Selasa, 12 Juni 2012

BANYUMAS _ ANNAS SURYOTORO

Banyumas
Annas Suryotoro
4423107032
·        Geografis Banyumas


wilayah  Banyumas terbentang dari sisi barat daya propinsi jawa tengah (pulau jawa bagian tengah) pulau jawa berada diantara 5°  lintang selatan, 10°  lintang selatan dan 105°  bujur timur, 115°  bujur timur, dari serangkaian kepulauan nusantara bagian barat. Sedangkan secara adminitrasi pemerintah, wilayah banyumas terbagi menjadi empat kabupaten: Banyumas, cilacap, purbalingga, dan banjarnegara. Disebelah barat berbatasan langsung dengan wilayah propinsi jawa barat dengan sungai citanduy sebagai batas territorial dengan wilayah jawa tengah. Sebelah selatan dibatasi oleh pantai samudera Hindia, sebelah tenggara berbatasan dengan daerah bagelen (Kabupaten Kebumen), sebelah timur dengan kabupaten Wonosobo, sedang sebelah utara berbatasan dengan kabupaten pekalongan, pemalang, tegal, dan brebes.

Dalam sejarahnya, wilayah ini dahulu merupakan daerah mancanegara dari kerajaan-kerajaan jawa sejak majapahit, demak, pajang, mataram, kartasura hingga kasunanan Surakarta. Setelah perang jawa (perang Diponegoro, 1925-1930), Kadipaten banyumas dilepaskan dari kekuasaan kasunanan Surakarta dan menjadi wilayah kekuasaan pemerintah kolonial HIndia belanda tahun 1830. Sejak itulah sejarah peta politik Banyumas berubah. Oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda, bekas Kadipaten Banyumas di pecah menjadi 2 kabupaten, banyumas dan ajibarang. Keduanya dipersiapkan untuk menjadi wilayah karesidenan bersama dengan tiga Kabupaten lainnya, yaitu purbalingga, banjarnegara, dan cilacap. Pada waktu pemerintah karesidenan terbentuk tahun 1833, bupati  ke 2 Ajibarang memindahkan ibu kota kabupaten ke kota Purwokerto (1832) dan berganti nama menjadi Kabupaten Purwokerto. Pada akhir tahun 1935, kabupaten Purwokerto digabungkan kembali. Dan di masa orde baru keempat kabupaten tersebut secra administratif langsung berada di bawah kewenangan Gubernur Propinsi Jawa Tengah, dengan status sebagai daerah Pembantu Gubernur Jawa Tengah wilayah Banyumas.

Banyumas bagian tengah merupakan tanah pegunungan kapur yang membujur dari barat ke timur, yang disebut pegunungan kendeng. Batas bagian pegunungan perahu dengan puncak tertingginya Gunung Slamet dan Gunung perahu di dataran tinggi Dieng. Wilayah ini terbelah menjadi beberapa lembah karena adanya beberapa aliran sungai. Di daerah paling barat mengalir aliran sungai Citanduy yang menjadi batas dengan wilayah Jawa barat dan sungai bermuara ke Samudera Hindia. Di daerah  bagian timur sungai Citanduy, mengalir anak-anak sungai Tajum, logawa, Mengaji, Apa, Jengok, Bodhas, Banjaran, dan Kalibener. Di bagian timur-utara, mengalir anak-anak sungai Klwing, merawu, dan Sapi. Semua anak sungai itu bermuara ke sungai serayu yang merupakan sungai terpanjang dan terbesar, merentang dari ujung timur laut dengan mata air di Gunung Perahu bermuara di ujung barat dayake Samudera Hindia. Di bagian tenggara, mengalir kali Bodho yang menjadi batas dengan Kabupaten Kebumen, sehingga keseluruhan wilayah ini merupakan daerah curah hujan dengan skala volume yang cukup tinggi.
 
·        Demografis (jumlah sebaran)

Secara historis, wilayah Banyumas bagian barat merupakan wilayah perbatasan yang rakyatnya terkait hubungan persaudaraan dengan kraton Pakuan Parahiyangan (pajajaran). Hubungan itu terjalin sejak jaman Kadipaten Pasirluhur, yaitu sejak adanya hubungan perkawinan antara keturunan kedua daerah tersebut. Sedangkan wilayah Banyumas bagian timur memiliki hubungan historis silsilah pangiwa (garis perempuan) dan menjadi wilayah mancanegara dari kraton-kraton Jawa, sejak Kerajaan Majapahit II, Pajang, Mataram II, Kartasura, Surakarta hingga Ngayogyakarta.

Orang Banyumas dapat dideskripsikan dengan longgar, orang-orang yang masih merasa dan mengakui memiliki kakek-nenek moyang (leluhur) sampai dengan bapak-ibunya, dilahirkan, meninggal dunia atau seumur hidupnya tinggal-menetap di wilayah yang dulunya menjadi Kadipaten Pasirluhur, dayeuhluhur, Pasirbatang, Wirasaba 1 (zaman hindhu), Kadipaten Wirasaba II (zaman pra-Islam), Mrapat (kejawar/Banyumas, Wirasaba/purbalingga, Banjar Pertambakan/Bajarnegara, Merden/Cilacap) sampai menjadi wilayah Karesidenan Banyumas. Artinya, walaupun sekarang orang-orang itu tidak lagi tinggal-menetap dalam wilayah adminitrasi pemerintahan bekas Karesidenan Banyumas, mereka masih mengakui dirinya masih berdarah keturunan orang Banyumas. Mereka itu masih tetap menjadi orang Banyumas.

Dan siapa saja yang pernah tinggal menetap di wilayah Karesidenan Banyumas. Artinya , mereka pernah merasa hidup tenteram dan bahagia, melahirkan putera-puterinya, dapat bergaul nyaman dengan masyarakat Banyumas, namun karena tugas dan pekerjaannya mereka kini tidak lagi tinggal di wilayah Banyumas. Dari mana asal garis keturunannya dan di mana pun tempat tinggal mereka sekarang, namun sudah terlanjur jatuh cinta pada kehidupan Karesidenan banyumas, mereka juga tetap sebagai orang Banyumas.  
·       
 Sejarah

a)     Periode Hindu/Budha
Zaman hindu Banyumas berkaitan dengan sejarah kerajaan Pakuan Parahiyangan (pajajaran), kadipaten Pasirluhur, dan Kerajaan Majapahit II.
Babad pasirluhur merupakan awal dari percaturan sejarah lokal dan menjadi sumber legalitas dari para elit di sepanjang sejarah pemerintahan wilayah barat daya Jawa bagian tengah, yang kini bernama Banyumas dan bagian timur Jawa Barat . Babad Pasirluhur menuturkan kisah dari zaman Kerajaan Pakuan Parahiyangan (pajajaran) di Jawa Barat bagian timur sejak pemerintahan Sri Prabu Linggawesi dewa Niskala (1466-1474), yang kemudian dilanjutkan oleh puteranya yang bergelar Sri  Prabu Linggawastu Ratu Purana Jaya Dewata (1474-1513). Sri Prabu Linggawastu memiliki empat putera, yaitu Raden Harya Banyak Catra, Raden Harya Banyak Blabur, Raden Harya Ngampar, dan Dewi Retna Pamekas.
b)    Periode Islam
Zaman Islam Banyumas berkaitan dengan Kerajaan Demak dan Panjang.
Adipati Banyak Belanak salah satu keturunan kedelapan  trah Kamandaka, Adipati banyak belanak berhasil menjadi salah satu tokoh Kerajaan Demak yang berhasil merintis pengembangan agama Islam di Kadipaten Pasirluhur. Dengan didampingi tokoh agama Islam Demak, pangeran Makedum Wali, Adipati Banyak Belanak berhasil mengembangkan agama Islam sampai Tanah Pasundan (Parahiyangan). Rakyat di daerah Kelundhung Bentar, Endralaya, Batulaya, Timbanganten, Ukur, dan Cibalunggung berhasil diislamkan.
c)     Periode Kolonial
Zaman pemerintahan penjajahan Kolonial Hindia Belanda, kaitannya dengan perkembangan status pemerintahan di wilayah banyumas sendiri.  
Perubahan status di wilayah bekas Kadipaten Wirasaba itu, bahwa, wilayah itu sedang dipersiapkan menjadi Karesidenan, telah menghilangkan hubungan kekerabatan antara Kasunanan Surakarta dan wilayah barat daya Jawa Tengah. Diambil alihnya wilayah Banyumas oleh pemerintahan Kolonial Hindia Belanda sangat merugikan Kasunanan Surakarta sebab wilayah Banyumas merupakan wilayah lumbung padi yang sejak zaman Sultan Agung menjadi sumber pemenuhan kebutuhan pangan Mataram. Persiapan perubahan status itu memang telah mulai dilakukan oleh Gubernur Jendral G.A Baron van der Capellen (1818-1826). Apa yang pernah dipikirkan oleh Daendelsdan Raffles.
d)    Peran andilnya rakyat Banyumas dalam beberapa peristiwa:

1.     Perjuangan pengembangan Islam di wilayah bagian barat Jawa Tengah sampai bagian timur Jawa Barat  pada masa pra-Islam Demak,
2.     Perjuangan dalam mendukung kebutuhan logistic pasukan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang menyerang Batavia tahun 1628 dan 1629 dalam rangka mengusir Kompeni Belanda,
3.     Perjuangan merebut kembali Kerajaan Mataram (Kerta) yang diduduki oleh pemberontak Trunojoyo pada masa Amangkurat I (Tegal Arum),
4.     Perjuangan menghadapi pemberontakan pacina di Kasunanan Kartasura pada masa Paku Buwana II,
5.     Perjuangan Pangeran Mangkubumi melawan gabungan Kompeni Belanda dan Kasunanan Surakarta pada masa Paku Buwana III, sampai menjadi Hamengku Buwana I setelah menandatangi perjanjian Giyani dan kemudian dinobatkan menjadi Sultan Ngayogyakarta,
6.     Perjuangan Hamengku Buwana I membangun kerajaan Ngayogyakarta,
7.     Perjuangan Hamengku Buwana II ketika menghadapi Gubernur Jendral Thomas Stamford raffles yang menyerbu ke dalam Istana Kerajaan Ngayogyakarta dan merampas semua karya pustaka kerajaan yang kemudian di boyong ke Inggris untuk penyusunan bukunya, history of java (1817),
8.     Perjuangan Pangeran Diponogoro dalam Perang Jawa (1825-1830) yang mengintervensi urusan dalam Kraton Ngayogyakarta.  

·        Kebudayaan 




Kebudayaan sebagai perangkat nilai yang menjadi landasan pokok untuk menentukan sikap terhadap dunia luar, bahkan untuk mendasari setiap langkah yang akan dan harus dilakukannya sehubungan dengan pola hidup dan cara kemasyaratannya, akan terwujud dalam bentuk norma hidup. Wujud norma hidup itu sendiri adalah berupa alam pikir, alam budi, alam karya, alam tatasila, dan alam seni. Alam seni meliputi seni rupa (pahat, sungging, lukis) seni sastra, seni suara, seni tari, seni music, seni drama, olah raga dan sebagainya.
Beberapa wujud karya seni orang banyumas akan ditunjukan pada peribahasa banyumasan  misalnya:
a)     Wateke kendhung anteng ngeleneng, wateke kali cethek kemrasak: orang yang dalam ilmunya sifatnya pendiam, namun orang yang dangkal ilmunya sifatnya berkowar-kowar, tidak ada maunya.
b)    Wateke watu atos, wateke kleyang nglayang: orang yang teguh kepribadianya tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain. Sebaliknya, orang yang goyah kepribadiannya mudah terpengaruhi.
c)     Wateke ula nglingker, watake jaran mengkal: orang yang pemalas bila sudah kenyang perutnya tentu hobinya tidur melulu. Sebaliknya , orang yang rajin bekerja jangan sekali-kali dicurigai,disindir atau dituduh, bila hal itu dilakukan, pasti orang itu akan menghindari konfrontasi atau bahkan akan melawan dengan keras.
d)    Wateke kebo bodho, wateke kancil keminter: orang yang terlalu bodoh diibaratkan seperti kerbau dungu, yang tak kan bergerak bila tidak dipukul, sebaliknya , orang yang terlalu banyak bicaranya, bahkan menjadi penganjur/provokator, banyak usul, namun hanya teoritis saja, akan diibaratkan sebagai sungai deras, namun tidak membayakan, oaring cerewet itu tidak ada isinya, banyak berteori saja.
e)     Wateke walang methengkrang, wateke kucing mlincur: orang selalu mengadalkan atau membanggakan kekayaan , jabatan, derajat dari orang tuanya, sesungguhnya kesombongannya itu hanya untuk menutupi atau menyembunyikan kecebolan jiwanya saja. Begitu juga orang suka memamerkan atau riya, suka menonjolkan kegantengannya, kesosialannya, kebaikan dirinya, sesungguhnya adalah tukang mengelak dan menghindari tanggung jawab.
Sedangkan bagian-bagian lainnya menunjukan beragam karya seni tari dan drama tradisional yaitu :
a)     Sintren: sebuah bentuk seni pertunjukan rakyat di wilayah Jawa Tengah bagian barat (Cilacap dan Brebes) dan Jawa Barat bagian timur (Cirebon dan Ciamis), seni tari yang bersifat mitis, memiliki ritus magis tradisional tertentu yang mencengangkan.
b)    Lengger: salah satu seni budaya tradisional rakyat Banyumas yang dimainkan ledhek( seorang wanita ) dan pengibing (seorang laki-laki) dengan gerakan bodor (pelucu/lawak).
c)     Begalan : sebagai seni pentas arena dengan misi memberikan nasihat perkawinan bagi mempelai.
d)    Jemblung banyumasan:pertunjukan seni tutur atau cerita wayang, legenda, babad, sejarah lokal yang dimainkan oleh beberapa orang.
e)     Tembang dolanan: seni suara permainan anak-anak kecil, yang sebagai hiburan dan nasihat.  

Sumber buku:
·        Budiono Herusatoto. 2001. Begalan, Seni Tradisional Banyumasan Karya Sang Adipati. Kedauletan rakyat , juni.
·        Bambang purwanto. 2003.Historisme baru dan penulisan sejarah dalam sastra interdisipliner. Yogyakarta: Qalam.
·        Sugeng Priyadi. 2007. Sejarah intelektual Banyumas. Yogyakarta: Aksara Indonesia.
·        Budiono Herusatoto. 2008. Banyumas Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak. Yogyakarta: LKIS.
·     

1 komentar: