UJIAN TENGAH SEMESTER (Part 4)
LIDYA NOVITA - 4423107048
FOLKLORE BUKAN LISAN
================================
Kerajinan Tangan Topeng Malangan
Dari
postingan saya sebelumnya, saya sudah membahas tentang kesenian Tari Topengan
Malangan yang berasal dari Malang. Kali ini saya akan membahas tentang para
pengrajin topeng malangan tersebut. Setelah berwisata alam dan rekreasi di
Kabupaten Malang, tidak lengkap kalau tidak membawa kerajinan tangan.
Banyak
sekali produk - produk kerajinan yang memperkaya khasanah budaya di Indonesia.
Di Malang, ada salah satu kerajinan yang sangat langka dan merupakan salah satu
kebudayaan Khas Malang, yaitu Topeng Malang. Topeng Malang merupakan sejarah
dari pementasan Wayang Gedog yang mana setiap karakter-karakternya selalu
menggunakan topeng. Ada banyak jenis warna dan ragam hias dari Topeng Malang
yang menggambarkan masing-masing karakter dalam pementasan. Bahan dasar Topeng
Malang adalah berbagai jenis kayu seperti kayu Kembang, Waru, Mahoni dan
Sengon. Beberapa karakter topeng dibuat dari kayu yang mana sebelum ditebang
harus dilakukan ritual khusus terlebih dahulu. Topeng Malang sekarang banyak
dibuat oleh pengerajin-pengerajin di desa Jabung kabupaten Malang, Jawa Timur.
Adalah
Almarhum Mbah Karimoen yang memulai kerajinan ini sejak berpuluh - puluh tahun
yang lalu. Kini, setelah Mbah Karimoen tiada, usaha Kerajinan Topeng Malang ini
diteruskan oleh cucunya, yaitu Mas Handoyo. Sesuai dengan cita - cita Mbah Karimoen,
Mas Handoyo ingin melestarikan khasanah budaya di Indonesia khususnya di Malang
Raya melalui Kerajinan Topeng Malang ini.
Usaha
Kerajinan yang berlokasi di Jl. Prajurit Slamet Dukuh Kedungmonggo Ds.
Karangduren Kecamatan Pakisaji ini dikelola oleh Mas Handoyo bersama 5 orang
pegawainya yang juga sesama pengrajin topeng. Dikisahkan oleh Mas Handoyo bahwa
Mbah Karimoen Memperoleh ilmu membuat topeng secara otodidak sewaktu dia
berumur 14 tahun.
Topeng
khas Malang ini dibuat dari kayu yang telah disimpan selama kurang lebih 5
bulan. Kayu-kayu itu kemudian dipotong-potong dengan ukuran lebar 16 cm dan
panjang 21 cm. Di potongan kayu itu kemudian dibuat gambar wajah berbagai tokoh
pewayangan seperti Panji Asmoro Bangun, Sekar Tadji, dan lain- lain. Setelah
itu diukir sesuai pola dengan alat ukir patu, pecok, dan tatah.
Kendala
yang kini dihadapi oleh Mas Handoyo saat ini ada keterbatasan bahan baku Kayu.
Mas Handoyo hanya mengandalkan para pemborong - pemborong kayu yang sudah ia
kenal. Mas Handoyo berharap usahanya dalam rangka melestarikan budaya asli
Malang ini bisa terus eksis. Memang bila dilihat sepintas lalu, usaha kerajinan
ini terlihat turun temurun. Namun tidak ada salahnya bila kita para generasi
muda mau belajar membuat atau paling tidak mempelajari sejarah budaya Indonesia
khususnya di Malang melalui Topeng Malang. Tentu kita tidak ingin jika nanti
ada negara lain yang berusaha mengklaim budaya kita lagi bukan?
Sementara
itu, pengrajin topengan malangan berikutnya, Hariati. Jemari lentik Hariati,
cucu Mbah Karimun tampak luwes mengayun kuas di atas topeng kayu berkarakter
Patih Gajah Meto. Sedangkan di sudut lainnya, Raimun tengah memahat kayu sengon
untuk menyempurnakan karakter topeng Malangan. Mereka adalah pengrajin topeng
malangan Padepokan Asmoro Bangun Dukuh Kedung Monggo Desa Karangpandan
Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang.
Eksistensi
topeng Kedungmonggo berlangsung turun temurun sejak akhir abad 18, sekitar
tahun 1897. Ketika itu, alm. Mbah Serun (kakek Mbah Mun) berguru kepada Gurawan
asal Bangelan. Ilmu Serun itu kemudian diturunkan kepada Karimun kemudian
diwariskan kepada Taslan anak pertamanya hingga kepada Tri Handoyo dan Raimun.
Topeng
Malangan identik dengan cerita Panji (tokoh utamanya Panji Asmara Bangun)
merupakan seni tradisi khas Malang masih lestari. Di Malang Raya, Padepokan
Asmoro Bangun adalah salah satu kelompok yang tetap melestarikan seni tradisi
tersebut. Padepokan itu dulu eksis dibawah pimpinan Maestro Topeng Malang Alm.
Mbah Mun.
Selain
itu awal 2009 masih ada pembuat topeng yang eksis di kawasan Malang Timur
selain Jabung, yakni di Tumpang. Namun Soetrisno Empu Topeng Malangan Pulung
Dowo sudah lebih dulu tutup usia pada 2 Desember 2008 pada usia 68 tahun. Dia
adalah maestro topeng dari Dusun Glagahdowo Desa Pulungdowo Kecamatan Tumpang.
Soetrisno
adalah empu topeng rekan seangkatan Rasimoen, seniman Topeng Malangan yang
telah tutup usia lebih dahulu. Bersama Gimun dan Jakimin, mereka tak lain murid
dari Mbah Item di Padepokan Sri Margo Utomo. Dari tiga tokoh Sri Margo Utomo
lainnya, Soetrisno lebih dikenal sebagai penyungging (pembuat benda seni topeng
teknik pahat) Topeng Malangan.
Suami
dari seniman tari Sumianah (55 tahun) itu selain penyungging topeng malang juga
pemain ludruk dan penari Jangger. Bahkan, Soetrisno muda terkenal sebagai
pemimpin perguruan pencak silat di Tumpang. Jiwa seninya diturunkan kepada
anaknya Eko Hadi Wijaya, Dwi Wahyui Asmarani dan Tri Ganjar Wicaksono. Anak
paling bungsu, Tri Ganjar Wicaksono tak lain salah satu pendiri Wayang Beber
Kota di Solo.
“Bapak
mulai berhenti menyungging sejak separoh anggota badannya lumpuh karena stroke,
enam tahun lalu. Namun beliau masih rajin mengawasi dan mengajar pembuatan topeng
malangan,” ujar Eko Hadi Wijaya kepada wartawan mingguan Kota Wisata ini.
Eko
yang juga seniman pembuat Topeng itu mengatakan, bapaknya juga seangkatan
dengan Maestro topeng Malang Mbah Karimun asal Kedungmonggo. Hanya saja, meski
sama-sama Master topeng malangan, karakter kedua tokoh itu berbeda. Kata Eko,
bapaknya dikenal memiliki karya dengan pattern (pola) detil.
“Perbedaan
itu adalah kearifan budaya mas. Yang jelas seperti seniman topeng malangan
lainnya, bapak masih menjaga nilai estetika di dalam pembuatan topeng. Bahwa
topeng juga mengandung falsafah hidup yang bisa menjadi pedoman umat manusia”
jelasnya.
Sama
seperti yang dialami Handoyo, Eko juga mendapat pesan dari Soetrisno agar dia
membesarkan komunitas Topeng Malangan. Kata Eko, sang bapak juga mewariskan
ilmu seni tradisi kepada dua adiknya. “Bapak saya dulu aktif mengajar seni
tradisi ini melalui dunia teater. Bahkan National Geographic Center dari Munich
sempat bertandang ke sini (rumahnya),” akunya.
Rata-rata
pengerajin topeng merupakan penduduk asli setempat,bertani merupakan sumber
mata pencarian pokok mereka.Budaya seni pahat sangat kental dalam keseharian
mereka, sebagai pelengkap seringkali disajikan pula seni tari yang sering kali
digunakan sebagai acara ritual adat setempat dan pertunjukan seni hiburan
sebagai bentuk pelestarian budaya nenek moyang.selain bisa melestarikan budaya
nenek moyang juga dapat sebagai tambahan mata pencarian penduduk setempat.
Untuk tehnis penyelesaian topeng tergantung dari tingkat kerumitan dan bahan
kayu yang diminta atau dipesan,rata-rata menghabiskan waktu kurang lebih 12 jam
per topeng. selain orang dewasa saat ini sudah ada regenerasi untuk remaja baik
dari seni pahat maupun seni tarinya. Untuk pertunjukan seni tari topeng sering
digelar di sekitar kabupaten Malang Jatim Indonesia,tidak menutup kemungkinan
juga digelar di area Kotamadya Malang Jatim ,kota-kota besar di Indonesia.
Untuk pengembangan seni tari topeng juga mendapat perhatian dari Pemerintah
daerah Kabupaten dan Kodya Malang Jatim Indonesia. Hanya perlu ditingkatkan
lagi untuk lebih giatnya suport promosi dan permodalan daripihak pemerintah
khususnya Dinas pariwisata dan budaya agar pelestarian budaya seperti Tari
topeng tidak punah. Lebih membanggakan lagi Topeng malang sudah dikenal hingga
di Manca negara
Namun
kini aset budaya tradisional Malang Raya berupa topeng malangan terancam musnah
tergerus zaman. Pasalnya, topeng yang juga menjadi ikon Malang Raya itu kini
tak lagi dikenal warga.
“Ironisnya,
ini terjadi justru saat banyak pecinta seni dari berbagai negara berusaha
mendalami sekaligus melestarikannya,” kata pengamat seni topeng malangan,Dwi
Cahyono, kemarin. Sekarang ini, kata Dwi, pemahat topeng malangan sudah
berkurang banyak. Sedangkan muda hanya segelintir yang tertarik
melestarikannya. Bila hal terus ini berlanjut, Dwi khawatir topeng tersebut
nanti justru menjadi milik negara lain.
Untuk
melestarikan kekayaan budaya tersebut, Dwi terus berupa mengoleksinya, terutama
topeng yang bisa ‘bercerita’ tentang sejarah seperti legenda Panji Asmorobangun
karya maestro topeng malangan, Mbah Karimun. Ia saat ini memiliki 62 topeng
malangan yang dipajang tepat di pintu masuk resto tradisional miliknya dan
topeng malangan itu mengisahkan cerita Panji Asmorobangun dengan tokoh Dewi
Sekartaji, Dewi Kilisuci, Bapang dan Panji Asmorobangun sendiri.
Menurut
dia, masyarakat Malang sendiri tidak banyak yang tahu atau paham dengan cerita
Panji Asmorobangun, padahal cerita ini sudah dikenal hingga Jerman bahkan ada
pengamat dari Vietnam, Linda Keifin, yang sangat paham cerita panji secara
detail.
Untuk
melestarikan topeng malangan agar tidak sampai punah, katanya, dirinya bersama
pecinta seni lainnya bakal menggelar workshop dua minggu sekali tentang
bagaimana cara membuat topeng malangan. “Semua pengunjung termasuk wisatawan
asing bebas melihat dan belajar bagaimana cara membuat topeng malangan yang
dipandu oleh para pemahat khusus secara bergantian,” katanya.
Sementara
salah seorang perajin tradisional topeng malangan yang berlokasi di Desa
Kedungmonggo Kecamatan PakisajiKabupaten Malang, Jumadi, mengaku, para perajin
topeng malangan tersebut masih minim perhatian terutama dari pemerintah
setempat baik dalam bentuk permodalan maupun promosi.
Untuk
mengembangkan dan tetap melestarikan salah satu ‘aset’ daerah yang masih
dikerjakan secara tradisional tersebut, katanya, banyak mengalami kendala
apalagi jika tidak ada campur tangan dari pemerintah. “Semakin hari kondisi
pengrajin topeng malangan ini semakin terpuruk, berbeda dengan beberapa tahun
silam yang masih ada perhatian dari PT Rajawali bahkan sampai dibangunkan
padepokan,” katanya.
Menurut
dia, prosentase penjualan topeng malangan saat ini juga jauh menurun dibanding
beberapa tahun silam, sebab untuk mengadakan even-even juga tidak semudah
sebelumnya. Saat ini, katanya, pihak hotel atau tempat-tempat pameran lainnya,
manajemennya sudah berubah, kalau dulu memakai sistem bagi hasil, tetapi
sekarang menggunakan sistem sewa, padahal topeng-topeng yang dipamerkan belum
tentu terjual.
Ia
juga mengakui, para pengrajin topeng malangan saat ini juga sudah berubah
haluan, kalau sebelumnya masih merupakan “pekerjaan” sampingan, tetapi sekarang
menjadi mata pencaharian dan celakanya omzet penjualan tidak seramai beberapa tahun
silam bahkan beberapa hotel yang rajin memesan souvenir juga berkurang jauh.
“Yang
kami butuhkan saat ini pemerintah bisa membantu dalam penyelenggaraan even
pameran yang dipadu dengan ‘demo’ proses pembuatan topeng, sehingga masyarakat
mengenal budaya khasnya,” tegasnya. Sebab, kata Jumadi, dari tahun ke tahun
budaya khas ini semakin ditinggalkan dan kalau ada pihak asing yang
melestarikan dan mengklaim hak patennya, pemerintah baru ‘kelabakan’.
Proses
pembuatan topeng malangan antara 5 hari sampai 3 minggu, tergantung karakter
topeng yang akan dibuat. Topeng-topeng khas tersebut seharga Rp100 ribu sampai
Rp1 juta, khusus soevenir gantungan kunci dan topeng berukuran mini seharga
Rp5000 sampai Rp30 ribu perbuah.
Sumber:
http://id.shvoong.com/humanities/arts/2254003-topeng-malangan/#ixzz1xsQv6nnZ
http://www.infokepanjen.com/2011/03/profil-kerajinan-topeng-malang.html
http://travel.okezone.com/read/2011/08/02/407/487364/kerajinan-tangan-mbah-karimun-buah-tangan-dari-malang
http://www.kotawisatanews.com/batu-dan-sekitarnya/633-menelusuri-eksistensi-topeng-malang-di-bumi-arema-
http://malang4you.wordpress.com/2009/11/22/topeng-malangan-aset-budaya-arek-malang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar