NAMA : AHMAD INDRA . F
NO REG : 4423107024
Kampung naga
``
berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya , Jawa Barat. Kampung Naga tidak jauh dari jalan
raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di
lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi
oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur
masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah
penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan yang sumber
airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari
kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota
Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya
Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok sampai ke
tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira
500 meter. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai
kedalam Kampung Naga. merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh
sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan
leluhurnya, Seperti
permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajian mengenai kehidupan
masyarakat pedesaan Sunda ,Penduduk Kampung Naga semuanya beragama Islam, akan tetapi
sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang
adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Artinya, walaupun mereka
menyatakan memeluk agama Islam, syariat Islam yang mereka jalankan sama dengan
pemeluk agama Islam lainnya. Bagi masyarakat Kampung Naga dalam menjalankan
agamanya sangat patuh pada warisan nenek moyangnya, Menurut kepercayaan
masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang
berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya
bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan
karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh
masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan
menimbulkan malapetaka.
Menapaki seratus anak tangga pertama, yang terlihat hanya deretan pohon yang menjulang. Seratus anak tangga berikutnya, suguhan nikmat berupa pemandangan petak-petak sawah akan terlihat , Di seratus anak tangga terakhir, barulah tampak deretan rumah bercat putih dengan atap ijuk berwarna hitam, dikelilingi bukit yang penuh dengan pepohonan dan sungai Ciwulan yang mengalir deras, Kampung Naga dihuni sekitar 311 jiwa. hampir sebagian besar masyarakatnya telah bersekolah, masyarakat Kampung Naga tetap patuh mempertahankan adat yang telah turun temurun diwariskan kepada mereka. Cara membangun rumah, bentuk rumah, letak dan arah rumah, pakaian upacara, kesenian yang dipertunjukkan, tak boleh dilakukan sembarangan lalu Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga berbentuk panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung. Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.
Kehidupan yang
sederhana namun bersahaja tampak pada masyarakat Kampung Naga. Karena sebagian
besar masyarakat Kampung Naga menggantungkan hidupnya pada hasil kebun dan
sawah mereka, waktu mereka pun dihabiskan di sana. Suasana lengang akan tampak
ketika malam tiba. Tak ada listrik membuat mereka mengandalkan penerangan hanya
dari lampu teplok yang digantung di dinding. Tak ada alat-alat elektronik,
semuanya dikerjakan secara tradisional. Namun, di beberapa rumah sudah ada
perangkat audio/TV yang dihidupkan menggunakan aki. Kepercayaan masyarakat
Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Mereka memandang suci
tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut. Demikian
juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna (leluhur Kampung Naga)
dan Bumi ageung (rumah pertama yang didirikan di Kampung Naga). Tempat-tempat
itu hanya boleh didatangi oleh tokoh adat masyarakat Kampung Naga pada waktu
tertentu. Wisatawan tak boleh mendekatinya, apalagi memotretnya.
Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga
mempunyai pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar
Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang
lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian yang merupakan
warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan
rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan, sedangkan kesenian
rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi muda. Namun
bagi masyarakat Kampung Naga yang hendak menonton kesenian wayang, pencak silat, dan sebagainya diperbolehkan
kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar