NAMA:EDWINA YUSTITYA
NIM:4423107030
UPACRA
BAU NYALE
Cacinglaut/Nyale |
Upacara Bau Nyale adalah upacara berburu
dan menangkap cacing laut yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Suku Sasak
dan masyarakat Lombok lainnya. Upacara
adat Bau Nyale ini biasa digelar pada bulan februari atau maret yang bertepatan
dengan tanggal 20 bulan kesepuluh penanggalan Suku Sasak dan dilangsungkan pada
malam hingga pagi hari. Dibalik Upacara Bau Nyale ini berkembang sebuah cerita
yang dipercayai oleh masyarakat Lombok. Cerita tersebut sebagai berikut:
Kisah Putri Mandikal |
Pada zaman dahulu di Kabupaten Lombok
Tengah, berdiri sebuah kerajaan yang diberi nama Kerajaan Tanjung Bitu.
Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang bernama Tonjang Beru dan
permaisurinya yang bernama Dewi Seranting. Raja dan Permaisuri ini memiliki
seorang putri yang diberi nama Putri Mandikala. Putri Mandikala adalah seorang
putri yang sangat cantik jelita, selain itu Putri Mandikala memiliki sifat yang
sangat ramah, baik hati dan juga tutur kata yang sopan, sehingga putri ini
sangat dihormati dan dicintai oleh seluruh rakyatnya. Dengan kecantikan dan
kebaikan perangainya, Putri Mandikala pun tersohor hingga ke kerajaan lain di
negeri seberang. Karena hal tersebut pula maka pangeran-pangeran dari kerajaan
tetangga pun jatuh cinta dan ingin mempersunting Putri Mandikala untuk menjadi
isterinya.
Satu per satu pangeran dari kerajaan
lain pun datang ke Istana Tanjung Bitu untuk melamar sang putri. Tapi anehnya,
Putri Mandikala menerima seluruh pengeran yang datang untuk melamarnya. Para
pangeran yang mengetahui hal ini pun tidak terima dengan keputusan yang diambil
oleh putri, mereka tidak ingin putri dipersunting oleh seluruh pangeran yang
datang melamarnya. Dengan perasaan tidak puas atas hasil keputusan putri,
akhirnya para pangeran bersepakat untuk menentukan lewat jalan peperangan.
Siapapun yang menang dalam peperangan ini, maka dialah yang berhak untuk
menjadi suami Putri Mandikala.
Dengan cepat berita peperangan ini pun
terdengar oleh telinga raja Tonjang Beru.
Sang raja pun memanggil Putri Mandikala untuk menanyakan kebenaran dari
penyebab peperangan ini dan mengajaknya untuk mencari jalan keluar yang terbaik
bersama. Tapi pada saat itu Putri Mandikala justru memutuskan untuk
menyelesaikan masalah tersebut sendiri. Raja Tonjang Beru yang mengetahui
keputusan anaknya itu pun hanya bisa setuju dan membiarkan putrinya untuk
menyelesaikan masalah ini sendiri.
Atas keputusanya tersebut, Putri
Mandikala berpikir selama sehari semalam, pada awalnya putri ingin memilih
salah satu pangeran yang melamarnya tetapi niatnya dibatalkan karena dia tahu
keputusan memilih salah satu pangeran hanya akan memperburuk masalah dan
menimbulkan rasa iri antar pangeran. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya
Putri Mandikala memilih untuk mengorbankan jiwa dan raganya demi berakhirnya
peperangan dan agar tidak ada lagi persaingan diantara para pangeran.
Sebelum melaksanakan niatnya, Putri
Mandikala bersemedi terlebih dahulu. Dalam semedinya tersebut, putri
mendapatkan petunjuk untuk mengundang semua pangeran ke Pantai Seger Desa Kuta
Lombok Tengah pada tanggal 20 bulan kesepuluh penanggalan Suku Sasak. Mereka
harus datang sebelum matahari terbit dengan disertai oleh rakyatnya
masing-masing.
Pada hari yang telah ditentukan oleh
putri, Pantai Seger pun terlihat sesak oleh karena seluruh undangan yang
terdiri dari para pangeran dan rakyatnya telah berkumpul. Mereka semua sangat
antusias dan tidak sabar untuk mendengarkan siapa pangeran yang dipilih oleh
Putri Mandikala. Tidak lama kemudian Putri Mandikala pun muncul ke hadapan para
undangan. Putri terlihat sangat cantik dengan balutan gaun indah yang melekat
pada tubuhnya. Putri Mandikala hadir dengan pengawalan ketat dan disertai oleh
kedua orangtuanya.
Setelah turun dari tandunya, putri
berjalan perlahan menuju ke sebuah bongkahan batu karang dan berdiri
membelakangi laut lepas. Setelah menyapu pandangannya keseluruh tamu undangan
yang datang, putri pun mulai mengucapkan sebuah pengumuman.
"Wahai Ayahanda dan Ibunda tercinta
serta semua Pangeran danrakyat negeri Tonjang Beru yang aku cintai. Aku
memutuskan bahwa diriku untuk kalian semua. Aku tidak dapat memilih satu
diantara Pangeran. Diriku telah ditakdirkan untuk menjadi Nyale yang bisa
kalian nikmati bersama pada tanggal dan bulan saat munculnya Nyale dipermukaan
laut."
Mendengar apa yang telah diucapkan Putri
mandikala seluruh undangan serta kedua orang tua putri pun merasa sangat
terkejut. Kemudian setelah mengatakan apa yang telah menjadi keputusannya,
tanpa diduga-duga Putri Mandikala menceburkan dirinya kedalam laut dan langsung
hilang ditelan ombak serta gelombang yang sangat besar.
Saat itu suasana pantai menjadi sangat
kacau, banyak orang panik dan histeris sehingga suara teriakan terdengar di
seluruh area pantai. Kekacauan tidak lama berlangsung, saat keadaan kembali
tenang, seluruh para undangan dan juga pengawal kerajaan pun segera mencari
sang putri yang telah menceburkan dirinya kelaut. Tetapi bukan putri yang
mereka temukan, mereka malah menemukan banyak sekali cacing laut dengan berbagai
warna muncul dari dasar laut dan sela-sela karang. Sesuai dengan pesan dari
putri, mereka pun berlomba untuk mengambil binatang tersebut sebanyak-banyaknya
untuk dimanfaakan dan sebagai tanda cinta kasih mereka kepada putri.
Masyarakat sekitar percaya cacing-cacing
laut tersebut merupakan jelmaan dari Putri Mandikala, dan setelah kejadian itu
setiap tanggal 20 bulan kesepuluh penanggalan Sasak selalu diadakan Upacara
Adat Bau Nyale. Selain masyarakat Lombok dan Suku Sasak, masyarakat Sumba dan Bali
juga ada yang melakukan upacara adat Bau Nyale ini. Khusus untuk di Sumba,
Upacara Adat Bau Nyale adalah upaca pembuka dari Pasola. Pasola adalah
permainan lempar lembing kayu yang dilakukan di atas kuda yang sedang dipacu
dengan kencang.
UPACARA
DAUR HIDUP SASAK
•Kelahiran
Yang dilakukan pertama kali saat
menjelang kelahiran di suku sasak, adalah sang suami akan segera mencari belian
(dukun beranak). Jika si ibu sulit dalam proses persalinan, belian akan
menafsirkan bahwa itu adalah akibat dari tingkah laku yang kurang baik dari ibu
sebelu hamil. Untuk memperlancar proses persalinan, maka diadakan upacara
seperti menginjak ubun-ubun, meminum air bekas cucian tangan dan yang lainnya.
Masyarakat Sasak percaya bahwa ari-ari
merupakan saudara dari bayi, maka setelah lahir ari-ari akan diperlakukan sama
dengan sang bayi. Ari-ari dibersihkan lalu dimasukkan ke dalam periuk atau
kelapa setengah tua yang sudah dibuang airnya, kemudian dikubur di pelataran
rumah.
•Memotong Rambut (ngruisang)
Upacara Ngruisang adalah upacara
mencukur rambut bayi. Rambut yang dibawa sejak lahir disebut bulu panas dan
menurut kepercayaan harus dihilangkan. Selain itu, Upacara Ngruisang ini
dilakukan sebagai bentuk rasa syukur orang tua karena telah dikaruniai
keturunan.
Sebelum prosesi ngurisang tersebut
dilakukan biasanya dimulai dengan dzikir dan do’a yang dipimpin langsung oleh
tokoh agama. Ngurisang dilakukan dengan menggunting sedikit rambut sang bayi
oleh tokoh agama atau dalam istilah sasak yakni tuan guru kemudian para undangan
yang hadir secara bergiliran hanya memercikkan air kembang ke kepala sang bayi.
Kemudian para undangan yang hadir dijamu.
•Menjelang Dewasa
Saat menjelang dewasa, anak laki-laki
Suku Saak akan melewati sebuah upacara khitanan. Upacara ini dianggap sebagai
upacara yang mengantarkan laki-laki kearah kedewasaan. Saat itu akan
dilaksanakan upacara, anak tersebut diharuskan berendam pada air suci sebelum
dikhitan. Selain itu, orang yang beranjak dewasa juga melakukan potong gigi
yang biasa disebut dengan rosoh, tapi
saat ini rosoh sudah jarang dilakukan.
•Upacara Pernikahan
Perondongan (Perjodohan)
Dalam perjodohan Suku Sasak terdapat 3
cara yang digunakan, yautu:
-Jika kesepakatan antar orang tua terjadi saat
anak mereka masih dibawah umur maka diadakanlah upacara pernikahan layaknya
upacara pernikahan orang dewasa, namun sekalipun mereka telah berstatus sebagai
suami isteri mereka dilarang hidup bersama sebagai suami isteri. Tempat tinggal
mereka dipisahkan dan tetap tinggal bersama orang tua masing-masing. Mereka
akan dinikahkan dalam arti yang sebenarnya kelak setelah memasuki usia dewasa
(aqil baliq). Jadi dengan pernikahan dini tersebut sesungguhnya anak-anak telah
terikat dalam sebuah tali perkawinan
-Anak-anak tidak dinikahkan akan tetapi
hanya cukup dengan pertunangan. Esensinya sama dengan cara di atas, bahwa kelak
setelah dewasa anak-anak tersebut akan dikawinkan dengan perkawinan yang
sesungguhnya.
-Anak-anak tidak dinikahkan juga tidak
dilakukan pertunangan, akan tetapi cukup diumumkan di publik bahwa anak mereka
telah dijodohkan. Anak-anak tersebut baru akan diberitahukan setelah mereka
dianggap dewasa.
Kawin Lamar (Mepadik Lamar)
Proses lamaran ini memiliki alur yang
cukup panjang dan berliku. Setelah calon mempelai bersepakat melakukan pernikahan,
calon mempelai laki-laki akan memberitahukan orang tuanya dan meminta
dilamarkan ke orang tua si gadis.
Merarik (Selarian)
Merarik sering diartikan sebagai
menculik anak gadis dan melarikannya untuk dijadikan isteri. Upacara merarik
ini merupakan symbol kehormatan bagi wanita, karena bagi Suku Sasak wanita
bukanlah benda yang bisa ditawar atau diminta. Sedangkan untuk para lelaki,
acara ini sebagai simbol kesetiaan dan
keberanian sebagai calon suami karena siap mempertaruhka nyawanya deni calon isteri.
•Upacara Kematian
Belanggar
Saat ada orang yang meninggal di Suku
Sasak, hal yang pertama kali dilakukan adalah memukul beduk dengan suara yang
panjang dan keras. Pemukulan beduk ini berfungsi sebagai pemberi tahu pada
masyarakat sekitar bahwa ada warga desa yang meninggal. Setelah terdengar suara
beduk, tdak lama kemudian biasanya para warga, kerabat dan sahabat segera
datang ke acara tempat kematian dan disebut dengan Langgar (melayat). Orang
yang datang untuk Langgar biasanya membawa beras untuk sekedar meringankan
beban orang yang terkena musibah. Kegiatan Langgar ini bertujuan untuk
menghibur keluarga yang ditinggalkan agar tidak terlalu bersedih karena rasa
kehilangan.
Memandikan
Dalam prosesi ini cara-cara yang
dilakukan untuk memandikan jenazah sama dengan cara-cara agama islam karena
memang masyarakat Suku Sasak mayoritas beragama islam. Jika yang meninggal
adalah laki-laki , maka yang memandikannya wajib laki-laki begitu pula
sebaliknya. Yang bertugas memandikan jenazah adalah tokoh agama setempat.
Setelah dimakamkan, jenazah lalu dibungkus/dikafankan, pada prosesi ini
biasanya jenazah ditaburi dengan keratin kayu cendana dan cecame.
Betukaq (Penguburan)
Upacara-upacara yang dilakukan sebelum
penguburan meliputi:
Setelah dinyatakan meninggal, orang
tersebut akan langsung dihadapkan kea rah kiblat. Lalu akan ada pembakaran
kemenyan diruang tempat orang yang meninggal dan juga pemasangan langit-langit
(bebaoq) dengan menggunakan kain putih (selempuri) dan kain tersebut tidak
boleh dibuka sampai hari kesembilan meninggalnya orang tersebut. Setelah rapi
dibungkus, jenazah lalu disholatkan dirumah oleh keluarganya lalu dibawa ke
masjid atau mushola.
Sebelum dikubur, diadakan unjuran
sebagai penyusuran bumi (penghormatan bagi yang meninggal, untuk itu perlu
dilakukan penyembelihan hewan sebagai tumbal.
Nelung dan Mituq
Upacara ini dilakukan keluarga untuk doa
keselamatan arwah yang meninggal dengan harapan dapat diterima di sisi Tuhan
yang Maha Esa selain itu keluarga yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan
dan cobaan. Selanjut diikuti dengan upacara nyiwaq dan begawe dengan persiapan
sebagai berikut:
-Mengumpulkan kayu bakar. Kayu biasanya
dipersiapkan pada hari nelung (hari ketiga) dan mitu (hari ketujuh) dengan
acara berebaq kayu (menebang pohon).
-Pembuatan tetaring, terbuat dari daun
kelapa yang dianyam dan digunakan sebagai tempat para tamu undangan (temue)
duduk bersila.
-Penyerahan bahan-bahan begawe,
penyerahan dari epen gawe (yang punya gawe) kepada inaq gawe. Penyerahan ini
dilakukan pada hari mituq.
-Dulang inggas dingari, disajikan kepada
penghulu atau Kyai yang menyatakan orang tersebut meninggal dunia. Dulang
inggas dingari ini harus disajikan tengah malam kesembilan hari meninggal
dengan maksud bahwa pemberitahuan bahwa besok hari diadakan upacara Sembilan
hari.
-Dulang penamat, adapun maksudnya symbol
hak milik dari orang yang meninggal semasa hidupnya harus diserahkan secara
sukarela kepada orang yang berhak mendapatkannya. Kemudian semua keluarga dan
undangan dipinpin oleh Kyai melakukan doa selamatan untuk arwah yang meninggal
agar diterima Tuhan yang Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan mengikhlaskan
kepergiannya.
-Dulang talet Mesan (penempatan Batu
Nisan) dimasudkan sebagai dulang yang diisi dengan nasi putih, lauk berupa
burung merpati dan beberapa jenis jajan untuk dipergunakan sebelum nisan
dipasang oleh Kyai yang memimpin doa yang kemudian dulang ini dibagikan kepada
orang yang ikut serta pada saat itu. Setelah berakhirnya upacara ini selesailah
upacara nyiwaq.
SUMBER
Arya.2009,Adat Perkawinan Suku
Sasak.http://id.scvoong.com (diakses 11 Juni 2012)
Maria,Amosa.2012,Asal Mula Upacara Bau
Nyale.http://legenda-daerah.blogspot.com(diakses 11 Juni 2012)
Mulyadi.___,Adat
Sasak.http://muiyady-mper.blogspot.com(diakses 11 Juni 2012)
Nikmatul,Aini.2011,Upacara Kematian Pada
dat Sasak.http://nikmatulaini.blogspot.com(diakses 11 Juni 2012)
Sam.2010,Budaya Sasak
Ngrusiang.http://samadaranta.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar