Rabu, 28 Desember 2011

Kampung Naga


NAMA                  : AHMAD INDRA . F
NO REG                                : 4423107024

  Kampung naga
``
berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya , Jawa Barat.   Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga. merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajian mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda ,Penduduk Kampung Naga semuanya beragama Islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Artinya, walaupun mereka menyatakan memeluk agama Islam, syariat Islam yang mereka jalankan sama dengan pemeluk agama Islam lainnya. Bagi masyarakat Kampung Naga dalam menjalankan agamanya sangat patuh pada warisan nenek moyangnya, Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.

Menapaki seratus anak tangga pertama, yang terlihat hanya deretan pohon  yang menjulang. Seratus anak tangga berikutnya, suguhan nikmat berupa pemandangan petak-petak sawah akan terlihat , Di seratus anak tangga terakhir, barulah tampak deretan rumah bercat putih dengan atap ijuk berwarna hitam, dikelilingi bukit yang penuh dengan pepohonan dan sungai Ciwulan yang mengalir deras,  Kampung Naga dihuni sekitar 311 jiwa. hampir sebagian besar masyarakatnya telah  bersekolah, masyarakat Kampung Naga tetap patuh mempertahankan adat yang telah turun temurun diwariskan kepada mereka. Cara membangun rumah, bentuk rumah, letak dan arah rumah, pakaian upacara, kesenian yang dipertunjukkan, tak boleh dilakukan sembarangan lalu Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga berbentuk panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah  dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung. Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.
Kehidupan yang sederhana namun bersahaja tampak pada masyarakat Kampung Naga. Karena sebagian besar masyarakat Kampung Naga menggantungkan hidupnya pada hasil kebun dan sawah mereka, waktu mereka pun dihabiskan di sana. Suasana lengang akan tampak ketika malam tiba. Tak ada listrik membuat mereka mengandalkan penerangan hanya dari lampu teplok yang digantung di dinding. Tak ada alat-alat elektronik, semuanya dikerjakan secara tradisional. Namun, di beberapa rumah sudah ada perangkat audio/TV yang dihidupkan menggunakan aki. Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Mereka memandang suci tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut. Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna (leluhur Kampung Naga) dan Bumi ageung (rumah pertama yang didirikan di Kampung Naga). Tempat-tempat itu hanya boleh didatangi oleh tokoh adat masyarakat Kampung Naga pada waktu tertentu. Wisatawan tak boleh mendekatinya, apalagi memotretnya.
Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi muda. Namun bagi masyarakat Kampung Naga yang hendak menonton kesenian wayang, pencak silat, dan sebagainya diperbolehkan kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga.
.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar