan juga bahan ijuk juga mencegah menjadikan
warga sekitar terpengaruh oleh kebudayaan-kebudayaan asing yang sering di
perlihatkan di banyak tayangan televisi sehingga untuk lebih menjaga kebudayaan
khas yang ada. Selain itu ini semua di lakukan untuk mencegah terjadinya
kecemburuan sosial yang akan terjadi antar masyarakat. Tetapi meskipun tidak
mempunyai listrik, bukan berarti ketua adat melarang aliran informasi.
Peralatan elektronik, seperti televisi, radio, kulkas dan telepon seluler, bisa
dimiliki sejumlah warga walaupun operasinya mengandalkan aki. Dan untuk
perangkat televisi masih berwarna hitam dan putih saja. Dan untuk tayangan
televisi hanya sebagai pemberi informasi untuk menonton berita saja.
Hutan Larangan |
Kemudian ketika kita memasuki Kampung Naga setelah melewati
jalan setapak dan menuruni anak tangga yang berjumlah 439 itu, di sebelah kanan
di samping Sungai Ciwulan juga terdapat Hutan Larangan, hutan yang dimana baik
orang luar bahkan warga sekitar pun di larang atau tidak di perkenankan untuk mnginjakkan
kaki sedikitpun disana. Untuk menginjakkan kaki saja sangat dilarang apalagi mengambil
, menebang kayu, atau dedaunan atau ranting-ranting yang ada atau yang berjatuhan
bahkan sudah lapuk sekalipun karena semua itu akan menyebabkan terjadinya
kerusakan kelestarian alam hutan tersebut sendiri seperti dapat menyebabkan
terjadinya erosi, banjir dan sebagainya karena itu Cuma dari kata pamali.
Mereka mengenal kata pamali yang berarti itu di larang dan mereka tidak akan
berani untuk melanggar yang namanya pamali tersebut.
Selanjutnya dari segi arsitektur bangunan, semua
warna bangunan tidak di perkenankan untuk mngecat rumah mereka masing-masing
dengan berbagai warna tetapi semua hanya memakai cat putih ini lebih di karenakan
supaya tidak adanya kesenjangan sosial, semua yang ada di sini sama sederajat
tidak ada yang membedakan satu sama lain. Kemudian untuk teras dan dapur yang
saling berhadapan kalau di tanya mereka menjawab dengan humor karena kalauo
kita butuh cabe tidak perlu ke depan-depan cukup ke tetangga. Tapi mungkin
karena lebih mengedepankan supaya mereka semakin dekat dan kalau ada sesuatu
dapat saling membantu dan juga melengkapi dengan mudah. Kemudian mengapa semua
bangunan menghadap arah timur, Abah Maun menjelaskan bahwa selain menyesuaikan
dengan keadaan lahan dan menjaga kebersihan, juga agar sinar matahari bisa
langsung sampai ke dalam rumah-rumah tanpa terhalangi oleh bangunan lain. Untuk
membuat sebuah rumah atau memperbaikinya, hampir semua masyarakat ikut
bergotong royong dalam pengerjaannya, sehingga pada proses pengerjaanya juga tidak
menggunakan jasa kuli bangunan.
Yang paling utama adalah keramah tamahan yang
mereka lakukan juga keterbukaan yang mereka tunjukkan. Dan masyarakat Kampung
Naga juga masih melestarikan adat yang ada dengan masih di laksanakannya upacara
adat yang dilaksakan.
Begitulah kira-kira cerita, sharing, deskripsi dari
saya tentang Kampung Naga. Belum afdol kalau kita ga belajar tentang culture
tourism di sini. Yang dekat dan mudah saja dulu yang kita pelu ketahui baru
setelah itu kita boleh vbelajar culture di Suku Baduy , Dayak atau yang
lainnya.
Setelah kami menginap kemudian esoknya kita
berkeliling Kampung Naga sekitar jam 10.00 WIB saya dan yang lain melanjutkan ODTW
kami ke destinasi selanjutnya yakni Kampung Sampiereun, lanjurt ke Bandungtepatnya
Lembang untuk menuju hotel dan beristirahat. Dan untuk
hari terakhir hari ketiga kami kita akan mengunjungi Museum Geologi dan Saung
Angklung Mang Udjo tidak ketinggalan ada jam untuk kami shopping alias
berbelanja oleh-oleh di daerah Jl. Riau dan Cihampelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar