Selasa, 27 Desember 2011

Nama : Anggraeni Masrina
No.Reg : 4423107046

It’s all about us and Kampung Naga

Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 6-8 Desember 2011, saya dan teman seangkatan juga adik kelas saya menjalankan ODTW atau observasi daerah tujuan wisata ya, ODTW pertama kita yang baru bisa di laksanakan pada semester 3. Walaupun ini bukan kali pertama saya dan teman sekelas melakukan jalan-jalan istilahnya , karena sebelumnya kita sudah pernah merasakan jalan-jalan tapi bukan sekedar jalan-jalan melainkan untuk pemngambilan nilai tes diving yang dimana memang harus di laksakan langsung di TKP. Tapi ini pertama kalinya kita melakukan ODTW, yang benar-benar suatu perjalanan yang kita nanti-nanti karena memang di kesempatan kali ini kita belajar langsung atau bisa di biliang kita mempraktekkannya langsung mata kuliah mata kuliah yang selama ini kita dapatkan terutama tentang pemanduan.

Untuk ODTW I kali ini kita semua di ajak ke salah satu provinsi di Pulau Jawa dan menjadi icon juga sudah banyak terkenal dan menjadi salah satu kota destinasi favorit untuk menjadi tujuan wisata, yakni di Jawa Barat. Dan tepatnya kita mengunjungi Bandung-Garut-Tasik untuk objek wisata kita mengunjungi Candi Cangkuang, Kampung Naga, Kampung Sampireun, Museum Geologi dan terakhir Saung Angklung Mang Udjo. Tapi yang akan saya sharing lebih dalam dalam tulisan ini adalah mengenai Kampung Naga. 

Perjalanan di mulai hari Selasa, tanggal 6 Desember 2011 lalu, jam 06.00 WIB kita di haruskan sudah kumpul di kampus. Untuk sebelum berangkat dilakukan briefing terlebih dahulu, karena kebetulan saya dan teman seangkatan di percaya dan di tugaskan untukdapat di katakan sebagai panitia tepatnya menjadi tour leader dan juga tour guide. Karena itu kami yang bertugas untuk melaksanakan briefing, absensi dan lain sebagainya. Perjalanan di mulai kurang lebih pukul 08.30 WIB  menuju Bandung lewat tol Cikampek. Selama perjalanan saya dan juga teman-teman yang lain saling melaksakan tugas masing-masing baik yang bertugas menjadi tour leader ataupun tur guide.

Perjalanan kita sedikit terganggu karena sempat mengalami kemacetan, namun itu semua tidak mengalahkan rasa semangat kita yang ingin belajar langsung di tempat kejadian. Kurang lebih 3jam kita sampai di Bandung tp sebelum kita datang ke objek wisata pertama kita yakni Candi Cangkuang kita makan siang terlebih dahulu di RM Asep Stroberi, setelah makan siang dan juga istirahat sholat kami melanjutkan perjalanan menuju Candi Cankuang.

RM Asep Stroberi
 Setelah mengunjungi Candi Cangkuang kita melanjutkan lagi untuk ke objek wisata selanjutnya yakni Kampung Naga. Kurang lebih sekitar jam 17.00 WIB kami tiba di kampung tersebut. Tapi sebelumnya, sesampainya kita di areal parkir Kampung Naga untuk menuju ke Kampung Naga nya itu sendiri kita harus melewati jalan setapak dan juga menuruni anak tangga yang berjumlah 439 untuk sampai ke Kampung Naga  tersebut.

Mendapat kesempatan untuk menginap walaupun hanya semalam di Kampung Naga merupakan suatu kerhomatan bagi kami semua. Udaranya yang begitu sejuk, indah dan asri, pemandangan alamnya yang begitu menawan nan elok , dan budaya masyarakat adat yang khas begitu terasa mempesona. Harmoni yang seimbang dengan alam dan kepatuhan nya terhadap adat istiadat membuat kampung ini tetap bertahan di tengah arus modernisasi yang begitu kuat mengepung mereka. Begitu beruntung kami semua dapat belajar di sini dari mereka walaupun hanya sebentar.


Sekilas dalam pikiran kita barangkali ketika mendengar nama Kampung Naga adalah ada sesuatu yang berhubungan tentang hewan naga. Tapi ternyata bentuk asli dari kampung tersebut sangatlah berbeda dengan namanya, dan gambaran kita mengenai tentang hal-hal yang berbau naga pun tak terbukti, karena tak satupun terdapat naga yang berada di sana. Kampung Naga hanyalah sebuah kampung kecil, yang karena para penduduknya patuh dan menjaga tradisi yang ada, membuat kampung ini unik dan berbeda dengan yang lain. Tidak salah jika kampung ini menjadi salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia yang patut dilestarikan dan juga menjadi salah satu tujuan wisata minat khusus yang sedang di minati banyak orang saat ini. Untuk nama Kampung Naga sendiri di ambil dari nama daerah kampung tersebut yaitu desa Neglasari.

Kampung Naga secara geografis salah satu kampung yang termasuk kampung Legok Dage Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Kampung Naga ini mempunyi luas sekitar 1.5 Ha dan juga hanya terdapat sekitar 108 bangunan saja termasuk rumah tinggal yang dihuni oleh penduduk kampung naga, dan semua ini tidak bisa di perluas di sebabkan karena memang sudah ada batasan-batasanya dan tidak bolehh dikurangi atau ditambah kalaupun ada penambahan keluarga baru ia di haruskan membangun rumah di luar Kampung Naga.

Hasil Kerajinan
Kampung Naga saat ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 314 dari 108 kepala keluarga yang ada di kampung ini. Untuk mata pencaharian di Kampung Naga sebagian besar adalah bertani yaitu menaman padi dan untuk masa panennya adalah dua kali dalam setahun, untuk hasilnya di utamakan untuk konsumsi dari penduduk Kampung Naga sendiri bukan untuk di jual ke luar Kampung Naga. Selain itu ada juga yang bermata pencaharian dengan mebuat kerainan yang terbuat dari bahan bambu menjadi sebuah anyaman yang hasilnya adalah kerajinan cinderamata yang akan di pasarkan di Kota Tasik , Raja dan sekitarnya. Ada juga dengan memelihara hewan seperti domba, ayam atau ikan sama seperti bertani hasilnya di utamakan untuk knsumsi sendiri atau du jual hanya untuk para penduduk Kampung Naga sendiri. Terakhir untuk yang keluar dari Kampung Naga biasanya ke luar kota Garut/Tasik mereka menjual makanan  ringan dan juga mainan anak-anak.

Salah satu hewan peliharaan 


Kampung Naga sendiri terbagi dari dua lembaga pemerintahan yakni lembaga peerintahan formal dan lembaga pemerintahan informal. Untuk lembaga pemerintahan formal yaitu Kepala Dusun, sedangkan untuk lembaga pemerintahan informal terdiri atas:
1.   Kuncen  : pemangku adat
2.   Lebe      : yang memberi aturan untuk penerimaan mayat, mulai dari memandikan sampai memakamkan.
  3.   Tunduh  : yang bertugas untuk mengurus dan juga mengayomi seluaruh warga yang ada disini.








Untuk masalah pendidikan ternyata Kampung Naga sendiri untuk anak-anak mereka mayoritas dapat menyelesaikan hanya sampai jenjang Sekolah Dasar (SD), untuk ke jenjang selanjutnya yang lebih tinggi SMP-SMA dan seterusnya jarang karema memang mengalami masalah/ kendala dalam hal finansial. Untuk sitem realigi mereka sebenarnya Islam, dan tidak mengikuti organisasi-organsiasai seperti MUI dan lain-lain. Dan tidak benar yang disebutkan di dalam sumber dari internet bahwa para penduduk yang ada di Kampung Naga hanya melkasanakan sholat 5 waktu pada hari Jumat, karena nyatanya mereka sama seperti yang lain melaksanakan sholat lima waktu seperti biasa dan setiap hari.

Berbicara tentang kearifan lokal di Kampung Naga, dimana Kampung Naga sendiri yang tetap memegang teguh warisan nenek moyangnya(budaya sunda) dengan menghindari arus modernisasi yang terus ada di dekat daerah sekitarnya. Mereka sangat menjunjung tinggi adat istiadat mereka yang sejak dahulu ada hingga saat ini dan tidak ingin sesuatu hal terjadi yang dapat menggoyahkan adat istidat mereka. Kemudian bicara soal jumlah bangunan penduduk di sana bangunan rumah hanya di bataskan sejumlah 108 dari dulu hingga sekarang dan kalaupun ada penambahan suatu keluarga di haruskan untuk membuat atau membangun rumah di luar Kampung Naga karena memang tidak di perbolehkan untuk mengurangi atau menambah bangunan yang sudah ada. Karena jika ada penambahan bangunan itu akan membuat suatu kerusakan ingkungan dan ketidakseimbangan alam karena memang jumlah lahannya yang terbatas.

Kemudian kearifan lokal yang menonjol lainnya adalah tidak adanya aliran listrik di Kampung Naga ini, ini di lakukan karena mencegah untuk terjadinya sesuatu hal buruk terjadi seperti arus pendek yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran karena memang sebagian besar bangunan yang ada adalah terbuat dari kayu, bambu dan juga bahan ijuk juga mencegah menjadikan warga sekitar terpengaruh oleh kebudayaan-kebudayaan asing yang sering di perlihatkan di banyak tayangan televisi sehingga untuk lebih menjaga kebudayaan khas yang ada. Selain itu ini semua di lakukan untuk mencegah terjadinya kecemburuan sosial yang akan terjadi antar masyarakat. Tetapi meskipun tidak mempunyai listrik, bukan berarti ketua adat melarang aliran informasi. Peralatan elektronik, seperti televisi, radio, kulkas dan telepon seluler, bisa dimiliki sejumlah warga walaupun operasinya mengandalkan aki. Dan untuk perangkat televisi masih berwarna hitam dan putih saja. Dan untuk tayangan televisi hanya sebagai pemberi informasi untuk menonton berita saja.

Hutan Larangan
Kemudian ketika kita memasuki Kampung Naga setelah melewati jalan setapak dan menuruni anak tangga yang berjumlah 439 itu, di sebelah kanan di samping Sungai Ciwulan juga terdapat Hutan Larangan, hutan yang dimana baik orang luar bahkan warga sekitar pun di larang atau tidak di perkenankan untuk mnginjakkan kaki sedikitpun disana. Untuk menginjakkan kaki saja sangat dilarang apalagi mengambil , menebang kayu, atau dedaunan atau ranting-ranting yang ada atau yang berjatuhan bahkan sudah lapuk sekalipun karena semua itu akan menyebabkan terjadinya kerusakan kelestarian alam hutan tersebut sendiri seperti dapat menyebabkan terjadinya erosi, banjir dan sebagainya karena itu Cuma dari kata pamali. Mereka mengenal kata pamali yang berarti itu di larang dan mereka tidak akan berani untuk melanggar yang namanya pamali tersebut.



Selanjutnya dari segi arsitektur bangunan, semua warna bangunan tidak di perkenankan untuk mngecat rumah mereka masing-masing dengan berbagai warna tetapi semua hanya memakai cat putih ini lebih di karenakan supaya tidak adanya kesenjangan sosial, semua yang ada di sini sama sederajat tidak ada yang membedakan satu sama lain. Kemudian untuk teras dan dapur yang saling berhadapan kalau di tanya mereka menjawab dengan humor karena kalauo kita butuh cabe tidak perlu ke depan-depan cukup ke tetangga. Tapi mungkin karena lebih mengedepankan supaya mereka semakin dekat dan kalau ada sesuatu dapat saling membantu dan juga melengkapi dengan mudah. Kemudian mengapa semua bangunan menghadap arah timur, Abah Maun menjelaskan bahwa selain menyesuaikan dengan keadaan lahan dan menjaga kebersihan, juga agar sinar matahari bisa langsung sampai ke dalam rumah-rumah tanpa terhalangi oleh bangunan lain. Untuk membuat sebuah rumah atau memperbaikinya, hampir semua masyarakat ikut bergotong royong dalam pengerjaannya, sehingga pada proses pengerjaanya juga tidak menggunakan jasa kuli bangunan.


Yang paling utama adalah keramah tamahan yang mereka lakukan juga keterbukaan yang mereka tunjukkan. Dan masyarakat Kampung Naga juga masih melestarikan adat yang ada dengan masih di laksanakannya upacara adat yang dilaksakan.

Begitulah kira-kira cerita, sharing, deskripsi dari saya tentang Kampung Naga. Belum afdol kalau kita ga belajar tentang culture tourism di sini. Yang dekat dan mudah saja dulu yang kita pelu ketahui baru setelah itu kita boleh vbelajar culture di Suku Baduy , Dayak atau yang lainnya.


Setelah kami menginap kemudian esoknya kita berkeliling Kampung Naga sekitar jam 10.00 WIB saya dan yang lain melanjutkan ODTW kami ke destinasi selanjutnya yakni Kampung Sampiereun, lanjurt ke Bandungtepatnya Lembang untuk menuju hotel dan beristirahat. Dan    untuk hari terakhir hari ketiga kami kita akan mengunjungi Museum Geologi dan Saung Angklung Mang Udjo tidak ketinggalan ada jam untuk kami shopping alias berbelanja oleh-oleh di daerah Jl. Riau dan Cihampelas.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar