TIO ULI PATRICIA 44232107036
Part II
Di sebuah desa
di wilayah Sumatera, zaman dahulu kala, ada seorang pemuda bekerja sebagai
petani yang menyendiri. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia
tetap memilih hidup sendirian. Di lembah yang landai dan subur mengerjakan
lahan pertaniannya untuk keperluan hidupnya.
Seorang pemuda yatim piatu yang miskin.
Di suatu pagi
hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. "Mudah-mudahan hari
ini aku mendapat ikan yang besar," gumam petani tersebut dalam hati.
Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang.
Ia segera menarik kailnya.,
ia memancing dan mendapatkan ikan tangkapan yang aneh. Ikan itu besar dan
sangat indah. Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup
besar. Warnanya keemasan. Ia lalu melepas pancingnya dan memegangi ikan itu.
Tetapi saat tersentuh tangannya, ikan itu berubah menjadi seorang putri yang
cantik! Ternyata ia adalah ikan yang sedang dikutuk para dewa karena telah
melanggar suatu larangan. Telah disuratkan, jika ia tersentuh tangan, ia akan
berubah bentuk menjadi seperti makhluk apa yang menyentuhnya. Karena ia
disentuh manusia, maka ia juga berubah menjadi manusia.
Ia
takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas
kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang
menakjubkan. "Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu
jika kau tidak jadi memakanku." Petani tersebut terkejut mendengar suara
dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke
tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis
yang cantik jelita. "Bermimpikah aku?," gumam petani.
"Jangan takut pak, aku juga
manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah
menyelamatkanku dari kutukan Dewata," kata gadis itu. "Namaku Puteri,
aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu," kata gadis itu seolah
mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri.
Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh
menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar
maka akan terjadi petaka dahsyat.
Setelah
sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama
petani tersebut. "Dia mungkin bidadari yang turun dari langit," gumam
mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia
terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan
tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa
kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan
buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. "Aku tahu Petani
itu pasti memelihara makhluk halus! " kata seseorang kepada temannya. Hal
itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung,
bahkan semakin rajin bekerja.
Setahun
kemudian, kebahagiaan petani dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan
seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat
mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia
menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat
heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya
dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.
Lama kelamaan, Putera selalu membuat
jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak.
Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka.
"Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!" kata
Petani kepada istrinya. "Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda
memang seorang suami dan ayah yang baik," puji Puteri kepada suaminya. Memang
kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada
suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di
mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani
menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang
ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil
menjewer kuping anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar
anak ikan !," umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan
itu.
Setelah petani mengucapkan kata-katanya,
seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari
bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin
deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi
dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau.
Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di
tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.
CERITA RAKYAT SIMARDAN
Pada suatu hari, dia pergi
merantau ke negeri seberang, guna mencari peruntungan. Setelah beberapa tahun
merantau dan tidak diketahui kabarnya, suatu hari ibunya yang tua renta,
mendengar kabar dari masyarakat tentang berlabuhnya sebuah kapal layar dari
Malaysia. Menurut keterangan masyarakat kepadanya, pemilik kapal itu bernama
Simardan yang tidak lain adalah anaknya yang bertahun-tahun tidak bertemu.
Bahagia anaknya telah kembali, ibu Simardan lalu pergi ke pelabuhan. Di
pelabuhan, wanita tua itu menemukan Simardan berjalan bersama wanita cantik dan
kaya raya. Dia lalu memeluk erat tubuh anaknya Simardan, dan mengatakan,
Simardan adalah anaknya. Tidak diduga, pelukan kasih dan sayang seorang ibu,
ditepis Simardan. Bahkan, tanpa belas kasihan Simardan menolak tubuh ibunya
hingga terjatuh.
Walaupun istrinya meminta Simardan untuk mengakui
wanita tua itu sebagai ibunya, namun pendiriannya tetap tidak berubah. Selain
itu, Simardan juga mengusir ibunya. Sebelum terjadinya peristiwa tersebut,
Pulau Simardan masih sebuah perairan tempat kapal berlabuh. Simardan sebenarnya
berasal dari hulu Tanjungbalai yaiutu daerah Porsea Tapanuli.
Simardan, dia merantau ke Malaysia untuk menjual harta
karun yang ditemukannya di sekitar rumahnya, kata Marpaung. Simardan bermimpi
lokasi harta karun. Esoknya, dia pergi ke tempat yang tergambar dalam mimpinya,
dan memukan berbagai macam perhiasan yang banyak. Kemudian, Simardan berencana
menjual harta karun yang ditemukannya itu, dan Tanjungbalai merupakan daerah
yang ditujunya. Karena, jelas Marpaung, berdiri kerajaan besar dan kaya di
Tanjungbalai. Tapi setibanya di Tanjungbalai, tidak satupun kerajaan yang mampu
membayar harta karun temuan Simardan, sehingga dia terpaksa pergi ke Malaysia.
“Salah satu kerajaan di Pulau Penang Malaysialah yang membeli harta karun
tersebut. Bahkan, Simardan juga mempersunting putri kerajaan itu,” Tujuan
Simardan pergi merantau ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Setelah beberapa
tahun di Malaysia, Simardan akhirnya berhasil menjadi orang kaya dan
mempersunting putri bangsawan sebagai isterinya.
Setelah berpuluh tahun merantau, Simardan akhirnya kembali
ke Tanjungbalai bersama isterinya. Kedatangannya ke Tanjungbalai, menurut Daem,
untuk berdagang sekaligus mencari bahan-bahan kebutuhan. Simardan datang ke
Tanjungbalai dilandasi karena tidak memiliki keturunan. Jadi atas saran orang
tua di Malaysia, pasangan suami isteri itu pergi ke Tanjungbalai. Lebih lanjut
dikatakan Marpaung, berita kedatangan Simardan di Tanjungbalai disampaikan
masyarakat kepada ibunya. Gembira anak semata wayangnya kembali ke tanah air,
sang ibu lalu mempersiapkan berbagai hidangan, berupa makanan khas keyakinan
mereka yang belum mengenal agama. “Hidangan yang disiapkan ibunya adalah
makanan yang diharamkan dalam agama Islam”. Dengan sukacita, ibu Simardan
kemudian berangkat menuju Tanjungbalai bersama beberapa kerabat dekatnya.
Sesampainya di Tanjungbalai, ternyata sikap dan perlakuan Simardan tidak
seperti yang dibayangkannya.
Simardan membantah bahwa orang tua tersebut adalah
wanita yang telah melahirkannya. Hal itu dilakukan Simardan,karena dia malu
kepada isterinya ketika diketahui ibunya belum mengenal agama. “Makanan yang
dibawa ibunya adalah bukti bahwa keyakinan mereka berbeda.” dan melihat ibunya
yang miskin. “Karena miskin, ibunya memakai pakaian compang-comping. Akibatnya,
Simardan tidak mengakui sebagai orangtuanya.
Setelah diperlakukan kasar oleh
Simardan, wanita tua itu lalu berdoa sembari memegang payudaranya. “Kalau dia
adalah anakku, tunjukkanlah kebesaran-Mu,” ucap ibu Simardan. Usai berdoa, turun
angin kencang disertai ombak yang mengarah ke kapal layar, sehingga kapal
tersebut hancur berantakan. Sedangkan tubuh Simardan, , tenggelam dan dikutuk
menjadi sebuah daratan yang dikelilingi perairan sebuah pulau bernama Simardan.
Para pelayan dan isterinya berubah
menjadi kera putih karena para pelayan dan isterinya tidak ada kaitan dengan
sikap durhaka Simardan kepada ibunya. Mereka diberikan tempat hidup di hutan
Pulau Simardan. “Sekitar empat puluh tahun lalu, masih ditemukan kera putih
yang diduga jelmaan para pelayan dan isteri Simardan”. Namun, akibat
bertambahnya populasi manusia di Tanjungbalai khususnya di Pulau Simardan, kera
putih itu tidak pernah terlihat lagi.
Di samping itu, sekitar tahun lima puluhan masyarakat
menemukan tali kapal berukuran besar di daerah Jalan Utama Pulau Simardan.
Penemuan terjadi, ketika masyarakat menggali perigi (sumur). Selain tali kapal
ditemukan juga rantai dan jangkar, yang diduga berasal dari kapal Simardan. Dan
ditemukannya tali, rantai dan jangkar kapal membuktikan bahwa dulu Pulau
Simardan adalah perairan.”
Pada tugu ini tertera tulisan:
Sada tugu sejarah, ima inongni Simardan naturun sian
porsea,manopoti ima Simardan di Tanjung Bale.Sahat ma i jabuni ni Simardan, i
jou ma Simardan.Marbalosma Simardan dang inong songokko inokku.Anggo tung ima
balosmu, mulak ma au tu Porsea.Sippulma hangoluanmu dison.
Artinya:
Ini adalah sebuah tugu sejarah mengenai Ibundanya Simardan yang datang dari Porsea mendapatkan (akan mengunjungi) Simardan di Tanjung Balai.Tibalah ia di rumah Simardan dan dipanggillah Simardan.
Simardan membalas " bukan Ibu macam kau ibuku".(lantas Ibunda Simardan berkata) Kalau itulah balasanmu, pulanglah aku ke Porsea, terikatlah hidupmu sini.
Artinya:
Ini adalah sebuah tugu sejarah mengenai Ibundanya Simardan yang datang dari Porsea mendapatkan (akan mengunjungi) Simardan di Tanjung Balai.Tibalah ia di rumah Simardan dan dipanggillah Simardan.
Simardan membalas " bukan Ibu macam kau ibuku".(lantas Ibunda Simardan berkata) Kalau itulah balasanmu, pulanglah aku ke Porsea, terikatlah hidupmu sini.
Sumber :
http://www.mentari.biz/legenda-danau-toba.html
http://dongeng.org/cerita-rakyat/nusantara/asal-usul-danau-toba.html
http://toba-online.blogspot.com/search/label/Cerita%20Rakyat%20Toba
jika kalian ingin melihat langsung tugu simardan, datang lah ke kampung melati parhorasan dusun VI, desa padang pulau, kecamatan bandar pulau. kabupaten asahan. sampai sekarang tugu tersebut masih berdiri terawat,
BalasHapusnice info terimakasih sudah berbagi
BalasHapusresep mie laksa singapura