Jumat, 10 Juni 2011

"KERAJAAN SUMEDANG LARANG"

UAS KKI
Nama: Aditya Prabowo Raharjo
No.reg: 4423107027




Kerajaan Sumedang Larang

Kerajaan Sumedang Larang adalah penerus kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran yang ada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran berakhir di wilayah Pakuan, Bogor,  karena serangan aliansi kerajaan-kerajaan Cirebon, Banten dan Demak (Jawa Tengah). Sejak itu, Sumedang Larang dianggap menjadi penerus Pajajarandan menjadi kerajaan yang memiliki otonomi luas untuk menentukan nasibnya sendiri.

Asal-mula nama

Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama Hindu, yang didirikan olehPrabu Geusan Ulun Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung (Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur, memperlihatkan ke Agungan Yang Maha Kuasa) dipimpin oleh Prabu Guru Aji Putih pada abad ke XII. Prabu Guru Aji Putih memiliki putra yang bernama Prabu Tajimalela dan kemudian pada masa zaman Prabu Tajimalela, diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata “Insun medal; Insun madangan”. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi. Kata Sumedang diambil dari kata Insun Madangan yang berubah pengucapannya menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya.

Pemerintahan berdaulat

No.
Nama[1]
Tahun
1
Nama Raja-raja Kerajaan Sumedang Larang
a
Prabu Guru Aji Putih
b
Prabu Agung Resi Cakrabuana / Prabu Taji Malela
c
Prabu Gajah Agung
d
Sunan Guling
e
Sunan Tuakan
f
Nyi Mas Ratu Patuakan
g
Ratu Pucuk Umun / Nyi Mas Ratu Dewi Inten Dewata
1530 - 1578
h
Prabu Geusan Ulun / Pangeran Angkawijaya
1578 - 1601
2
Nama Bupati Wedana Masa Pemerintahan Mataram II
a
R. Suriadiwangsa / Pangeran Rangga Gempol I
1601 - 1625
b
Pangeran Rangga Gede
1625 - 1633
c
Pangeran Rangga Gempol II
1633 - 1656
d
Pangeran Panembahan / Pangeran Rangga Gempol III
1656 - 1706
3
Nama Bupati Wedana Masa Pemerintahan VOC, Inggris, Belanda dan Jepang
a
Dalem Tumenggung Tanumaja
1706 - 1709
b
Pangeran Karuhun
1709 - 1744
c
Dalem Istri Rajaningrat
1744 - 1759
d
Dalem Anom
1759 - 1761
e
Dalem Adipati Surianagara
1761 - 1765
f
Dalem Adipati Surialaga
1765 - 1773
g
Dalem Adipati Tanubaja (Parakan Muncang)
1773 - 1775
h
Dalem Adipati Patrakusumah (Parakan Muncang)
1775 - 1789
i
Dalem Aria Sacapati
1789 - 1791
j
Pangeran Kornel / Pangeran Kusumahdinata
1791 - 1800
k
Bupati Republik Batavia Nederland
1800 - 1810
l
Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Lodewijk, Adik Napoleon Bonaparte
1805 - 1810
m
Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Kaisar Napoleon Bonaparte
1810 - 1811
n
Bupati Masa Pemerintahan Inggris
1811 - 1815
o
Bupati Kerajaan Nederland
1815 - 1828
p
Dalem Adipati Kusumahyuda / Dalem Ageung
1828 - 1833
q
Dalem Adipati Kusumahdinata / Dalem Alit
1833 - 1834
r
Dalem Tumenggung Suriadilaga / Dalem Sindangraja
1834 - 1836
s
Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Soegih
1836 - 1882
t
Pangeran Aria Suria Atmaja / Pangeran Mekkah
1882 - 1919
u
Dalem Adipati Aria Kusumahdilaga / Dalem Bintang
1919 - 1937
v
Dalem Tumenggung Aria Suria Kusumah Adinata / Dalem Aria Sumantri
1937 - 1942
w
Bupati Masa Pemerintahan Jepang
1942 - 1945
x
Bupati Masa Peralihan Republik Indonesia
1945 - 1946
4
Bupati Masa Pemerintahan Republik Indonesia
a
Raden Hasan Suria Sacakusumah
1946 - 1947
5
Bupati Masa Pemerintahan Belanda / Indonesia
a
Raden Tumenggung M. Singer
1947 - 1949
6
Bupati Masa Pemerintahan Negara Pasundan
a
Raden Hasan Suria Sacakusumah
1949 - 1950
7
Bupati Masa Pemerintahan Republik Indonesia
a
Radi (Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia)
b
Raden Abdurachman Kartadipura
1950 - 1951
c
Sulaeman Suwita Kusumah
1951 - 1958
d
Antan Sastradipura
1958 - 1960
e
Muhammad Hafil
1960 - 1966
f
Adang Kartaman
1966 - 1970
g
Drs. Supian Iskandar
1970 - 1972
h
Drs. Supian Iskandar
1972 - 1977
i
Drs. Kustandi Abdurahman
1977 - 1983
j
Drs. Sutarja
1983 - 1988
k
Drs. Sutarja
1988 - 1993
l
Drs. H. Moch. Husein Jachja Saputra
1993 - 1998
m
Drs. H. Misbach
1998 - 2003
n
H. Don Murdono,SH. Msi
2003 - 2008
o
H. Don Murdono,SH. Msi
2008 - 2013


Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M)

Prabu Agung Resi Cakrabuana atau lebih dikenal Prabu Tajimalela dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang. Pada awal berdiri bernama Kerajaan Tembong Agung dengan ibukota di Leuwihideung (sekarang Kecamatan Darmaraja). Beliau punya tiga putra yaitu Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun. Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu Gajah Agung karena sangat kehausan beliau membelah dan meminum air kelapa muda tersebut sehingga beliau dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan pera keturunannya tetap berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di Limbangan, Karawang, dan Brebes. Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua orang putra, pertama Ratu Istri Rajamantri, menikah dengan Prabu Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua Sunan Guling, yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang. Setelah Sunan Guling meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu Sunan Tuakan. Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu Nyi Mas Ratu Patuakan. Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu Sunan Corenda, putra Sunan Parung, cucu Prabu Siliwangi (Prabu Ratu Dewata). Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai seorang putri bernama Nyi Mas Ratu Inten Dewata (1530-1578), yang setelah ia meninggal menggantikannya menjadi ratu dengan gelar Ratu Pucuk Umun. Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Kusumahdinata, putra Pangeran Pamalekaran (Dipati Teterung), putra Aria Damar Sultan Palembang keturunan Majapahit. Ibunya Ratu Martasari/Nyi Mas Ranggawulung, keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Pangeran Kusumahdinata lebih dikenal dengan julukan Pangeran Santri karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di Sumedang Larang. Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah Sumedang Larang.

Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri

Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah; menikahi Pangeran Santri (1505-1579 M) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang dan memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya. Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya. Dari pernikahan Ratu Pucuk Umun dengan Pangeran Santri memiliki enam orang anak, yaitu:

- Pangeran Angkawijaya (yang tekenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun)
- Kiyai Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam.
- Kiyai Demang Watang di Walakung.
- Santowaan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang.
- Santowaan Cikeruh.
- Santowaan Awiluar.

Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di Kota Sumedang.

Prabu Geusan Ulun

Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M) dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Beliau menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama Raden Aria Suradiwangsa menggantikan kepemimpinannya.
Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada saat-saat kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton beliau mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi untuk pergi ke Kerajaan Sumedang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan yang disebut Kandaga Lante. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu (pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun si Sumedang). Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot.
Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten (wadyabala Banten) tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali (kecuali Cirebon dan Jayakarta), batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia. Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu Kerajaan Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan Prabu Geusan Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan VOC di Jayakarta yang selalu mengganggu rakyat; dan Kesultanan Cirebon yang ditakutkan bergabung dengan Kesultanan Banten. Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya (Kandaga Lante). Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang ia mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan Panembahan Ratu penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua sama-sama keturunan Sunan Gunung Jati.
Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, Prabu Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu yang bernama Ratu Harisbaya jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Ketika dalam perjalanan pulang ternyata tanpa sepengetahuannya, Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dam karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang. Karena kejadian itu,Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Ratu Harisbaya sehingga terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang. Akhirnya Sultan Agung dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu bersedia dengan syarat Sumedang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai Cilutung (sekarang Majalengka) untuk menjadi wilayah Cirebon. Karena peperangan itu pula ibukota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh Luhur. Prabu Geusan Ulun memiliki tiga orang istri: yang pertama Nyi Mas Cukang Gedeng Waru, putri Sunan Pada; yang kedua Ratu Harisbaya dari Cirebon, dan yang ketiga Nyi Mas Pasarean. Dari ketiga istrinya tersebut ia memiliki lima belas orang anak:

 - Pangeran Rangga Gede, yang merupakan cikal bakal bupati Sumedang
 - Raden Aria Wiraraja, di Lemahbeureum, Darmawangi
 - Kiyai Kadu Rangga Gede
 - Kiyai Rangga Patra Kalasa, di Cundukkayu
 - Raden Aria Rangga Pati, di Haurkuning
 - Raden Ngabehi Watang
 - Nyi Mas Demang Cipaku
 - Raden Ngabehi Martayuda, di Ciawi
 - Rd. Rangga Wiratama, di Cibeureum
 - Rd. Rangga Nitinagara, di Pagaden dan Pamanukan
 - Nyi Mas Rangga Pamade
 - Nyi Mas Dipati Ukur, di Bandung
 - Rd. Suridiwangsa, putra Ratu Harisbaya dari Panemabahan Ratu
 - Pangeran Tumenggung Tegalkalong
 - Rd. Kiyai Demang Cipaku, di Dayeuh Luhur.

Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati).

Pemerintahan di bawah Mataram

Dipati Rangga Gempol

Pada saat Rangga Gempol memegang kepemimpinan, pada tahun 1620 M Sumedang Larang dijadikannya wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung, dan statusnya sebagai 'kerajaan' dirubahnya menjadi 'kadipaten'. Hal ini dilakukannya sebagai upaya menjadikan wilayah Sumedang sebagai wilayah pertahanan Mataram dari serangan Kerajaan Banten dan Belanda, yang sedang mengalami konflik dengan Mataram. Sultan Agung kemudian memberikan perintah kepada Rangga Gempol beserta pasukannya untuk memimpin penyerangan ke Sampang, Madura. Sedangkan pemerintahan untuk sementara diserahkan kepada adiknya, Dipati Rangga Gede.

Dipati Rangga Gede

Ketika setengah kekuatan militer kadipaten Sumedang Larang diperintahkan pergi ke Madura atas titah Sultan Agung, datanglah dari pasukan Kerajaan Banten untuk menyerbu. Karena Rangga Gede tidak mampu menahan serangan pasukan Banten, ia akhirnya melarikan diri. Kekalahan ini membuat marah Sultan Agung sehingga ia menahan Dipati Rangga Gede, dan pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada Dipati Ukur.

Dipati Ukur

Sekali lagi, Dipati Ukur diperintahkan oleh Sultan Agung untuk bersama-sama pasukan Mataram untuk menyerang dan merebut pertahanan Belanda di Batavia (Jakarta) yang pada akhirnya menemui kegagalan. Kekalahan pasukan Dipati Ukur ini tidak dilaporkan segera kepada Sultan Agung, diberitakan bahwa ia kabur dari pertanggung jawabannya dan akhirnya tertangkap dari persembunyiannya atas informasi mata-mata Sultan Agung yang berkuasa di wilayah Priangan.

Pembagian wilayah kerajaan

Setelah habis masa hukumannya, Dipati Rangga Gede diberikan kekuasaan kembali untuk memerintah di Sumedang. Sedangkan wilayah Priangan di luar Sumedang dan Galuh (Ciamis), oleh Mataram dibagi menjadi tiga bagian:

 - Kabupaten Sukapura, dipimpin oleh Ki Wirawangsa Umbul Sukakerta, gelar Tumenggung Wiradegdaha/R.
 - Kabupaten Bandung, dipimpin oleh Ki Astamanggala Umbul Cihaurbeuti, gelar Tumenggung Wirangun-angun.
 - Kabupaten Parakanmuncang, dipimpin oleh Ki Somahita Umbul Sindangkasih, gelar Tumenggung Tanubaya.

Kesemua wilayah tersebut berada dibawah pengawasan Rangga Gede (atau Rangga Gempol II), yang sekaligus ditunjuk Mataram sebagai Wadana Bupati (kepala para bupati) Priangan.

Peninggalan budaya

Hingga kini, Sumedang masih berstatus kabupaten, sebagai sisa peninggalan konflik politik yang banyak diintervensi oleh Kerajaan Mataram pada masa itu. Adapun artefak sejarah berupa pusaka perang, atribut kerajaan, perlengkapan raja-raja dan naskah kuno peninggalan Kerajaan Sumedang Larang masih dapat dilihat secara umum di Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang letaknya tepat di selatan alun-alun kota Sumedang, bersatu dengan Gedung Srimanganti dan bangunan pemerintah daerah setempat.

Berdirinya Museum Prabu Geusan Ulun

Peninggalan benda-benda bersejarah dan barang-barang pusaka Leluhur Sumedang, sejak Raja-rajaKerajaan Sumedang Larang dan Bupati-bupati yang memerintah Kabupaten Sumedang dahulu, merupakan koleksi yang membanggakan dan besar artinya bagi kita semua, terlebih bagi keluarga Sumedang.

Kumpulan benda-benda tersebut disimpan di Yayasan Pangeran Sumedang sejak tahun 1995.

Timbullah suatu gagasan, ingin memperlihatkan kepada masyarakat Sumedang khususnya dan masyarakat di luar Sumedang pada umumnya, bahwa di Sumedang dahulu terdapat kerajaan besar yaitu Kerajaan Sumedang Larang , dengan melihat benda-benda peninggalan Raja-raja tersebut dan sebagainya.
Gagasan tersebut ditanggapi dengan penuh keyakinan oleh keluarga, maka direncanakan membuat museum. Setelah diadakan persiapan-persiapan yang matang dan terencana, lima tahun setelah tahun 1968 baru terlaksana, tepatnya tanggal 11 Nopember 1973 Museum Keluarga berdiri.
Museum tersebut diberi nama Museum Prabu Geusan Ulun, yang dikelola langsung oleh Yayasan Pangeran Sumedang. Pada tahun 1974 , di Sumedang diadakan Seminar Sejarah oleh ahli-ahli sejarah se Jawa Barat dan diikuti ahli sejarah dari Yayasan Pangeran Sumedang, dalam seminar tersebut dibahas nama museum Sumedang. Diusulkan nama museum adalah seorang tokoh dalam Sejarah Sumedang, ternyata yang disepakati nama Raja Sumedang Larang terakhir yang memerintah Kerajaan Sumedang Larang dari tahun 1578 - 1601 , yaitu Prabu Geusan Oeloen.
Kemudian nama museum menjadi Museum Prabu Geusan Ulun dengan ejaan baru untuk memudahkan generasi baru membacanya.
Gedung yang dipergunakan untuk museum yaitu Gedung Srimanganti, Bumi Kaler, Gedung Gendeng dan Gedung Gamelan. Pada tahun 1980, Pemerintah melalui Dinas Jawatan Permuseuman dan Kepurbakalaan Kebudayaan Jawa Barat, mengulurkan tangan dan memugar Gedung Srimanganti dan Bumi Kaler.
Pada hari Rabu tanggal 21 April 1982, Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. DR. Haryati Soebadio, meresmikan dan menyerahkan kedua bangunan yang selesai dipugar kepada Yayasan Pangeran Sumedang dan bernaung di bawah Momenten Ordonnatie Nomor 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238).

Letak Museum Prabu Geusan Ulun

Museum Prabu Geusan Ulun terletak di tengah kota Sumedang, 50 meter dari Alun-alun ke sebelah selatan, berdampingan dengan Gedung Bengkok atau Gedung Negara dan berhadapan dengan Gedung-gedung Pemerintah. Jarak dari Bandung 45 kilometer, sedangkan jarak dari Cirebon 85 kilometer, jarak tempuh dari Bandung 1 jam, sedangkan dari Cirebon 2 jam.

Museum Prabu Geusan Ulun

Museum Prabu Geusan Ulun dikelilingi tembok/dinding yang tingginya 2,5 meter, dibuat pada tanggal 16 Agustus 1797. Luas halaman Museum seluas 1,88 ha, dengan dihiasi taman-taman dan ditanami pohon-pohon langka.

Gedung yang berada di sekitarnya terdiri dari:

Srimanganti

Didirikan pada tahun 1706, masa pemerintahan Dalem Tumenggung Taoemadja dari tahun 1706-1709. Pendirian gedung tersebut direncanakan oleh Pangeran Panembahan yang memerintah dari tahun 1656-1706, yang pernah diserbu oleh laskar-laskar Cilikwidara cs dari pasukan gabungan Banten. Sejak selesai dibangun, maka pemerintahan pindah ke daerah baru yang disebut Regol. Sejak itu Srimanganti dijadikan gedung tempat tinggal dan kantor oleh para bupati tempo dulu. Sedangkan untuk keluarga dibangun Bumi Kaler.

Gedung Bengkok / Gedung Negara

Didirikan pada tahun 1850, masa pemerintahan Pangeran Soeria Koesoemah Adinata (Pangeran Soegih) dari tahun 1836-1882. Gedung tersebut didirikan di atas tanah beliau untuk keperluan upacara-upacara resmi, peristirahatan bagi tamu-tamu dari Jakarta jika berkunjung ke Sumedang.
Halaman Gedung Bengkok cukup luas, di depan dibuat taman-taman dan ditanami dengan pelbagai buah-buahan. Di bagian barat didirikan Panggung Gamelan untuk menyimpan gamelan-gamelan kuno. Di bagian belakang sebelah barat, sekarang SMP Negeri 2 Sumedang memajang istal kuda dan tempat menyimpan kereta-kereta, diantaranya Kereta Naga Paksi. Sedangkan di belakang gedung dibuat kolam yang besar disebut Empang, yang kedalamannya setinggi bambu dan berbentuk kerucut.

Empang

Di tepi Empang, dibangun Bale Kambang, tempat istirahat bagi keluarga para Bupati dan Tamu-tamu Agung, sambil memancing ikan dengan dihibur Gamelan Buhun atau Degung.
Masa pemerintahan Pangeran Aria Soeria Atmadja dari tahun 1882-1919, ikan yang ada di Empang diganti dengan Ikan Kancra, sehingga merupakan peternakan ikan Kancra yang beratnya bisa mencapai 10 atau 15 kilogram.
Ikan Kancra tersebut diambil setiap bulan Mulud, untuk keperluan pesta Maulid Nabi Muhammad SAW yang dibagikan kepada fakir miskin dan sebagainya.

Bumi Kaler

Didirikan tahun 1850, masa pemerintahan Pangeran Soeria Koesoemah Adinata (Pangeran Soegih) dari tahun 1836-1882.
Berhadapan dengan Bumi Kidul, sayangnya pada masa pemerintahan Pangeran Aria Soeria Atmadja (Pangeran Mekkah) Bumi Kidul dibongkar karena lapuk dimakan umur.
Bumi Kaler dibuat keseluruhan dari kayu jati, dan di atas tiang bentuknya khas rumah orang sunda.
Dengan ruangan-ruangan dan kamar-kamar yang luas, sedangkan jendela dan pintu-pintunya tinggi-tinggi.

Gedung Yayasan Pangeran Sumedang

Didirikan tahun 1955, Yayasan Pangeran Sumedang yang mengelola seluruh WakafPangeran Aria Soeria Atmadja dan Museum Prabu Geusan Ulun juga makam-makam seperti :
Makam Gunung Puyuh
Makam Gunung Ciung Pasaran Gede
Makam Gunung Lingga
Makam Dayeuh Luhur
Makam Manangga
Makam Panday
Makam Sunan Pada - Karedok
Makam Nyai Mas Gedeng Waru - Cigobang
Makam Prabu Gajah Agung - Cicanting, Kampung Sukamenak, Kecamatan Darmaraja
Makam Prabu Lembu Agung - Cipaku, Kecamatan Darmaraja
Gedung Gendeng
Didirikan tahun 1850 dan dipugar tahun 1950. Gedung tersebut aslinya dibuat dari :
Lantai merah
Dinding bilik
Tiang kayu jati
Atap genting

Tempat menyimpan barang-barang pusaka, senjata-senjata dan gamelan kuno.Gedung Gamelan

Didirikan tahun 1973 oleh Pemerintah Daerah Sumedang atas sumbangan dari Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bapak H Ali Sadikin. Gedung tersebut diperuntukkan tempat menyimpan gamelan-gamelan dan tempat berlatih tari-tarian.

Lumbung Padi

Semula Lumbung Padi terletak di luar benteng di tepi Empang, demi keamanan kemudian dipindahkan ke dalam komplek di dalam benteng. Lumbung tersebut dipergunakan tempat menyimpan padi hasil dari sawah-sawah wakaf Pangeran Aria Soeria Atmadja Padi tersebut dipergunakan untuk menyumbang wargi-wargi yang tidak mampu, sampai sekarang tercatat sejumlah 180 keluarga yang disumbang, besarnya hampir 12 ton per bulan. Dan keperluan pemeliharaan pusaka-pusaka, wakaf dan pelestarian seluruh wakaf Pangeran Aria Soeria Atmadja.

Referensi

Brosur Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang, Cetakan ke-2 1989, R.M. Abdullah Kartadibrata, Yayasan Pangeran Sumedang, Museum Prabu Geusan Ulun.

Lokasi Museum

Museum Prabu Geusan Ulun terletak di jalan Prabu Geusan Ulun nomor 40, Sumedang. Secara administrasi, museum tersebut terletak di kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Organisasi

Museum Prabu Geusan Ulun berada di bawah pengelolaan Yayasan Pangeran Sumedang.

Program Museum

1. Pameran Tetap
2. pelayanan masyarakat (perkawinan)
3. pemanduan pengunjung
4. Penyebarluasan informasi
5. Pameran keliling
6. Workshop/Seminar
7. Ceramah

Jadwal Kunjungan

Buka setiap hari Sabtu-Kamis pukul 08.00-16.00
Hari Jumat dan hari libur nasional, museum tutup

Harga Tiket

Dewasa: Rp. 3000
Anak-anak: Rp 2000
Tamu Asing: 10.000

Fasilitas

1. Ruang pameran tetap
2. Toilet
3. Ruang pengelola
4. Ruang seminar/ceramah
5. Audio Visual


Sumber:






1 komentar:

  1. Assalamualaikum wr.wb,saya WIWI ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada eyang guntur atas bantuan eyang. kini impian saya selama ini sudah jadi kenyataan dan berkat bantuan eyang guntur pula yang telah memberikan angka ritual kepada saya yaitu 4D dan alhamdulillah berhasil..sekali lagi makasih yaa eyang karna waktu itu saya cuma bermodalkan uang cuma 100rb dan akhirnya saya menang. Berkat angka GAIB hasil ritual eyang guntur saya sudah bisa melanjutkan kulia saya lagi dan kini kehidupan keluarga saya jauh lebih baik dari sebelumnya,bagi anda yg ingin seperti saya silahkan HUB eyang di nomor hpnya: 0823-3744-3355 atau dan ramalan eyang guntur memang memiliki ramalan GHOIB” yang dijamin 100% tembus.

    BalasHapus