Selasa, 14 Juni 2011

UAS KEBUDAYAAN DAN KESENIAN INDONESIA

NAMA : DANU GUHSRI BROTOSOMO
NIM     : 4423077213
UAS KEBUDAYAAN DAN KESENIAN INDONESIA
ISTANA SAORAJA BONE
UNIVERITAS NEGERI JAKARTA 


SEJARAH KABUPATEN BONE
MASIH bayi sudah menjadi raja negeri besar. Inilah yang terjadi pada diri Karempalua karena sudah menjadi ketetapan pamannya, Raja Bone II La Ummase’. Dalam Lontaraq Akkarungeng ri Bone disebutkan bahwa La Saliyu Karempalua (1424 – 1496) adalah Arumpone (Raja Bone) yang menggantikan pamannya, La Ummase’. Kedudukannya ini diterima dari pamannya sejak berusia satu malam (masih bayi). Kalau ada sesuatu yang akan diputuskan maka To Suwalle yang memangkunya menjadi juru bicaranya. Kemudian yang bertindak selaku Makkedangen Tana (Perdana Menteri) adalah To Sulewakka.
Ketika memasuki usia dewasa, barulah La Saliyu Karampelua mengunjungi orang tuanya di Palakka. Sesampainya di Palakka, kedua orang tuanya sangat gembira dan diberikanlah pusakanya yang menjadi miliknya, juga Pasar Palakka. Sejak itu orang Palakka tidak lagi berpasar di Palakka tapi pindah ke Bone. La Saliyu Karampelua dikenal sangat mencintai dan menghormati kedua orang tuanya. Ata’ alena (hamba sendirinya) dikeluarkan dari Saoraja (istana) dan ditempatkan di Panyula. Sementara hamba yang didapatkan setelah menjadi Arumpone di tempatkan di Limpenno. Orang Panyula dan orang Limpennolah yang mempersembahkan ikan. Dia pula yang menjadi pendayung perahunya dan pengusungnya jika Arumpone ini bepergian jauh.
La Saliyu Karampelua sangat dicintai oleh rakyatnya karena memiliki sifat - sifat rajin, jujur, cerdas, adil dan bijaksana. Ia juga dikenal pemberani dan tidak pernah gentar menghadapi musuh. Konon sejak masih bayi tidak pernah terkejut bila mendengarkan suara - suara besar dan aneh. Arumpone ini dikawinkan orang tuanya dengan sepupunya yang bernama We Tenri Roppo, ana’ pattola (putri mahkota) Arung Paccing. Dari perkawinan itu lahirlah We Banrigau Daeng Marowa dan We Pattana Daeng Mabela MakkaleppiE Arung Majang. Oleh Arumpone Petta Karempalua, sebagian orang Bukaka dibawa ke Majang untuk menjadi rakyat MakkaleppiE yang kemudian mendirikan Sao LampeE ri Bone, yang diberinya nama Lawelareng. Sehingga digelari pula MakkaleppiE – Massao LampeE Lawelareng atau Puatta Lawelareng.
Raja Bone III ini melanjutkan kegiatan ekspansi yang telah dirintis pendahulunya, bahkan lebih besar dan berhasil menduduki kerajaan – kerajaan kecil, seperti : Pallengoreng, Sinri, Melle, Sancereng, Cirowali, Apala, Bakke, Atta Salo, Soga, Lampoko, Lemoape, Parippung, Lompu, Limampanua Rilau Ale, Babauwae, Barebbo, Pattiro, Cinennung, Ureng, Pasempe, Kaju, Ponre, dan Aserabate Riawang Ale.
Data tersebut menunjukkan bahwa Bone pada masa itu telah menguasai wilayah yang cukup luas (menurut ukuran pada masa itu), sehingga organisasi pemerintahan perlu pula ditingkatkan. Untuk itu La Saliu membagi wilayah pemerintahan Kerajaan Bone menjadi tiga wilayah administratif, sesuai dengan pembagian warna bendera Kerajaan Bone. Pertama, Negeri – negeri yang memakai bendera Woromporongnge’ : Matajang, Mattoanging, Bukaka Tengah, Kawerrang, Pallengoreng, Maloi. Semuanya dibawah koordinasi Matoa Matajang. Kedua, Negeri – negeri yang memakai umbul merah di sebelah kanan Woromporongnge’ : Paccing, Tanete,. Lemo, Masalle, Macege, Belawa, Semuanya dibawah koordinasi Kajao Ciung dan Ketiga, Negeri – negeri yang memakai umbul merah di sebelah kiri Woromporongnge’ : Arasong, Ujung, Ponceng, Ta’, Katumpi, Padaccennga, Madello. Semuanya dibawah koordinasi Kajao Arasong”.

 Sejarah mencatat bahwa Bone merupakan salah satu kerajaan besar di nusantara pada masa lalu. Kerajaan Bone yang dalam catatan sejarah didirikan oleh ManurungngE Rimatajang pada tahun 1330, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Latenritatta Towappatunru Daeng Serang Datu Mario Riwawo Aru Palakka Malampee Gemmekna Petta Torisompae Matinroe ri Bontoala, pertengahan abad ke-17 (A. Sultan Kasim,2002). Kebesaran kerajaan Bone tersebut dapat memberi pelajaran dan hikmah yang memadai bagi masyarakat Bone saat ini dalam rangka menjawab dinamika pembangunan dan perubahan-perubahan sosial, perubahan ekonomi, pergeseran budaya serta dalam menghadapi kecenderungan yang bersifat global. Belajar dan mengambil hikmah dari sejarah kerajaan Bone pada masa lalu minimal terdapat tiga hal yang bersifat mendasar untuk diaktualisasikan dan dihidupkan kembali karena memiliki persesuaian dengan kebutuhan masyarakat Bone dalam upaya menata kehidupan kearah yang lebih baik.Ketiga hal yang dimaksud adalah :Pertama, pelajaran dan hikmah dalam bidang politik dan tata pemerintahan. Dalam hubungannya dengan bidang ini, sistem kerajaan Bone pada masa lalu sangat menjunjung tinggi kedaulatan rakyat atau dalam terminology politik modern dikenal dengan istilah demokrasi. Ini dibuktikan dengan penerapan representasi kepentingan rakyat melalui lembaga perwakilan mereka di dalam dewan adat yang disebut "ade pitue", yaitu tujuh orang pejabat adat yang bertindak sebagai penasehat raja. Segala sesuatu yang terjadi dalam kerajaan dimusyawarahkan oleh ade pitue dan hasil keputusan musyawarah disampaikan kepada raja untuk dilaksanakan.Selain itu di dalam penyelanggaraan pemerintahan sangat mengedepankan azas kemanusiaan dan musyawarah. Prinsip ini berasal dari pesan Kajaolaliddong seorang cerdik cendikia Bone yang hidup pada tahun 1507-1586 yang pernah disampaikan kepada Raja Bone seperti yang dikemukakan oleh Wiwiek P . Yoesoep (1982 : 10) bahwa terdapat empat faktor yang membesarkan kerajaan yaitu:

1. Seuwani, Temmatinroi matanna Arung MangkauE mitai munrinna gauE (Mata Raja tak terpejam memikirkan akibat segala perbuatan).
2. Maduanna, Maccapi Arung MangkauE duppai ada' (Raja harus pintar menjawab kata-kata).
3. Matellunna, Maccapi Arung MangkauE mpinru ada' (Raja harus pintar membuat kata-kata atau jawaban).
4. Maeppa'na, Tettakalupai surona mpawa ada tongeng (Duta tidak lupa menyampaikan kata-kata yang benar).

Pesan Kajaolaliddong ini antara lain dapat diinterpretasikan ke dalam pemaknaan yang mendalam bagi seorang raja betapa pentingnya perasaan, pikiran dan kehendak rakyat dipahami dan disikapi.Kedua, yang menjadi pelajaran dan hikmah dari sejarah Bone terletak pada pandangan yang meletakkan kerjasama dengan daerah lain, dan pendekatan diplomasi sebagai bagian penting dari usaha membangun negeri agar menjadi lebih baik.Urgensi terhadap pandangan seperti itu tampak jelas ketika kita menelusuri puncak-puncak kejayaan Bone dimasa lalu.


Kirab Kerajaan Bone

Dan sebagai bentuk monumental dari pandangan ini di kenal dalam sejarah akan perjanjian dan ikrar bersama kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng yang melahirkan TELLUM POCCOE atau dengan sebutan lain "LaMumpatue Ri Timurung" yang dimaksudkan sebagai upaya memperkuat posisi kerajaan dalam menghadapi tantangan dari luar.Kemudian pelajaran dan hikmah yang ketiga dapat dipetik dari sejarah kerajaan Bone adalah warisan budaya kaya dengan pesan. Pesan kemanusiaan yang mencerminkan kecerdasan manusia Bone pada masa lalu.Banyak refrensi yang bisa dipetik dari sari pati ajaran Islam dalam menghadapi kehidupan, dalam menjawab tantangan pembangunan dan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang semakin cepat. Namun yang terpenting adalah bahwa semangat religiusitas orang Bone dapat menjawab perkembangan zaman dengan segala bentuk perubahan dan dinamikanya. Demikian halnya (kabupaten Bone) potensi yang besar yang dimiliki, yang dapat dimanfaatkan bagi pembangunan demi kemakmuran rakyat. Potensi itu cukup beragam seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, kelautan, pariwisata dan potensi lainnya. Demikian masyarakatnya dengan berbagai latar belakang pengalaman dan pendidikan dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mendorong pelaksanaan pembangunan Bone itu sendiri. Walaupun Bone memiliki warisan sejarah dan budaya yang cukup memadai, potensi sumber daya alam serta dukungan SDM, namun patut digaris bawahi jika saat ini dan untuk perkembangan ke depan Bone akan berhadapan dengan berbagai perubahan dan tantangan pembangunan yang cukup berat. Oleh karena itu diperlukan pemikiran, gagasan dan perencanaan yang tepat dalam mengorganisir warisan sejarah, kekayaan budaya, dan potensi yang dimiliki ke dalam suatu pengelolaan pemerintahan dan pembangunan.

a. Letak WilayahKabupaten Bone sebagai salah satu daerah yang berada dipesisir Timur Sulawesi Selatan memiliki posisi strategis dalam perdagangan barang dan jasa di Kawasan Timur Indonesia, yang secara administratif terdiri dari 27 Kecamatan, 333 Desa dan 39 Kelurahan, yang letaknya 174 km kearah timur Kota Makassar, berada pada posisi 4° 13’- 506’ Lintang Selatan dan antara 119° 42’-120° 30’ Bujur Timur.b. LuasLuas wilayah Kabupaten Bone 4.559 km2 dengan rincian lahan sebagai berikut :- Persawahan : 88.449 Ha - Tegalan/Ladang : 120.524 Ha - Tambak/Empang : 11.148 Ha - Perkebunan Negara/Swasta : 43.052,97 Ha - Rutan : 145.073 Ha - Padang rumput dan lainnya : 10.503,48 Hac. Batas Wilayah- Sebelah Utara berbatasan Kabupaten Wajo, Soppeng- Sebelah Selatan berbatasan Kabupaten Sinjai,Gowa - Sebelah Timur berbatasan Teluk Bone - Sebelah Barat berbatasan Kabupaten Maros, Pangkep, Barrud. DemografiJumlah penduduk 655.091 jiwa terdiri dari : pria 308.433 jiwa dan wanita 346.658 jiwa dengan kepadatan rata-rata 140 jiwa/km2e. IklimWialayah Kabupaten Bone termasuk daerah beriklim sedang. Kelembaban udara berkisar antara 95% -99% dengan tempratur berkisar 260C – 340%. Pada periode April – September, bertiup angin timur yang membawa hujan. Sebaliknya pada bulan Oktober-Maret bertiup Angin Barat, saat dimana mengalami musim kemarau di Kabupaten Bone.
Selain kedua wilayah yang terkait dengan iklim tersebut, terdapat juga wilayah peralihan, yaitu: Kecamatan Bontocani dan kecamatan Libureng yang sebagian mengikuti wilayah barat dan sebagian lagi wilayah timur. Rata-rata curah hujan tahunan diwilayah Bone bervariasi, yaitu: rata-rata < 1.750 mm; 1750 – 2000 mm; 2000 – 2500 mm dan 2500 – 3000 mm.
Pada wilayah Kabupatan Bone terdapat juga pengunungan dan pembuktian yangdari celah-celah terdapat aliran sungai. Disekitanya terdapat lembah yang cukup dalam. Kondisi sebagai yang berair pada musim hujan kurang lebih 90 buah. Namun pada musim kemarau sebagian mengalami kekeringan, kecuali sungai yang cukup besar, seperti sungai walenae, Cenrana, Palakka, Jaling, Bulu-bulu, Salomekko, Tobunne dan Sebagai Lekoballo.

Upacara Adat


Tudang Ade
1. Nama                       : Upacara Tudang Ade (duduk secara Adat)
2. Tempat pelaksanaan : 108 (seratus delapan) orang
3. Waktu pelaksanaan   : 108 (seratus delapan) orang
4. Maksud diadakannya upacara :
  a.
Memusyawarahkan hal-hal penting yang menyangkut pemerintahan atau permasalahan yang dihadapi oleh kerajaan untuk mencapai kesepakatan dan mufakat. Hal ini menunjukkkan bahwa dalam pemerintahannya Raja Bone tidak bersifat otoriter melainkan Demokrasi, karena Raja senantiasa melibatkan seluruh Dewan Kerajaan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut Kerajaan dan kepentingan Rakyat. Selain itu upacara ini juga menunjukkan bahwa Raja Bone adalah seorang Raja yang murah hati dan ramah terhadap bawahannya dengan menjamu mereka makanan ringan khas kerajaan serta perlu untuk diterima secara adat.
  b.
Apabila Kerajaan kedatangan tamu resmi dari kerajaan lain dan dianggap perlu untuk diterima secara adat.
5. Unsur pelaksanaan Upacara sebanyak 110 orang
6. Rangkaian Upacara sebagai berikut :
  a.
Tomarilaleng, Makedang Tana, Ponggawa, Anreguru, Anakarung dan Ade Pitu mengambil tempat yang sudah ditentukan.
  b.
Arung Palili datang dan mengambil tempat yang sudah ditentukan.
  c.
Para isteri Ade Pitu dan isteri Bangsawan lain melakukan hal tersebut di atas.
  d.
Para Joa juga melakukan hal yang sama.
  e.
Raja dan Permaisuri memasuki ruang pertemuan dan duduk pada tempat yang telah disiapkan.
  f.
Acara Mappaota, seluruh hadirin disuguhi sirih dan nampak oleh beberapa orang pria untuk tamu pria dan wanita bagi tamu wanita.
  g.
Arungpone mulai bersabda kemudian terjadi dialog dengan para anggota Dewan Kerajaan dan Para Bangsawan, membicarakan hal penting dalam kerajaan serta mencari jalan pemecahannya melalui musyawarah.
  h.
Setelah pembicaraan selesai, dihidangkan minuman dan makanan kecil o1eh parakka' (pe1ayan) sesuai adat dan tata cara kerajaan.
  i.
Arungpone meninggalkan ruang pertemuan diikuti seluruh peserta ”tudang ade”. 
 
 
 
Tari Pajaga Andi
1. Nama : Tari Pajaga Andi
2. Tema :
 
Tari ini menggambarkan penobatan para putra dan putri Bangsawan Bugis Bone kepada Arungpone (Raja) pada zaman Kerajaan dan dipertunjukkan di dalam Saoraja (Istana Raja Bone)
3. Jenis gerakan :
  a.
Makkasiwiang (Gerakan penobatan)
  b.
Akkalabbirang (Penghargaan kepada Raja)
  c.
Soro Passapu (Adat istiadat Bangsawan)
  d.
Mappasoro Ajangang (Mengakhiri Tarian)
  e.
Massimang (Mohon Diri)
4. Kostum dan perhiasan :
  a.
Baju Tokko (Baju Bodo)
  b.
Sarung
  c.
Perhiasan :
    - Bangkara (Anting-anting)
    - Rante (Kalung)
    - Potto (Gelang)
    - Mastura (Kalung kecil)
    - Saloko (Hiasan Rambut)
5. Alat Peraga :
  a. Kipas
  b. Selendang
6. Alat Musik :
  a. Gendang
  b. Gong
  c. Parappasa
  d. Kancing
  e. Bancing  
ArrajangE
 
 
Selempang Emas Raja

Keris dan Kalewang
 
Tombak & Senjata Adat
 

DAFTAR RAJA-RAJA BONE

  1. MANURUNGNGE RIMATAJANG MATASILOMPOE (1330 - 1365)
  2. LA UMMASA PETTA PANRE BESSIE (1365 - 1368)
  3. LA SALIU KERANG PELUA (1368 - 1470)
  4. WE BENRIGAU MALLAJANGNGE RI CINA (1470 - 1510)
  5. LA TENRI SUKKI MAPPAJUNGE (1510 - 1535)
  6. LA ULIO BOTOE MATINROE RI ITTERUNG (1535 - 1560)
  7. LA TENRI RAWE BONGKANGE MATINROE RI GUCINNA (1560 - 1564)
  8. LA ICCA MATINROE RI ADDENENNA (1564 - 1565)
  9. LA PATTAWE MATINROE RI BETTUNG (1565 - 1602)
  10. LA TENRI TUPPU MATINROE RI SIDENRENG (1602 - 1611)
  11. LA TENRI RUWA SULTAN ADAM MATINROE RI BANTAENG (1611 - 1616)
  12. LA TENRI PALE MATINROE RI RI TALLO (1616 - 1631)
  13. LA MADDAREMMENG MATINROE RI BUKAKA (1631 - 1644)
  14. LA TENRI WAJI ARUNG AWANG MATINROE RI SIANG ( PANGKEP) (1644 - 1645)
  15. LA TENRI TATTA DAENG SERANG MALAMPEE GEMMENA ARUNG PALAKKA (1645 - 1696)
  16. LA PATAU MATANNA TIKKA MATINROE RI NAGAULENG (1696 - 1714)
  17. BATARI TOJA SULTAN SAINAB SAKIYATUDDING (1714 - 1715)
  18. LA PADASSAJATI TO APPAWARE SULTAN SULAEMAN PETTA RI JALLOE (1715 - 1718)
  19. LA PAREPPA TO SAPPEWALI SULTAN ISMAIL MATINROE RI SOMBA OPU (1718 - 1721)
  20. LA PANAONGI TO PAWAWOI ARUNG MAMPU KARAENG BISEI (1721 - 1724)
  21. BATARI TOJA DATU TALAGA ARUNG TIMURUNG (1724 - 1749)
  22. LA TEMMASSONGE TO APPAWALI SULTAN ABDUL RAZAK MATINROE RI MALIMONGENG (1749 - 1775)
  23. LA TENRI TAPPU SULTAN ACHMAD SALEH MATINROE RI ROMPEGADING (1775 - 1812)
  24. TO APPATUNRU SULTAN ISMAIL MUHTAJUDDIN MATINROE RI LALENG BATA (1812 - 1823)
  25. I MANI RATU ARUNG DATA SULTAN RAJITUDDIN MATINROE RI KESSI (1823 - 1835)
  26. LA MAPPASELING SULTAN ADAM NAJAMUDDIN MATINROE RI SALASSANA (1835 - 1845)
  27. LA PARENRENGI SULTAN AKHMAD MUHIDDIN ARUNG PUGI MATINROE RI AJANG BENTENG (1845 - 1857)
  28. WE TENRI WARU SULTANAH UMMULHUDA PANCAITANAH, BESSE KAJUARA PELAINGI PASEMPE (1857 - 1860)
  29. ACHMAD SINGKERUKKA SULTAN ACHMAD IDRIS MATINROE RI PACCING (1860 - 1871)
  30. FATIMA BANRI DATU CITTA MATINROE RI BOLAMPARENA (1871 - 1895)
  31. LAWAWOWOI KARAENG SIGERI MATINROE RI BANDUNG (1895 - 1905)
  32. LAMAPPANYUKKI SULTAN IBRAHIM MATINROE RI GOWA (1931 - 1946)
 

 




1 komentar:

  1. Assalamualaikum wr.wb,saya WIWI ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada eyang guntur atas bantuan eyang. kini impian saya selama ini sudah jadi kenyataan dan berkat bantuan eyang guntur pula yang telah memberikan angka ritual kepada saya yaitu 4D dan alhamdulillah berhasil..sekali lagi makasih yaa eyang karna waktu itu saya cuma bermodalkan uang cuma 100rb dan akhirnya saya menang. Berkat angka GAIB hasil ritual eyang guntur saya sudah bisa melanjutkan kulia saya lagi dan kini kehidupan keluarga saya jauh lebih baik dari sebelumnya,bagi anda yg ingin seperti saya silahkan HUB eyang di nomor hpnya: 0823-3744-3355 atau dan ramalan eyang guntur memang memiliki ramalan GHOIB” yang dijamin 100% tembus.

    BalasHapus