4423107019
Upacara Adat Tabuik
Kata
Tabuik berasal dari bahasa Arab, memiliki beberapa pemahaman. Pertama, Tabuik
ditafsirkan sebagai 'peti mati‘. Sementara itu, pemahaman yang lain
mengartikannya sebagai peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk
menyimpan naskah perjanjian Bani Israel dengan perjanjian Allah. Ada beberapa
versi tentang asal dari perayaan Tabuik di Pariaman. Versi pertama mengatakan
bahwa Tabuik dibawa oleh aliran Syiah Arab yang datang ke pulau Sumatera untuk
berdagang. Sementara itu, versi lain (diambil dari catatan Snouck Hurgronje),
mengatakan bahwa tradisi Tabuik masuk ke Indonesia melalui dua gelombang.
Gelombang pertama sekitar abad 14 M, ketika Hikayat Muhammad diterjemahkan ke
dalam Bahasa Melayu, melalui buku ritual belajar Tabuik Anak Nagari. Sedangkan,
gelombang kedua dibawa oleh bangsa Tabuik Cipei / Sepoy (penganut Islam Syiah)
yang dipimpin oleh Imam Ali. Bangsa Cipei / Sepoy berasal dari India yang oleh
Inggris dijadikan serdadu ketika menguasai (mengambil alih) Bengkulu dari
tangan Belanda (Traktat London, 1824). Orangorang Cipei / Sepoy ini setiap
tahun selalu mengadakan ritual untuk memperingati kematian Husein (cucu Nabi
Muhammad SAW).
Perayaan
Tabuik diadakan setiap Muharam 1-10 adalah upacara pada 61 Hijriah yang
bertepatan dengan 680 AD. Cucu Nabi Besar Muhammad dipenggal oleh tentara
Muawiyah dalam perang Karbala di Padang Karbala, Irak. Kematiannya diratapi
oleh Syiah di Timur Tengah dengan cara menyakiti tubuh mereka sendiri.
Akhirnya, tradisi mengingat
wafatnya cucu Nabi
menyebar ke beberapa negara dengan cara yang berbeda. Di Indonesia,
selain di Pariaman, ritual untuk memperingati peristiwa ini juga diadakan di
Bengkulu. Dalam perayaan memperingati
kematian Hussein bin Ali, Tabuik melambangkan janji Muawiyah untuk menyerahkan
tongkat kekhalifahan kepada umat Islam, setelah Imam Husain beliau meninggal. Namun, janji itu dilanggar dan malah mengangkat Jasad
(anaknya) sebagai putra mahkota. Seiring waktu, ritual ini diikuti juga oleh
orang-orang di Bengkulu dan meluas ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidi,
Banda Aceh, Melauboh dan Singkil. Dalam perkembangan selanjutnya, ritual ini
satu per satu menghilang dari daerah-daerah tersebut dan akhirnya hanya tinggal
di dua tempat, yaitu Bengkulu sebagai Tabut dan Pariaman sebagai Tabuik. Di Pariaman,
Tabuik awalnya diselenggarakan oleh Anak-anak Tabuik dalam bentuk Tabuik
Adat Nagari. Namun, seiring dengan
banyaknya wisatawan yang datang untuk menyaksikannya, pada
tahun 1974 pengelolaan Tabuik
diambil alih oleh pemerintah setempat dan dijadikan festival Tabuik.
Prosesi “Tabuik”
Sebelum
upacara Tabuik dilaksanakan, Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat
Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Kedua tempat ini
dipisahkan oleh sungai yang membelah kota Pariaman. Dahulu, selama selama
berlangsungnya pesta Tabuik selalu
diikuti oleh perkelahian antara penduduk dari daerah Pasar dan Subarang. Bahkan, ada beberapa pasangan suami
istri yang berpisah dan masing-masing dari mereka kembali ke daerah asal mereka
di Subarang dan Pasar. Setelah upacara Tabuik berakhir, suami dan istri tersebut
kembali bersama dalam satu rumah. Meskipun korban terluka parah dalam
perkelahian, tapi ketika acara berakhir mereka
bersatu kembali, sehingga suasana kembali seperti semula (tenang dan
damai). Tabuik yang dibuat oleh kedua tempat ini terdiri dari dua bagian (atas
dan bawah) yang dapat mencapai tinggi 12
meter. Bagian atas mewakili keranda berbentuk menara yang dihiasi dengan bunga
dan kain beludru berwarna-warni. Sedangkan, bagian bawah berbentuk tubuh kuda,
bersayap, berekor dan berkepala manusia berambut panjang. Kuda itu dibuat dari
rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat
kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas. Kuda tersebut adalah
simbol Bouraq, kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat dan
digunakan saat Isra Miraj Nabi Muhammad Saw. Buraq dipercaya membawa Imam
Hussein ke langit.
Kedua
bagian ini akan dirakit dengan bagian atas membawa beramai-ramai untuk digabungkan
dengan bagian bawah. Setelah itu, berturut-turut dipasang sayap, ekor, bunga-bunga salapan dan terakhir kepala. Untuk menambah semangat pembawa
Tabuik biasanya disertai dengan musik gendang "Tasa". Gendang Tasa adalah sebutan bagi kelompok pemain
gendang yang berjumlah tujuh orang. Mereka bertugas mengiringi acara penyatuan
tabuik (tabuik naik pangkat). Gendang ini ada dua jenis. Jenis pertama disebut
tasa didiang. Jenis gendang ini dibuat dari tanah liat yang diolah
sedemikian rupa, kemudian dikeringkan. Tasa didiang ini harus dipanaskan
sebelum dimainkan. Jenis gendang kedua adalah yang terbuat dari plastik atau
fiber dan dapat langsung dimainkan. Setelah penyatuan ―Tabuik‖
selesai, kedua tabuik yang merupakan personifikasi dari dua pasukan yang akan
berperang dipajang berhadap-hadapan. Pembukaan Pesta Tabuik ditandai Pawai Taaruf
oleh ribuan pelajar dan masyarakat yang mengintari kota. Setelah pawai Taaruf,
pesta pun dimulai. Selama pesta yang lamanya 10 hari ada
pertunjukan-pertunjukan lain, seperti pawai tasawuf, pengajian yang melibatkan
ibu-ibu dan murid-murid Tempat Pengajian Al Quran (TPA) dan madrasah
se-Pariaman, grup drum band, tari-tarian, musik gambus, dan bahkan atraksi
debus khas Pariaman.
Setelah
penyatuan Tabuik selesai (sebelum
Zuhur), kedua Tabuik yang merupakan personifikasi dari dua pasukan yang akan bertempur, ditempatkan berhadap-hadapan.
Dalam acara pesta adat Tabuik yang lamanya sekitar 10 hari (1-10 Muharam), ada
beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu :
1. Membuat Daraga tempat di mana para
arsitek dan pekerja membuat, menjaga dan menyelesaikan "Tabuik".
2.
Marangkai Tabuik (menyatukan setiap bagian dari Tabuik).
3.
Maambiak Tanah (mengambil tanah yang pada saat sholat Maghrib). Pada 1
Muharram, yang menandai proses pertama dalam pembuatan sebuah Tabuik,
lumpur diambil dari sungai. Mengambil
tanah mengandung makna simbolik bahwa manusia berasal dari tanah. Setelah diambil,
tanah itu diarak oleh ratusan orang dan akhirnya disimpan dalam lalaga
berukuran 3x3 meter, dan kemudian dibungkus dengan kain putih. Kemudian,
dimasukkan ke dalam peti mati yang disebut Tabuik.
4.
Maambiak batang pisang (mengambil batang
pisang dan ditanam di dekat kuburan) Pada lima Muharram, proses kedua dimulai. Dalam proses ini, yang berlangsung di malam
hari, batang pohon pisang dipotong dalam
satu tebasan. Ini adalah simbol dari keberanian Abi Kasim, putra Imam Hussein, dalam membalas kematian ayahnya.
5.
Maarak Panja (Panja diarak berisi jari-jari
palsu berkeliling kampung) pencerminan pemberitahuan kepada para pengikut Hussein
bahwa jari-jari tangan Hussein yang mati
dibunuh telah ditemukan.
6.
Ma atam (Ekspresi kesedihan) Prosesi ini
diadakan pada tanggal 7 Muharam,
melambangkan tindakan mengumpulkan jari-jari Imam Hussein, yang
tersebar setelah dipotong oleh tentara Raja Yazid.
7.
Maarak sorban (membawa sorban berkeliling) menandakan Husein telah dipenggal. Diadakan
pada 8 Muharam, itu melambangkan
tindakan memamerkan sorban Imam Hussein berkeliling kota untuk mengingatkan
kepada semua orang akan keberanian Imam Hussein
ketika melawan musuh-musuhnya.
8.
Parade Festival ―Tabuik Pada acara ini,
dua "Tabuik" (Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang) yang berparade di
jalan-jalan utama kota Pariaman menuju ke pantai Gandoriah.
9.
Mambuang Tabuik (membawa Tabuik ke pantai dan membuangnya ke laut). Setelah
waktu Ashar, ratusan ribu orang
menyaksikan kedua ―Tabuik diarak di kota
Pariaman. Setiap ―Tabuik dibawa
oleh delapan orang. Menjelang senja, kedua
―Tabuik
bertemu kembali di Pantai Gandoriah . Pertemuan kedua ―Tabuik
di Pantai Gondariah, ini adalah puncak dari upacara Tabuik. Menjelang matahari
terbenam kedua ―Tabuik dibuang ke
laut. Prosesi pembuangan Tabuik ke laut adalah bentuk kesepakatan masyarakat untuk
membuang semua sengketa dan perselisihan di antara mereka. Selain itu, pembuangan Tabuik juga
melambangkan dibawa terbangnya tubuh Hussein oleh Buraq ke surga.
Makna
“Tabuik” bagi Masyarakat Lokal
Ritual
"Tabuik" di Pariaman masih diadakan seperti sedia kala. Narasi peristiwa perang
"Karbala" tetap seperti biasa. Rangkaian demi rangkaian kegiatan
dilakukan secara teratur tanpa pengaruh elemen lainnya. Pelaksanaan ritual
masih mempertahankan nilai-nilai luhur yang ada dengan apresiasi dan emosi yang
mendalam. Pengaruh modernisasi, pembangunan dan masuknya unsur budaya asing
tampaknya tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan baik dalam bentuk, isi dan
fungsi. Nilai-nilai budaya dalam ritual "Tabuik" masih ada dalam masyarakat lokal meskipun telah mengalami
perubahan akibat kemajuan teknologi. Nilai-nilai tersebut menjadi pedoman bagi mereka dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. Ada beberapa nilai penting dalam ritual
"Tabuik":
- Nilai Moral
Masyarakat
yang mendukungnya masih mempertahankan nilai-nilai tersebut,
dimana ketika mereka mulai atau menyelesaikan suatu kegiatan, biasanya diikuti
dengan berdoa atau membaca mantra.
- Nilai sosial
Ini
berarti aturan, norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari orang sering membutuhkan orang
lain, tidak peduli seberapa kecil pekerjaan yang harus dilakukan masih
melibatkan orang lain.
- Nilai seni
Selain
memiliki fungsi sebagai nilai-nilai budaya, upacara Tabuik juga memiliki fungsi
sosial dan spiritual, yang sangat penting bagi penduduk setempat. Fungsi sosial
upacara Tabuik adalah:
- sebagai norma-norma sosial
- sarana komunikasi
- sarana kontrol sosial dan interaksi untuk mencapai keseimbangan antar anggota masyarakat
Sementara
itu, fungsi spiritual Tabuik adalah:
- Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah
- Untuk memohon ketenangan dan kebahagiaan hidup
Terjalinnya
hubungan antar masyarakat selama festival "Tabuik" terutama dalam
prosesi puncak "Tabuik".
Ketika "Tabuik yang
diadakan, masyarakat Pariaman yang tinggal di luar Pariaman dari seluruh
Indonesia akan kembali pulang untuk
melihat acara ini. Bahkan, warga
Sumatera Barat yang tinggal di luar Sumatera Barat dan para wisatawan ingin melihat festival "Tabuik". Pada saat itu terciptalah
interaksi antar orangorang tersebut.
- Budaya
Tabuik
adalah kegiatan budaya yang menjadi tradisi turun-temurun sejak diperkenalkan.
- Ekonomi
Keberadaan
festival "Tabuik" meningkatkan
perekonomian penduduk setempat secara dramatis.
Pengunjung yang menghadiri prosesi puncak"Tabuik" bisa
mencapai 500 ribu orang dan miliaran transaksi dilakukan. Pada saat ini, warga
Pariaman memiliki kesempatan untuk meningkatkan perekonomian mereka.
Sumber :
Ernatib, et al. 2001. Upacara Tabuik di Pariaman
http://www.go-ranahminang.blogspot.com
http://www.sumbarprov.go.id
http://www.fatimah.org
http://www.indobackpacker.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar