Kamis, 09 Juni 2011


                                            Keraton Kanoman

Nama                    : Ahmad Indra. Fajar
No Reg                 : 4423107024

Sejarah Keraton Kanoman

Keraton Kanoman berada di Jl. Winaon, Kampung Kanoman, Kelurahan Lemah Wungkuk, Kecamatan Lemah Wungkuk. Keraton yang berada pada pedataran pantai ini tepat pada koordinat 06º 43' 15,8" Lintang Selatan dan 108º 34' 12,4" Bujur Timur. Di sebelah utara keraton terdapat pasar tradisional, sedangkan di sebelah selatan dan timur merupakan pemukiman penduduk. Di sebelah barat keraton terdapat sekolah Taman Siswa. Keraton Kanoman didirikan oleh Sultan Kanoman I (Sultan Badridin) turunan ke VII dari Sunan Gunung Jati (Syarief Hidayatullah) pada tahun 510 tahun Saka atau tahun 1588 Masehi. Keraton Kanoman adalah pusat peradaban Kesultanan Cirebon, yang kemudian terpecah menjadi Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabon. Kebesaran Islam di Jawa Barat tidak lepas dari Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah orang yang bertanggung jawab menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sehingga berbicara tentang Cirebon tidak akan lepas dari sosok Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati juga meninggalkan jejaknya yang hingga kini masih berdiri tegak, jejak itu bernama Kraton Kanoman. Keraton Kanoman masih taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam leluhur, Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara. Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, yang juga dikenal dengan Syarif Hidayatullah. Kompleks Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6 hektar ini berlokasi di belakang pasar Di Kraton ini tinggal sultan ke dua belas yang bernama Raja Muhammad Emiruddin berserta keluarga. Kraton Kanoman merupakan komplek yang luas, yang terdiri dari dua puluh tujuh bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal witana yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.
Keraton Kanoman, disebut juga Kesultanan Kanoman, ternyata terletak tersembunyi di balik keramaian pasar. Memerlukan energi berlebih untuk mencapai tujuan sejak para penjual jambu biji asal Desa Pagartoya yang menjajakan dagangan di depan Vihara Pancar Keselamatan, menunjukkan arah menuju keraton. Maklum, kendaraan harus membelah kerumunan penjual sayur-sayuran dan buah-buahan yang meluap hingga ke badan jalan. Nyaris tak bisa jalan kalau tidak ada bantuan dari petugas parkir pasar. Keraguan menyergap ketika mulai memasuki kawasan keraton. Lengang, sepi. Di bagian luar, bangunan-bangunan seperti pagar yang menjadi pembatas kawasan keraton, pintu gerbang, hingga bangsal paseban, tampak tak terawat. Rerumputan tumbuh meninggi di beberapa tempat di halaman. Tak terbayangkan tempat itu menyimpan sejarah panjang tentang kepahlawanan, juga syiar Islam, jika tidak menatap baik-baik bangunan utama. Memang tidak sebesar bangunan-bangunan di Keraton Yogyakarta, atau Surakarta, namun masih memancarkan kharisma tersendiri. Pagi itu, di Bangsal Jinem, tempat yang dulu acap dipakai petinggi keraton menerima tamu penting, sedang ada acara keluarga. Rasa penasaran menggiring langkah merambahi halamannya yang teduh. Memang tampak keistimewaan jika mengamati lebih teliti bangunan-bangunan pagar maupun pintu gerbangnya. Pagar tembok maupun gerbangnya berhiaskan piring-piring porselen yang cantik. Porselin-porselen asli dari Negeri Tiongkok.
Cirebon telah lama dikenal sebagai pusat penghasil kain batik terutama batik trusmi. dan kota ini juga terkenal dengan kesenian tari topeng dan musik tarling yang menggabungkan suara gitar suling dan suara manusia dalam wisata dan budaya indonesia wisata budaya oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar keraton maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar dari keraton dan dikerjakan ditempat tinggal mereka masing-masing. selanjutnya kesenian batik ini ditiru oleh rakyat, sedang di daerah cirebon batik ada kaitannya dengan kerajaan yang ada di daerah ini yaitu kanoman kasepuhan dan keprabonan. sumber utama batik cirebon kasusnya sama seperti yang di yogyakarta dan solo. batik muncul lingkungan kraton sejarah batik di indonesia, kumpulan artikel software tips dan trikdaya tarik utama keraton kanoman baru bisa dinikmati ketika memasuki museum yang terletak di sisi kanan bangunan utama. di bangunan yang tidak terlalu besar itu tersimpan peninggalan,peninggalan keraton mulai dari kereta kerajaan peralatan rumah tangga. letaknya di pantai teluk cirebon. sehingga hal tersebut dapat menambah daya tarik tersendiri bagi pengunjung. untuk menghibur pengunjungnya setiap hari libur diselenggarakan pementasan seni hiburan. telaga remis wisata ke daerah cirebon wahana pendidikankesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja,raja indonesia zaman dulu awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. sedang di daerah cirebon batik ada kaintannya dengan kerajaan yang ada di daerah ini yaitu kanoman kasepuhan dan keprabonan. sumber utama batik cirebon kasusnya sama seperti yang di yogyakarta dan solo. wilayah cirebon terdapat empat tempat yang dianggap keramat yaitu makam sunan gunung jati 8 km diluar kota cirebon kraton kasepuhan kraton kanoman dan masjid agung cipta rasa. cirebon telah lama dikenal sebagai pusat olivia tuzi cherea objek wisata di jawa barat. Peninggalan kesenian keraton berupa alat alat perang baju kerajaan gamelan dll.

Keprabonan

Keprabonan termasuk keluarga Keraton Kanoman yang didirikan pada tanggal 1682 oleh Pangeran Raja Adipati Kapronan. Kaprabonan asal kata dari Kaprabuan (Raja) yang mana Kaprabonan ini berfungsi sebagai tempat dinniyah, yaitu tempat kegiatan Agama Islam yang diberlakukan untuk komunitas Keraton Kanoman dan juga untuk masyarakat umum. Sampai dengan sekarang kegiatan tersebut masih berjalan dan banyak dikunjungi orang termasuk pengunjung dari Malaysia dan Brunei.
Adapun Pangeran Raja Adipati Kaprabonan, adalah putra sulung dari sultan Kanoman I, yang lebih memilih kepeduliannya terhadap bidang agama ketimbang ke pemerintahan. Tempat ini sampai sekarang dihuni oleh keluarga keturunan Adipati Kaprabonan yang letaknya berdekatan dengan Keraton Kanoman.

 Koleksi Keraton Kanoman

Daya tarik utama Keraton Kanoman baru bisa dinikmati ketika memasuki museum yang terletak di sisi kanan bangunan utama. Di bangunan yang tidak terlalu besar itu tersimpan peninggalan-peninggalan keraton, mulai dari kereta kerajaan, peralatan rumah tangga, hingga senjata kerajaan. Beberapa koleksi tampak tidak utuh. Perhatian langsung tertuju kepada jajaran kereta. Paling menonjol adalah kereta Paksi Naga Liman. Kereta itu, seperti tertera dalam keterangan, dibuat dari kayu sawo pada tahun 1350 Saka atau tahun 1428 Masehi oleh Pangeran Losari. Rais menyebutnya sebagai kereta kebesaran Sunan Gunung Jati, leluhur Kesultanan Cirebon, yang memerintah 1479 – 1568. Pemberian nama itu berkaitan dengan pahatan kayu di bagian depan yang menggambarkan gabungan bentuk paksi (burung), naga, dan liman (gajah) memegang senjata. Paduan bentuk itu melambangkan persatuan tiga unsur kekuatan di darat, laut, udara, menyimbolkan keutuhan wilayah. Keistimewaannya terletak pada bagian sayap patung yang bisa membuka-menutup saat sedang berjalan, juga bentuk rodanya yang berbeda dengan roda pedati biasa. Roda kereta dibuat cekung ke dalam. Rais menjelaskan, konstruksi roda seperti itu sangat berguna jika melewati jalanan berlumpur yang basah. Kotoran tidak akan menciprat mengotori penumpangnya. Kereta yang lain adalah Jempana, kereta kebesaran untuk permaisuri dengan hiasan bermotif batik Cirebon. Kereta berbahan kayu sawo itu juga dirancang dan dibuat atas arahan Pangeran Losari pada tahun yang sama. Nilai kebesarannya langsung terbayangkan ketika Rais menceritakan kereta-kereta itu dulunya ditarik enam ekor kuda. Dengan bangga pula ia menceritakan seorang insinyur Eropa pernah secara khusus mempelajari konstruksi roda kereta-kereta kesultanan itu. Kereta-kereta itu menempati bagian tengah ruangan. Bagian pinggir museum dipenuhi koleksi yang lain. Di antaranya koleksi wayang golek papak, kursi pengantin, gamelan, meja tulis lengkap dengan perlengkapan menulis daun lontar dan ijuk aren yang berfungsi sebagai alat menulis, kotak-kotak termasuk kotak dari Mesir. Di salah satu sudut, bisa dilihat koleksi senjata, mulai dari aneka pedang lokal dan pedang Eropa, keris, senjata api, aneka perisai, dan meriam. Di keraton ini masih terdapat barang barang Sunan Gunung Jati, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di museum. Bentuknya burak, yakni hewan yang dikendarai Nabi Muhammad ketika ia Isra Mi'raj. Tidak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan di bagian tengah Kraton terdapat kompleks bangunan bangunan bernama Siti Hinggil.


Didalam Kraton Kanoman terdapat benda-benda yang bernilai histories seperti:

·          Beskap Ageng sultan Kanoman

Beskap ini merupakan baju kebesaran Sultan, yang dipakai ketika upacara Penobatan dan pertemuan Raja-raja. Mahkota kuluk Kesultanan sebagai penutup kepala serta bagian atas merupkan bagian dari beskap dengan pelengkap ikat pinggang Bagodog, dan kain lancer Dhodotan, dominasi warna hitam dan emas sebagai pelambang keagungan, kemakmuran lestari dan mengayomi, sememntara motif yang dipakai adalah Delimaan, bagian kaki menggunakan selop kesultanan.
·         Kedok Lima Wanda

 Perlengkapan penari topeng Khas Cirebon yang menjadi citra kebudayaan Cirebon dimata dunia hingga saat ini adalah lima wanda kedok (topeng), Panji, Rumayang, Samba, Tunenggung, dan Klana, gambaran hidup dan kehidupan tergambarkan dari setiap warna dan corak yang di tampilalkan tarian topeng Cirebon, menghidui kehidupan,menuhankan tuhan, dan memanusiakan manusia.
·         Kerta Jempana

Kereta kebesaran permaisuri Kerjaan Cirebon dan seterusnya Ratu Dalaem Kesultanan Kanoman, Jempana akronim “ Jemjeming Pangagem Manahayang “, dalam bahasa Cirebon yang berarti Keteguhan hati. Ornament kereta ini berpengaruh besar terhadap khasanah kebudayaan [ada tataran seni yang berkembang dan lestari sampai sekarang di Cirebon, seperti ukir kayu, batik dan lukisan kaca. Motif ukir kayu berpatran Cirebonan sangat jelas terlihat di kereta ini.
·         Gamelan

Ada beberapa jenis gamelan yang tersimpan di museum Kraton Kanoman
diantaranya: Laras Pelog, Laras Selendro, Renteng dan Gamelan Dempling
( bahan besi ) kesemuanya masih dipergunakan untuk berbagai acara di karaton.

·         Lonceng Gajah Mungkur

Lonceng besar ini mempunyai tempat tersendiri berupa sebuah bangunan kecil disamping langgar Kraton yang menyerupai kontruksi sebuah gereja. Pada awal keberadaan lonceng ini berfung selain sebagai penenda wktu juga sebagai alat untuk mengundang Magersari Kraton ( Masyarakat sekitar Kraton) apabila ada kegiatan besar dilakukan oleh Sultan.

·         Kursi Gading Gilang Kencana

Kontruksi Singgasana Raja ini seluruhnya dibuat dengan menggunakan gading gajah, bentuknya kecil namun menyiratkan kejayaan sebuah peradaban budaya yang demikian tinggi. Setelah berakhirnya masa kerjaan Cirebon kursi Gading ini berada di kesultanan Kanoman sebagai penerusnya dan masih dipergunkan sampai pemerintahan Sultan Rja Mochamad Dzulkarnaen ( Sultan Kanoman VIII )
·          Baju Jirah

Rampasan perang dari tentara Portugis ketika bentengSunda Kalapa dihancurkan kekuatan gabungan Demak, Cirebon Dan Banten. Rompio ini berfungsi sebagai pelindung tubuh prajurit perang Portugis dari terjangan senjata lawan. Di buat dengan menggunakan rangkaian lempengan besi yang disusun sedemikian rupa sehingga tidak kaku dan mudah dikenakan.
·         Pedang Pajajaran

Senjata khas prajurit Pangeran Jagabayan kerjaan Sunda Galuh yang kemudian dipakai oleh prajurit kemantren Kesultanan Kanoman, akulturasi, ini terjadi setelah Pangeran Jagabayan dan Pangeran Rajasengara dengan membewa kursi Gading Gilang kencana ( masih tersimpan di Kraton Dalem Kanoman) sebaai bukti pengakuan keberhasulan pPangeran Cakra Bhuana membangun Kerajaan Caruban Larang.
Sayangnya, orang jarang menengok keraton ini, bahkan di musim libur. Masalah klasik, seperti publikasi, promosi tentu jadi biang keladi. Jangankan urusan publikasi dan promosi, untuk urusan pemugaran saja pihak keraton sudah tidak perduli . Perlu upaya kerja sama dengan pihak swasta yang didukung pemerintah, apalagi keraton tersebut adalah salah satu daya tarik Kota Cirebon.

Arsitektur Keraton Kanoman

Semuanya memiliki perpaduan arsitektur kebudayaan Islam, Cina, dan Belanda. Ciri bangunan keraton ini selalu menghadap ke utara dan ada sebuah masjid di dekatnya. Setiap keraton mempunyai alun-alun sebagai tempat berkumpul, pasar dan patung macan di taman atau halaman depan.

Keraton ini lebih mirip bangunan pembesar pada zaman kolonial Belanda dengan pengaruh arsitektur Eropa yang kuat. Mengunjungi keraton di Kota Cirebon seakan memamerkan kepada Anda akulturasi yang terjadi tidak saja antara kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Sunda, tapi juga dengan berbagai kebudayaan di dunia, seperti China, India, Arab, dan Eropa. Hal inilah yang membentuk identitas dan tipikal masyarakat Cirebon dewasa ini yang bukan Jawa dan bukan Sunda.

Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Beberapa piring konon diperoleh dari Eropa saat Cirebon jadi pelabuhan pusat perdagangan Pulau Jawa. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon.
Dari 4 buah Keraton, yaitu Kasepuhan, Kanoman, Keprabonan, dan Kacirebonan maka bila dilihat dalam pengertian arsitektural, yang cocok disebut sebagai bangunan keraton hanyalah Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, sebab keduanya memiliki bagian-bagian bangunan yang seharusnya ada dalam sebuah komplek keraton, salah satunya seperti alun-alun, masjid agung, dan siti hinggil. Sementara kedua keraton yang lain Keprabonan  dan Kacirebonan lebih tepat dikatakan sebagai bangunan ndalem.
Bangunan Kraton Kanoman Di luar bangunan terdapat sebuah bangunan bergaya Bali yang disebut dengan Balai Manguntur yang terbuat dari batu merah. Di dekat bangunan Balai Maguntur ini terdapat sebuah pohon beringin yang berukuran besar. Fungsi bangunan ini adalah tempat kedudukan sultan apabila menghadiri upacara seperti apel prajurit atau menyaksikan pemukulan gamelan sekaten tanggal 8 Maulid. Masyarakat juga mengatakan bahwa Balai Maguntur diartikan sebagai balai mangun tutur yang artinya tempat sultan berpidato atau berbicara kepada masyarakat tentang hukum dan agama. Keraton ini juga memiliki alun-alun dimana pada acara-acara tradisi tertentu lapangan ini akan berubah menjadi lautan orang yang membludak ingin mengikuti tradisi seperti Muludan dan acara-acara tradisi lainnya.
Seperti juga penguasa-penguasa Nusantara lainnya (seperti Kasunanan Solo), terdapat kesan bagi para penguasa untuk mengadopsi kehidupan dunia luar dalam kehidupan penguasa lokal ini. Sebagai salah satu contohnya adalah kegemaran kesultanan Cirebon mengadopsi gaya dan arsitektur model Eropa yang mengisi bagian dalam Kraton Kasepuhan. Perhatikan bagaimana model dan ukiran di ruang pertemuan sultan dengan para menteri, yang dibuat dengan model yang hampir sama dalam interior kerajaan Prancis di bawah dinasti Bourbon, seperti model kursi, meja dan lampu gantung. Bagaimanapun terdapat kombinasi gaya interior ini apabila kita memperhatikan sembilan kain berwarna di latar belakang singgasana raja yang melambangkan sosok wali songo (para penyebar agama Islam di Jawa). Di sini tradisi Jawa bercampur dengan Eropa yang telah dilokalkan.
Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, yang juga dikenal dengan Syarif Hidayatullah. Peninggalan sejarah kejayaan Islam masa lampau juga bisa ditemui di keraton cirebon, yang menjadi penutup acara berkeliling Kota Cirebon.
Namun keraton-keraton di Kota Cirebon, Jawa Barat, memang tidak sebaik keraton-keraton di Solo atau di Yogyakarta. Tidak hanya karisma dan aura keraton yang makin pudar di tengah-tengah masyarakat Cirebon masa kini, tetapi secara fisik bangunan keraton-keraton di Cirebon kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Di antara ketiga keraton di cirebon, yang kondisinya paling memprihatinkan saat ini adalah Keraton Kanoman. Keraton yang letaknya paling  tersembunyi  dibanding kedua keraton lainnya (karena berada di belakang pasar tradisional milik Pemerintah Kota Cirebon) itu saat ini sedang dirundung berbagai masalah.
Keberadaan pasar tradisional di depan kompleks keraton  sangat mengganggu dan menurunkan kesan agung sebuah keraton. Akibat adanya pasar milik Perusahaan Daerah Pasar Kota Cirebon itu, hanya tersisa satu-satunya jalan masuk menuju kompleks Keraton Kanoman yang sangat sempit dan kumuh karena penuh tumpukan sampah dan lalu lalang para pedagang. Saat ini, kesan agung keraton itu semakin pudar dengan dibangunnya sarana WC umum di dalam kompleks alun-alun keraton.
Di dalam bangunan utama keraton juga tampak dinding-dinding yang kusam dan ditumbuhi lumut. Beberapa ornamen hiasan dinding dan ukiran- ukiran di pintu-pintu yang terbuat dari kayu jati juga sudah kusam dan tersaput debu. Di beberapa bagian, kayu penutup langit-langit ruangan sudah lapuk, dan beberapa di antaranya bahkan sudah jebol, Hampir di seluruh sudut kompleks keraton seluas enam hektar itu tampak suram dan tidak terawat. Rumput liar tumbuh subur setinggi betis orang dewasa di halaman keraton dan taman-taman yang terletak di dalam lingkungan keraton, rusaknya bangunan di keraton tersebut karena minimnya biaya perawatan. Keraton Kanoman merupakan satu kompleks dengan denah empat persegi panjang dari arah utara – selatan. Menurut arsitekturnya tata ruang komplek ini dibagi 4 bagian, yaitu bagian depan kompleks, halaman pertama, halaman kedua, halaman ketiga.

a) Bagian Depan Kompleks
Di bagian ini terdapat bangunan Cungkup Alu, Cungkup Lesung, Pancaratna, dan Pancaniti. Cungkup Alu berupa bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 m dan terbuat dari bahan kayu. Atap genteng didukung oleh 4 tiang. Cungkup Lesung merupakan bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 m dan terbuat dari bahan kayu. Atap genteng didukung oleh 4 tiang. Bangunan Pancaratna merupakan bangunan kayu tanpa dinding yang terletak disebelah barat pintu masuk.   Bangunan ini di kanan depan kompleks yang menghadap utara berbentuk bujursangkar dengan ukuran 8 x 8 m. Lantai keramik  Bangunan terbuka, hanya ada tiang-tiang yang mendukung atap sirap. Berfungsi sebagi tempat seba atau tempat para pembesar desa menghadap Demang atau Wedana atau tempat jaga bintara kerajaan. Sedangkan bangunan Pancaniti adalah bangunan kayu tanpa dinding yang terletak di sebelah timur pintu masuk, menghadap utara berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8 x 10 m. Lantai keramik. Bangunan ini terbuka, hanya ada tiang-tiang yang mendukung atap sirap. Fungsinya sebagai tempat perwira melatih prajurit dalam perang-perangan, tempat istirahat perwira dari pelatihan perang dan tempat pengadilan atau sebagai tempat jaga prajurit kerajaan.

b) Halaman Pertama
Halaman ini disebut lemah duwur (tanah tinggi). Memang tanah ini lebih tinggi dari bagian lainnya. Halaman ini dipagar setinggi 1,30 m dengan bahan bata. Pagar utara, barat dan selatan terdapat pintu gerbang bentar. Di utara berukuran tinggi 3 m dan lebar 4 m. Di barat tinggi 5 m dan lebar 4 m. Di selatan tinggi 2,50 m dan lebar 2 m. Di halama ini terdapat 2 bangunan, yaitu :
Balai Manguntur: Bangunan menghadap utara ini berukuran 6,5 x 6,5 x 5 m. Bangunan ini menggunakan bahan bata, lantai keramik yang berundak dua. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Dinding-dindingnya melengkung ke atas terkesan menyerupai gerbang.. Di dalamnya terdapat balai berukuran 1,50 x 1,50 m untuk tempat duduk Sultan. Atapnya sirap berbentuk kerucut. Secara keseluruhan bangunan ini diperindah dengan hiasan keramik-keramik piring yang ditempelkan sebagai tempat pertunjukan yang dipersembahkan untuk raja.
Panggung: Bangunan ini menghadap barat berukuran 6 x 10 x 5 m. Lantai keramik. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Hanya ada tiang-tiang yang mendukung bubungan dengan bentuk limas an terpotong dan menggunakan atap sirap. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pertunjukan yang dipersembahkan untuk raja.

c) Halaman Kedua
Halaman kedua berdenah bentuk  huruf “L”,  terdapat dua bangunan, yaitu : Bale Paseban dan Gerbang Seblawong di sisi utaranya.
Bale Paseban: Banguna yang menghadap barat ini berukuran 12 x 12 x 4 m. Bangunan ini menggunakan bahan kayu dan lantai tegel. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Tiang-tiang yang mendukung atap sirap limasan terpotong ini dari tiang satu ke tiang lainnya terkesan berbentuk seperti pagar terali kayu. Bangunan ini berfungsi tempat tunggu untuk giliran menghadap Sultan.
Gerbang Seblawong: Gerbang yang menggunakan bata ini berbentuk paduraksa dengan ukuran tinggi 9 m, lebar 4,80 m dan tebal 2 m. Bangunan yang kokoh ini terkesan bergaya kolonial. Di samping besarnya yang sangat mencolok, bangunan ini memiliki ragam hias tiang-tiang yang samara dengan pelipit vertikal dan horizontal, di tengah-tengahnya dihubungkan dengan pelipit vertikal dan melengkung. Di bawah lengkungan ini merupakan batas pintu yang terbuat dari kayu jati. Seluruh bangunan ini diberi hiasan piring-piring keramik yang ditempelkan pada selruh permukaan pintu gerbang. Pintu gerbang ini dibuka hanya pada waktu perayaan Maulud Nabi Muhammad S.A.W..
d) Halaman Ketiga
Antara halaman ketiga dan halaman ke empat dibatasi pagar terbuat dari bata setinggi 1,50 m. Di halaman  ini terdapat sejumlah bangunan, yaitu :
• Tempat Lonceng disebut juga gajah mungkur. Bangunan ini menghadap ke timur, berfungsi sebagai tempat menyimpan lonceng dengan ukuran 3 x 2 x 2,5 m. Lantainya hanya merupakan plur semen. Dinding tembok dan atapnya genteng.
• Bale Semirang merupakan bangunan yang menghadap timur, berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3 x 6 x 3 m. Bangunan ini sangat sederhana, lantainya hanya plur semen. Bangunan ini terbuka tanpa dinding dengan atap sirap berbentuk limasan. Bangunan ini berfungsi untuk memberikan informasi. Dahulu tempat ini digunakan untuk tempat bermusyawarah dengan sultan.
• Langgar Kanoman merupakan bangunan tempat shalat. Bangunan ini sangat sederhana berukuran 6 x 8 x 3,5 m memiliki lantai tegel, dinding tembok dan atap genteng dengan bentuk limasan.
• Paseban Singabrata merupakan tempat jaga perwira keraton. Bangunan ini menghadap ke arah barat, berukuran 8 x 10 m. Lantai dari bahan keramik, terbuka tanpa dinding. Terdapat beberapa tiang menunjang atap sirap dengan bentuk limasan. Bangunan ini berfungsi sebagai ruang tunggu menghadap sultan.
• Jinem adalah bagian ruang sultan dengan arah hadap utara dan berukuran 12 x 8 m dengan lantai keramik. Ruang ini berfungsi sebagai tempat para pembesar menghadap Sultan.
• Kaputren merupakan tempat tinggal putra dan putri sultan. Bangunan yang bergaya kolonial ini digunakan sebagai rumah tinggal anak-anak Sultan yang laki-laki. Bangunan ini terbuat dari bahan tembok.

 Keraton Kanoman terdapat pada pintu Pandopa Jinem yang menuju keruangan Perbayaksa, dipintu tersebut terpahat gambar angka Surya Sangkala & Chandra Sangkala dengan pengertian sebagai berikut :
* Matahari artinya angka 1 (satu)
* Wayang Darma Kusumah artinya angka 5 (lima)
* Bumi artinya angka 1 (satu)
* Bintang Kemangmang artinya angka 0 (nol)
Jadi terbaca tahun 1510 Saka atau tahun 1588 Masehi. Lambang angka tahun terdiri dari 2 macam yaitu Surya Sangkala dengan gambar matahari dan Chandra Sangkala dengan gambar Bulan.

Bangunan-Bangunan Yang Berada Di Kraton Kanoman

1. Witana : Awit-awit ana (Bangunan Pertma yang ada di Kota Cirebon)
Dijadikan Tempat Upacara Hari Jadi Kota Cirebon

2. Gedung Pulntara :
Bangunan 2 lantai yag Dibangun Oleh Pangeran Purbaya sebagai tempat
peristirahatan prajurit.

3. Bangsal Dalem :
 Tempat Tinggal Kanjeng Sultan.

4. Gedung Pusaka :
Tempat Pusaka-pusaka yang masih digunakan pada setiap upacara.

5. Bangsal Museum :
Tempat menyimpan Benda-benda peninggalan Bersejarah dibuka untuk umum
( Wisata ).

6. Gedung Singa Brata : Tempat para perwira-perwira kraton.
( Sekarang Sekretariat Kraton Kanoman )


7. Bangsal Semirang:
Tempat Para Seniman Berkarya.

8. Pendopo Djinem (Puji-Gunem) :
Tempat kanjeng Sultan Menerima Tamu Khusus.

9. Gedung Langgar :
Tempat Kanjeng Sultan ketika shalat ied bersama keluarga besar dan masyarakat sekeliling .

10. Gedung Gajah Mungkur :
Tempat dibunyikanya lonceng pertanda waktu.

11. Blandongan : Tempat Parkir kendaraan Tamu Sultan.

12. Ruang Prabayaksa dan mande Mastaka : (Singgasana)
Tempat Jumenengan (penobatan) Kanjeng Sultan.

13. Bangsal Paseban :
Tempat Upacara Penutup Maulid Nabi (buang takir).

14. Komplek Siti Inggil :
Mangatur : Tempat Kanjeng Sultan Menyaksikan Gamelan Sekaten yang
dibunyikan pada waktu Acara Maulid Nabi.

15. Bangsal Kareman : Tempat dibunyikannya Gamelan Sekaten.

16. Bangsal Pancaratna : Tempat Perwira berjaga.

17. Mesjid Agung Kraton Kanoman :
Digunakan dalam keseharian
(juga sebagai tempat Upacara Maulid Nabi Muhammad SAW).


18. Weringin Kurung :
                Simbol Pengayoman
Weringin Bunderan : Pohon Beringin yang ditanam oleh Sultan ketika setelah Jumenengan .

19. Pintu Mundu : Pintu Kejaksaan, Pintu Seblawong
(Dibuka 1 (satu) Tahun sekali untuk Lewatnya Upacara Pajang Jimat).

20. Gedung Kaputran :
Tempat Tinggal Putra-Putri Sultan.

21. Batu Lumpang Alu :
Digunakan Oleh Pangeran Walangsungsang untuk menumbuk/membikin Terasi .
Bahan Bakunya Terdiri Dari (Cai) Air, dan (Rebon) Udang Kecil-kec

Peranan Para Sultan Keraton Kanoman

Sunan Gunung Jati
Pada tahun 1479 M, kedudukannya kemudian digantikan putra adiknya, Nyai Rarasantang dari hasil perkawinannya dengan Syarif Abdullah dari Mesir, yakni Syarif Hidayatullah (1448-1568) yang setelah wafat dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati dengan gelar Tumenggung Syarif Hidayatullah bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan bergelar pula sebagai ''Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah''. kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali ,Galuh, Sunda Kelapa, dan Banten.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, terjadilah kekosongan jabatan pimpinan tertinggi kerajaan Islam Cirebon. Pada mulanya calon kuat pengganti Sunan Gunung Jati ialah Pangeran Dipati Carbon, Putra Pangeran Pasarean, cucu Sunan Gunung Jati. Namun, Pangeran Dipati Carbon meninggal lebih dahulu pada tahun 1565.

Panembahan Ratu I
Pada Tahun (1570-1649) Sepeninggal Fatahillah, oleh karena tidak ada calon lain yang layak menjadi raja, takhta kerajaan jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati yaitu Pangeran Emas putra tertua Pangeran Dipati Carbon atau cicit Sunan Gunung Jati. Pangeran Emas kemudian bergelar Panembahan Ratu I dan memerintah Cirebon selama kurang lebih 79 tahun.

Sultan Muhammad Badrudin
Pangeran Wangsakerta, sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1677-1713).
Perubahan gelar dari Panembahan menjadi Sultan bagi dua putra tertua Pangeran Girilaya ini dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa, karena keduanya dilantik menjadi Sultan Cirebon di ibukota Banten. Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah kekuasaan penuh, rakyat, dan keraton masing-masing. Pangeran Wangsakerta tidak diangkat menjadi sultan melainkan hanya Panembahan. Ia tidak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton sendiri, akan tetapi berdiri sebagai ''kaprabonan'' paguron, yaitu tempat belajar para intelektual keraton

Pangeran Raja Adipati Kaprabonan
Pangeran Raja Adipati Kaprabonan, adalah putra sulung dari sultan Kanoman I, yang lebih memilih kepeduliannya terhadap bidang agama ketimbang ke pemerintahan. Tempat ini sampai sekarang dihuni oleh keluarga keturunan Adipati Kaprabonan yang letaknya berdekatan dengan Keraton Kanoman.

Silsilah Sultan Keraton Kanoman

1. Sunan Gunung Jati Syech Hidayahtullah
2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul Arifin
3. Panembahan Sedang Kemuning
4. Panembahan Ratu Cirebon
5. Panembahan Mande Gayem
6. Panembahan Girilaya

1. Sultan Kanoman I (Sultan Badridin)
2. Sultan Kanoman II ( Sultan Muhamamad Chadirudin)
3. Sultan Kanoman III (Sultan Muhamamad Alimudin)
4. Sultan Kanoman IV (Sultan Muhamamad Chadirudin)
5. Sultan Kanoman V (Sultan Muhamamad Imammudin)
6. Sultan Kanoman VI (Sultan Muhamamad Kamaroedin I)
7. Sultan Kanoman VII (Sultan Muhamamad Kamaroedin )
8. Sultan Kanoman VIII (Sultan Muhamamad Dulkarnaen)
9. Sultan Kanoman IX (Sultan Muhamamad Nurbuat)
10. Sultan Kanoman X (Sultan Muhamamad Nurus)
11. Sultan Kanoman XI (Sultan Muhamamad Jalalludin)
SSumber:
·         http://www.cirebonkota.go.id,
·         roycahsweetness.blogspot.com
·         www.scribd.com
·         www.iatmi-cirebon.org
·         http://id.wikipedia.org/
·         indahartgallery.webs.com
·         http://id.merbabu.com
·         /arkeologi.web.id/
www.anakciremai.com/ifin
3. Panembahan Sedang Kemuning

Tidak ada komentar:

Posting Komentar