Jumat, 08 Juni 2012

UTS TEN Sumatera Barat bagian 3

Riyani Asti Arami
4423107019
Upacara Adat Tabuik



Kata Tabuik berasal dari bahasa Arab, memiliki beberapa pemahaman. Pertama, Tabuik ditafsirkan sebagai 'peti mati‘. Sementara itu, pemahaman yang lain mengartikannya sebagai peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani Israel dengan perjanjian Allah. Ada beberapa versi tentang asal dari perayaan Tabuik di Pariaman. Versi pertama mengatakan bahwa Tabuik dibawa oleh aliran Syiah Arab yang datang ke pulau Sumatera untuk berdagang. Sementara itu, versi lain (diambil dari catatan Snouck Hurgronje), mengatakan bahwa tradisi Tabuik masuk ke Indonesia melalui dua gelombang. Gelombang pertama sekitar abad 14 M, ketika Hikayat Muhammad diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu, melalui buku ritual belajar Tabuik Anak Nagari. Sedangkan, gelombang kedua dibawa oleh bangsa Tabuik Cipei / Sepoy (penganut Islam Syiah) yang dipimpin oleh Imam Ali. Bangsa Cipei / Sepoy berasal dari India yang oleh Inggris dijadikan serdadu ketika menguasai (mengambil alih) Bengkulu dari tangan Belanda (Traktat London, 1824). Orangorang Cipei / Sepoy ini setiap tahun selalu mengadakan ritual untuk memperingati kematian Husein (cucu Nabi Muhammad SAW).
Perayaan Tabuik diadakan setiap Muharam 1-10 adalah upacara pada 61 Hijriah yang bertepatan dengan 680 AD. Cucu Nabi Besar Muhammad dipenggal oleh tentara Muawiyah dalam perang Karbala di Padang Karbala, Irak. Kematiannya diratapi oleh Syiah di Timur Tengah dengan cara menyakiti tubuh mereka sendiri. Akhirnya, tradisi  mengingat wafatnya  cucu  Nabi  menyebar ke beberapa negara dengan cara yang berbeda. Di Indonesia, selain di Pariaman, ritual untuk memperingati peristiwa ini juga diadakan di Bengkulu.  Dalam perayaan memperingati kematian Hussein bin Ali, Tabuik melambangkan janji Muawiyah untuk menyerahkan tongkat kekhalifahan kepada umat Islam, setelah Imam Husain  beliau meninggal.  Namun, janji itu  dilanggar dan malah mengangkat Jasad (anaknya) sebagai putra mahkota. Seiring waktu, ritual ini diikuti juga oleh orang-orang di Bengkulu dan meluas ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidi, Banda Aceh, Melauboh dan Singkil. Dalam perkembangan selanjutnya, ritual ini satu per satu menghilang dari daerah-daerah tersebut dan akhirnya hanya tinggal di dua tempat, yaitu Bengkulu sebagai Tabut dan Pariaman sebagai Tabuik.  Di Pariaman,  Tabuik awalnya diselenggarakan oleh Anak-anak Tabuik dalam bentuk Tabuik Adat Nagari. Namun,  seiring dengan banyaknya wisatawan yang datang untuk menyaksikannya,  pada  tahun  1974 pengelolaan Tabuik diambil alih oleh pemerintah setempat dan dijadikan festival Tabuik.


Prosesi “Tabuik”

Sebelum upacara Tabuik dilaksanakan, Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Kedua tempat ini dipisahkan oleh sungai yang membelah kota Pariaman. Dahulu, selama selama berlangsungnya  pesta Tabuik selalu diikuti oleh perkelahian antara penduduk dari daerah Pasar dan  Subarang. Bahkan, ada beberapa pasangan suami istri yang berpisah dan masing-masing dari mereka kembali ke daerah asal mereka di Subarang dan Pasar. Setelah upacara Tabuik berakhir, suami dan istri tersebut kembali bersama dalam satu rumah. Meskipun korban terluka parah dalam perkelahian, tapi ketika acara berakhir mereka  bersatu kembali, sehingga suasana kembali seperti semula (tenang dan damai). Tabuik yang dibuat oleh kedua tempat ini terdiri dari dua bagian (atas dan bawah)  yang dapat mencapai tinggi 12 meter. Bagian atas mewakili keranda berbentuk menara yang dihiasi dengan bunga dan kain beludru berwarna-warni. Sedangkan, bagian bawah berbentuk tubuh kuda, bersayap, berekor dan berkepala manusia berambut panjang. Kuda itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas. Kuda tersebut adalah simbol Bouraq, kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat dan digunakan saat Isra Miraj Nabi Muhammad Saw. Buraq dipercaya membawa Imam Hussein ke langit.
Kedua bagian ini akan dirakit dengan bagian atas membawa beramai-ramai untuk digabungkan dengan bagian bawah.  Setelah itu,  berturut-turut dipasang sayap, ekor,  bunga-bunga salapan dan  terakhir kepala. Untuk menambah semangat pembawa Tabuik biasanya disertai dengan musik gendang "Tasa". Gendang  Tasa adalah sebutan bagi kelompok pemain gendang yang berjumlah tujuh orang. Mereka bertugas mengiringi acara penyatuan tabuik (tabuik naik pangkat). Gendang ini ada dua jenis. Jenis pertama disebut tasa didiang. Jenis  gendang  ini dibuat dari tanah liat yang diolah sedemikian rupa, kemudian dikeringkan. Tasa didiang ini harus dipanaskan sebelum dimainkan. Jenis gendang kedua adalah yang terbuat dari plastik atau fiber dan dapat langsung dimainkan. Setelah penyatuan Tabuik selesai, kedua tabuik yang merupakan personifikasi dari dua pasukan yang akan berperang dipajang berhadap-hadapan. Pembukaan Pesta Tabuik ditandai Pawai Taaruf oleh ribuan pelajar dan masyarakat yang mengintari kota. Setelah pawai Taaruf, pesta pun dimulai. Selama pesta yang lamanya 10 hari ada pertunjukan-pertunjukan lain, seperti pawai tasawuf, pengajian yang melibatkan ibu-ibu dan murid-murid Tempat Pengajian Al Quran (TPA) dan madrasah se-Pariaman, grup drum band, tari-tarian, musik gambus, dan bahkan atraksi debus khas Pariaman.
Setelah penyatuan  Tabuik selesai (sebelum Zuhur), kedua Tabuik yang merupakan personifikasi dari  dua pasukan yang akan bertempur, ditempatkan berhadap-hadapan. Dalam acara pesta adat Tabuik yang lamanya sekitar 10 hari (1-10 Muharam), ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu :



1. Membuat Daraga tempat di mana para arsitek dan pekerja membuat, menjaga dan menyelesaikan "Tabuik".
2. Marangkai Tabuik (menyatukan setiap bagian dari Tabuik).
3. Maambiak Tanah (mengambil tanah yang pada saat sholat Maghrib). Pada 1 Muharram, yang menandai proses pertama dalam pembuatan sebuah Tabuik, lumpur  diambil dari sungai. Mengambil tanah mengandung makna simbolik bahwa manusia berasal dari tanah. Setelah diambil, tanah itu diarak oleh ratusan orang dan akhirnya disimpan dalam lalaga berukuran 3x3 meter, dan kemudian dibungkus dengan kain putih. Kemudian, dimasukkan ke dalam peti mati yang disebut Tabuik.
4. Maambiak  batang pisang (mengambil batang pisang dan ditanam di dekat kuburan) Pada lima Muharram,  proses kedua dimulai.  Dalam proses ini, yang berlangsung di malam hari,  batang pohon pisang dipotong dalam satu tebasan. Ini adalah simbol dari keberanian Abi Kasim, putra  Imam Hussein, dalam membalas kematian ayahnya.
5. Maarak Panja (Panja  diarak berisi jari-jari palsu berkeliling kampung) pencerminan pemberitahuan kepada para pengikut Hussein bahwa jari-jari tangan  Hussein yang mati dibunuh telah ditemukan.
6. Ma atam (Ekspresi kesedihan) Prosesi ini  diadakan  pada tanggal 7 Muharam, melambangkan tindakan mengumpulkan jari-jari Imam Hussein,  yang  tersebar setelah dipotong oleh tentara Raja Yazid.
7. Maarak sorban (membawa sorban berkeliling) menandakan Husein telah dipenggal. Diadakan pada 8 Muharam, itu  melambangkan tindakan memamerkan sorban Imam Hussein berkeliling kota untuk mengingatkan kepada semua orang akan keberanian Imam Hussein  ketika melawan musuh-musuhnya.
8. Parade Festival Tabuik Pada acara ini, dua "Tabuik"  (Tabuik  Pasa dan Tabuik Subarang) yang berparade di jalan-jalan utama kota Pariaman menuju ke pantai Gandoriah.
9. Mambuang Tabuik (membawa Tabuik ke pantai dan membuangnya ke laut). Setelah waktu Ashar,  ratusan ribu orang menyaksikan kedua Tabuik diarak di kota Pariaman. Setiap Tabuik dibawa oleh delapan orang. Menjelang senja, kedua  Tabuik bertemu kembali di Pantai Gandoriah . Pertemuan kedua Tabuik di Pantai Gondariah, ini adalah puncak dari upacara Tabuik. Menjelang matahari terbenam kedua Tabuik dibuang ke laut. Prosesi pembuangan Tabuik ke laut adalah bentuk kesepakatan masyarakat untuk membuang semua sengketa dan perselisihan di antara mereka.  Selain itu, pembuangan Tabuik juga melambangkan dibawa terbangnya tubuh Hussein oleh Buraq ke surga.



Makna “Tabuik” bagi Masyarakat Lokal

Ritual "Tabuik" di Pariaman masih diadakan seperti  sedia kala. Narasi peristiwa perang "Karbala" tetap seperti biasa. Rangkaian demi rangkaian kegiatan dilakukan secara teratur tanpa pengaruh elemen lainnya. Pelaksanaan ritual masih mempertahankan nilai-nilai luhur yang ada dengan apresiasi dan emosi yang mendalam. Pengaruh modernisasi, pembangunan dan masuknya unsur budaya asing tampaknya tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan baik dalam bentuk, isi dan fungsi. Nilai-nilai budaya dalam ritual "Tabuik"  masih ada dalam  masyarakat lokal meskipun telah mengalami perubahan akibat kemajuan teknologi. Nilai-nilai tersebut  menjadi pedoman bagi mereka dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Ada beberapa nilai penting dalam ritual "Tabuik":


  • Nilai Moral
Masyarakat yang  mendukungnya  masih mempertahankan nilai-nilai tersebut, dimana ketika mereka mulai atau menyelesaikan suatu kegiatan, biasanya diikuti dengan berdoa atau membaca mantra.


  • Nilai sosial
Ini berarti aturan,  norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari orang sering membutuhkan orang lain, tidak peduli seberapa kecil pekerjaan yang harus dilakukan masih melibatkan orang lain.


  • Nilai seni
Nilai-nilai seni yang tercermin dalam upacara Tabuik adalah musik dan lukisan.



Selain memiliki fungsi sebagai nilai-nilai budaya, upacara Tabuik juga memiliki fungsi sosial dan spiritual, yang sangat penting bagi penduduk setempat. Fungsi sosial upacara Tabuik adalah:


  • sebagai norma-norma sosial
  • sarana komunikasi
  • sarana kontrol sosial dan interaksi untuk mencapai keseimbangan antar anggota masyarakat
Sementara itu, fungsi spiritual Tabuik adalah:


  •  Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah
  • Untuk memohon ketenangan dan kebahagiaan hidup


"Tabuik" memiliki 3 kekuatan penting bagi penduduk setempat :


  • Sosial
Terjalinnya hubungan antar masyarakat selama festival "Tabuik" terutama dalam prosesi puncak "Tabuik".  Ketika "Tabuik  yang diadakan, masyarakat Pariaman yang tinggal di luar Pariaman dari seluruh Indonesia akan kembali  pulang untuk melihat acara ini.  Bahkan,  warga  Sumatera Barat yang tinggal di luar Sumatera Barat dan para  wisatawan ingin melihat festival  "Tabuik". Pada saat itu terciptalah interaksi antar orangorang tersebut.


  • Budaya
Tabuik adalah kegiatan budaya yang menjadi tradisi turun-temurun sejak diperkenalkan.


  • Ekonomi
Keberadaan festival "Tabuik"  meningkatkan perekonomian penduduk setempat secara dramatis.  Pengunjung yang menghadiri prosesi puncak"Tabuik" bisa mencapai 500 ribu orang dan miliaran transaksi dilakukan. Pada saat ini, warga Pariaman memiliki kesempatan untuk meningkatkan perekonomian mereka.

Sumber :

Ernatib, et al. 2001.  Upacara Tabuik di Pariaman
http://www.go-ranahminang.blogspot.com
http://www.sumbarprov.go.id
http://www.fatimah.org
http://www.indobackpacker.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar